Home / Romansa / Cinta Maid Belok Kanan / Siapa perempuan itu?

Share

Siapa perempuan itu?

Author: Lia Dee
last update Huling Na-update: 2024-02-22 11:41:22

Rena melempar tasnya. Dia berbaring diatas sofa ruang tamu rumahnya dengan wajah nampak kesal.

Aku mengambil dua gelas air dingin didapur, memberikan salah satunya pada Rena agar dia sedikit tenang.

Rena bangun dan meneguk air yang kusodorkan kepadanya. Ponselnya berdering dari dalam tas. Tangannya masuk kedalam tas dan meraihnya.

​“Ngapain sih, nelpon-nelpon?!” Rena melempar ponselnya keatas sofa.

​“Siapa, Ren?” Tanyaku.

​“Kak Di lah. Siapa lagi?.” Jawabnya ketus.

​“Oooh.” Aku mempersingkat jawabanku agar tidak ribut lagi.

​“Kamu kok kayaknya biasa aja sih, Sof? Kamu punya hati nggak, sih?” Tanya Rena sembari memandangku heran.

​“Kata siapa? Aku juga sakit, Ren.” Aku merasa serba salah meresponnya. Aku tidak mau Rena semakin kesal. Aku bingung memilih jawaban yang pas.

“Aku sama kamu itu beda, Ren. Aku nggak bisa marah kayak kamu. Aku kan, cuma maid dia. Sedangkan kamu, sepupunya.

Meskipun kita sama-sama kesal, sama-sama marah, sama-sama sakit hati, kita akan memberikan respon yang berbeda.

Karena hubungan kita juga beda, Ren. But, calm down, please. Marah gak akan nyelesein masalah.” Jelasku pada Rena secara perlahan.

Rena menatapku. ​“Maaf, sof. Harusnya aku nggak marah sama kamu. Nanti aku tegur Kak Di, ya." Ucap Rena tulus. Aku tersenyum.

​“Makasih, Ren. Tapi itu nggak perlu.”

Aku meraih tangan Rena dan menggenggamnya. Tangan yang selalu terulur saat aku membutuhkan bantuan.

“Nggak papa, sof. Kak Di harus belajar ngehargain privasi orang.”

​“Ren, mungkin aja perempuan tadi pacar Bos. Mungkin Bos takut perempuan itu datang kerumah dia, terus mergokin aku disana. Kan, bisa salah faham."

​“Aku nggak perduli! Privasi is privasi. Dia gak boleh egois. Apapun alasannya, dia gak boleh membuka privasi seseorang pada siapapun semau dia.

Kalau nanti perempuan itu datang kerumah dia, pinter-pinter dialah mau bilang apa. Pokoknya ngejaga privasi seseorang itu penting! Titik!”

Aku mengangguk menghentikan perdebatan.

Seperti inilah perempuan didepanku. Dia sangat baik. Tapi satu kekurangannya, dia tidak mau ada yang membantah apa yang ada dikepalanya.

Aku memilih untuk mengiyakan saja. Membiarkan dia merasa benar dengan apa yang difikirkan.

​Ting nong..

Suara bel rumah berbunyi. Aku sedang meneguk air ditanganku lalu memandang Rena.

“Aku buka pintu dulu, ya..” Rena mengangguk.

Aku berjalan kearah pintu. Kemudian membuka pintu tersebut dan melihat Daniel berdiri disana. Aku manarik nafas panjang.

​“Sofi.” Sapa Daniel.

​“Bos. Silahkan masuk.” Aku mempersilahkannya.

Daniel masuk dan berjalan kearah ruang tamu dimana Rena berada. Aku menyusul dibelakangnya.

​“Air siapa, ini?” Tanya Daniel sambil mengangkat gelas berisi air putih milikku.

​“Punya saya, bos.” Jawabku.

Daniel langsung meneguk air ditangannya tanpa rasa sungkan. Mungkin dia benar-benar haus sampai meminum bekas minumanku.

​“Makasih.” Ucap Daniel. Dia meletakkan Kembali gelas diatas meja.

​“Sama-sama, bos.” Jawabku.

Rena masih tidak mau menegur Daniel.

​“Ren..” Tegur Daniel. Daniel duduk disamping Rena. Rena masih menunjukkan muka masam.

“Kamu kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba pergi gitu aja? Kakak telpon, kamu gak angkat. Kenapa?” Daniel bertanya dengan bingung.

​“Kakak tanya aku kenapa? Oh my God.. Emang gak punya perasaan!” Rena marah lagi.

Daniel menoleh kearahku. Aku mengangkat kedua bahuku pura-pura tidak mengerti.

​“Apa maksud kamu? Kakak punya salah apa?” Tanya Daniel dengan wajah penuh tanda tanya.

​“Apa salah Kakak? Aku fikir kakak dateng buat minta maaf sama Sofi. Ternyata aku salah!”

Rena menatap daniel penuh amarah. Tangannya terkepal. Nafasnya tersengal-sengal. Mungkin kalau bisa, Rena ingin memukul Daniel.

​“Sofi, tolong kasih tahu saya. Apa salah saya?” Daniel kembali melihat kearahku. Aku melihat Daniel benar-benar tidak mengerti situasi ini.

​“Saya.. saya nggak punya jawaban, Bos." Aku mengambil gelas didepanku dan meneguk air didalamnya. Aku lelah dengan keributan ini.

Daniel merampas gelas tersebut dan ikut meneguk air yang tersisa sedikit lagi dalam gelas.

​“Ren, Kenapa susah banget jawabnya? Ha!?” Daniel menggertak Rena. Mereka mulai ribut. Aku tidak tahu harus bagaimana.

Aku tidak mungkin jawab, aku dan Rena marah karena dia mengenalkan aku sebagai maidnya.

​“Okey. Kak Di tetep nggak ngerti? Aku kasih tahu. Listen! Kak Di yang terhormat. Seorang pengusaha muda yang sukses.

Aku tahu, kakak bisa sukses diusia muda. Kak Di bersyukurlah mendapatkan itu. Disekeliling kak Di masih banyak orang yang gak seberuntung Kak Di.

Atau mereka bukan nggak beruntung, mereka hanya sedang memperjuangkan keberuntungan.

Mereka bisa aja berhasil sejajar dengan Kak Di, atau bahkan lebih tinggi dari kak Di.Tapi semua itu butuh proses yang gak mudah.

Kak Di pun sama, kan? Dulu Kakak juga berjuang mati-matian untuk berada dititik ini.

Kak, banyak orang yang rela ngelakuin apa aja demi meraih cita-citanya, bahkan bekerja apa aja. Jadi maid sekalipun diusia mudanya.

Maid itu pekerjaan yang sulit, kak. Bahkan tidak haya sulit. Maid adalah pekerjaan yang hina menurut sebagian orang.

Selama Sofi kerja dirumah kakak, aku nggak pernah ngasih tahu teman-teman apa pekerjaan Sofi. Aku ngejaga privasinya, sekaligus perasaanya.

Jikapun harus ada yang bercerita, biar dia sendiri yang cerita ke orang-orang yang menurut dia pantas untuk mendengarnya.

Atau, bercerita nanti ketika dia udah sukses biar bisa jadi motivasi untuk orang lain."

​“Bentar, jadi kalian marah dan tersinggung karena tadi aku ngenalin Sofi sebagai maidku?” Tanya Daniel setelah penjelasan panjang Rena.

​“Iya! Karena kak Di gak punya hak untuk menceritakan privasi orang lain.” Rena melipat tangannya menunjukkan.

​“Okey, cukup. Aku udah capek. Sekarang, aku minta maaf sama kalian. Aku nggak tahu kalau perkataanku bikin kalian sakit hati dan semarah ini.

So, kalau abis ini ada yang nanya Sofi siapa, Kakak harus jawab apa? Kakak harus jawab dia siapa?”

​“Terserah. Yang penting bukan sebagai maid!” Rena menatap mata Daniel tajam.

​“Hah? Kamu lucu!. Ngasih intruksi tanpa solusi.” Ucap Daniel. Aku tetap diam.

​“Kak Di.. Pengusaha muda yang saaangat jenius. Masa gitu aja harus aku ajarin, sih? Kak Di kan bisa bilang Sofi ini temenku, adik kak Di, atau..”

​“Atau apa?” Daniel menatap Rena heran. Aku ikut meliriknya.

​“Apa aja deh, kak. Pinter-pinter kakak aja. Pokoknya jangan pernah bilang Sofi ini maid kakak lagi. Atau, Sofi disini aja sama aku.”

​“Apaan sih, Ren.” Daniel mengerutkan dahinya. “Oke, oke. Kakak gak bakal bilang sama siapa-siapa lagi, kalo Sofi itu maid kakak.”

​“Janji?” Rena mengulurkan tangannya.

​“Janji.” Daniel menyambut tangan Rena. “So, sekarang Sofi udah boleh pulang, kan?” Tanya Daniel.

Rena masih menunjukkan muka cemberut.

​“No.” Jawabnya singkat.

“Kenapa lagi?”

Aku juga tidak tahu kenapa Rena belum mengizinkan aku pulang kerumah Daniel. “Oke, boleh. Tapi, kakak harus kasih tahu aku. Siapa dia?”

“Dia?” Daniel mengernyitkan dahinya bingung.

“Yap. Perempuan tadi di café.” Jelas Rena.

Aku menghela nafas panjang. Bersiap-siap mendengar jawaban Daniel. kenapa Rena menanyakan itu sekarang?

Padahal, baru saja aku menenangkan diri dari ketegangan perdebatan mereka berdua.

“Oh my God. Kenapa kakak harus kasih tahu kamu?”

“Karena aku penasaran.”

“Bukan urusan kamu!.” Daniel bangun dari sofa.

“Kita pulang, Sofi.” Ajak Daniel. Aku hanya mengangguk. Aku menghampiri Rena dan memeluknya.

“Makasih.” Ucapku berbisik. Rena hanya mengangguk dan tersenyum. Senyum Ikhlas dari seorang sahabat yang kusebut malaikat.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Maid Belok Kanan   Mimpikah aku?

    “So beautiful, anak Mamah.” Aku memeluk Mamah Daniel. Aku mencoba menahan air mata yang ingin jatuh. Memeluk mamah Daniel serasa memeluk Ibuku. Aku merasa sedikit damai dalam pelukannya. “Makasih, Mah. Makasih juga udah mau dateng.” Dia melepas pelukanya dan tersenyum sambil menatap mataku. Mata Mamah Daniel berbinar. Terpancar kebahagiaan disana. Ada perasaan kecewa dalam hatiku atas kebahagiaannya. Kecewa, karena Ia bahagia atas pernikahanku yang bukan dengan anaknya. “Mamah pasti dateng sayang. Kan, yang nikah anak Mamah.” Jawab Mamah Daniel teduh. 'Iya. Mamah Daniel bahagia, karena dia menganggapku anaknya. Ah, aku terlalu berlebihan karena kecewa.' “Mas Di nggak dateng?” Dia Kembali melempar senyumnya. “Dateng, dong.. kalau nggak dateng, gimana kamu nikahnya?” Balasnya. Aku mengernyitkan dahiku. Aku memang berharap Daniel bisa datang, tapi kalaupun dia tidak datang, itu tidak akan berpengaruh apa-apa pada pernikahanku. Aku mengangguk, meskipun aku tidak meng

  • Cinta Maid Belok Kanan   Hari Pernikahanku

    Untuk Mas Daniel, Daniel, Satu nama yang terpateri dalam hati ini. Terima kasih karena sempat menjadi warna dalam hidupku. Sampai saat ini, aku masih mencintaimu. Sangat. Meski raga ini sudah tak mampu lagi berlari mengejarmu, tapi hati ini senantiasa merindumu. Semua memang sudah terlambat. Aku tidak bisa melawan takdirku.Tapi tak salah bukan, kalau aku berharap, suatu saat takdir berpihak padaku. Aku masih mengaharapkanmu, mas. Meski secuil saja harap adalah sesuatu yang mustahil. Tapi, bukankah berawal dari kemustahilan mencintai dengan derajat yang berbeda sudah kita lewati? Sekarang, aku hampir menjadi isteri orang, dan kamu masih sendiri. Apakah ini juga akan menjadi mustahil? Ah, entahlah! Kamu terlalu dalam untuk aku keluarkan dari lubuk hatiku. Kamu terlalu berkuasa dalam otakku hingga aku tak mampu melupakanmu. Kalau boleh aku bilang ‘aku benci takdirku’. Tapi itu tidak boleh, kan? Karenanya, aku tidak membencinya. Apapun dan siapapun. Selamat tingg

  • Cinta Maid Belok Kanan   Merayu Daniel

    "I love you, Mas." Aku terisak dibahu Daniel. Bahu yang selalu kuharapkan dapat menopang kepalaku saat aku sedih."Love you too, sayang." Jawab Daniel. Malam ini kami sedang duduk bersama diteras rumah Daniel. Aku ingin menghabiskan malamku bersama Daniel.Orang tua Daniel sedang keluar untuk menemui koleganya.Besok, aku harus kembali menjadi Sofi tunangan Salman. Aku sudah memutuskan untuk melanjutkan pernikahanku atas permintaan Daniel.Daniel memberikan alasan yang masuk akal untuk tidak merebutku dari tangan Salman. Daniel bukan tipikle laki-laki curang dan licik.Dan aku harus bertanggung jawab atas semua keputusan yang kuambil. Sebenarnya, bisa saja waktu itu aku menggagalkan pertunanganku.Tapi aku memilih meresmikan pertunanganku dengan Salman."Mas, udah beberapa hari lagi aku akan nikah sama Salman. Aku akan jadi milik dia Mas." Daniel menatapku. Hatiku sakit melihat mata Daniel yang juga meneteskan air mata."Apapun yg terjadi esok, aku harap kamu akan selalu bahagia sayan

  • Cinta Maid Belok Kanan   Diratukan Keluarga Daniel

    “Ada apa Di?” Samar-amar aku mendengar suara Mamah Daniel.“Sofi sakit, Mah.” Jawab Daniel sambil menggendongku dan berjalan terburu-buru. Daniel membawaku kekamarnya. Kamar Dimana aku meninggalkan Daniel saat dia terbaring lemah.“Kamu nggak apa-apa, sayang?” Tanya Mamah Daniel. wajah yang seiras dengan Daniel inipun sama-sama mengkhawatirkanku. Aku melihat ketulusan mereka menyayangiku.“Nggak apa-apa, Mah. Mamah nggak usah khawatir, yah..” Jawabku menenangkan Mamah Daniel.Aku melihat Daniel yang sedari tadi tidak tenang.“Ini buburnya, Pak.” Maid Daniel mengantarkan mangkuk berisi bubur pada Daniel.“Makasih, Bi.” Daniel meraih mangkuk itu dan menghampiriku. “Makan dulu ya, sayang.” Ucap Daniel. Aku melirik Mamah Daniel. Aku malu Daniel memanggilku sayang didepan Mamahnya. Aku mengangguk dan membuka mulutku saat Daniel menyuapiku. Entah kenapa aku bisa jatuh ketangan Salman, padahal begitu lebarnya jalan untukku masuk kekeluarga Daniel.Aku sangat yakin, ini bukan takdir. Mela

  • Cinta Maid Belok Kanan   Kondisiku Melemah

    ​Seusai meeting, semua staff keluar dari ruang meeting. Aku tidak benar-benar fokus pada meeting hari ini."Rena nggak masuk lagi, Mas?" Tanyaku pada Daniel. Aku tidak melihat Rena sedari pagi. "Begitulah." Jawab Daniel yang masih sibuk memeriksa kertas-kertas laporan hasil meeting. Aku masih duduk terpaku melihat Daniel sambil berfikir keras bagaimana cara menggagalkan penikahanku tanpa menyakiti dan membuat malu pihak manapun. Selain itu juga, aku teringat bagaimana kemarahan Ayah Salman dan ancamannya terhadapku semalam. Aku takut. Tanganku mulai gematar lagi.Dari semalam aku belum makan. Aku letih memikirkan semuanya.​“Sofi.” Daniel menoleh kearahku lalu memanggilku. Aku mencoba menahan semua rasa sakit. “Heii.. kamu kenapa, sayang?” Daniel menghampiriku.Terlihat wajah Daniel nampak khawatir melihat kondisiku. Aku tidak bisa menyembunyikan kondisiku yang lemah. Tapi aku masih berusaha kuat. “Kita pulang, ya.” "Aku nggak apa-apa, Mas. Aku cuma terlalu panik menghadapi semuany

  • Cinta Maid Belok Kanan   Menemukan Titik Terang

    Daniel menghampiriku dan memberikan kotak kecil yang ia ambil dimeja kerjanya. “Buka.” Pinta Daniel. Aku mengambil kotak tersebut dan membukanya. Ada cincin cantik dengan permata hitam diatasnya. Warna favorite kami. “Apa ini?” Tanyaku masih bingung. “Cincin. Cincin ini aku beli buat aku kasih kekamu untuk menyatakan perasaanku sama kamu. Waktu itu, Rena masuk keruangan ini dan dia liat cincin ini. Aku bilang, kalau aku mau melamar kamu. Tapi dia nggak ngizinin aku dengan alasan, kalau kamu nggak suka sama aku. Dia bilang, kamu cinta sama Salman. Dan hampir bertunangan sama dia.” Mataku terbelalak mendengar penjelasan Daniel. sebelumnya, aku sudah bisa menebak, bahwa Rena adalah dalangnya. Tapi aku tidak menyangka, sejauh ini dia menipu kami. “Oke, satu lagi yang masih jadi teka teki dan sampai sekarang Mas belum ngasih tahu aku. Mas inget kan, waktu aku masih kerja dirumah Mas sebagai maid? Waktu itu Mas pergi ke Turki. Dan sepulang Mas dari Turki, Mas marah dan nuduh

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status