Home / Romansa / Cinta Pengganti / 5. Empat Mata

Share

5. Empat Mata

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2023-06-13 11:20:04

Gilang tidak punya jalan keluar, selain kembali ke rencana awal. Jika dibandingkan dengan Kiya, jelas saja papanya itu lebih percaya pada wanita itu daripada Gilang sendiri. Ulah Gilang selama inilah, yang membuat seluruh kepercayaan Adi hilang kepadanya. Karena itulah, Gilang butuh orang seperti Kiya untuk meyakinkan Adi, dirinya saat ini sudah berubah dan bisa diberi kepercayaan untuk masuk ke jajaran direksi Jurnal.

“Kalau suka, dilamar, Jangan tunggu jadi CEO, baru dinikahin.”

Gilang sontak membeku beberapa saat. Lamunannya tentang Kiya menguap detik itu juga. Kemudian, ia menoleh pelan pada Elok yang tersenyum, dengan pandangan yang tertuju ke halaman rumah. Apa kakaknya tahu mengenai perjanjian yang telah disepakatinya dengan Kiya? Atau, hal tersebut hanyalah sindiran semata, tanpa ada maksud apa-apa.

Lantas, Gilang pun terkekeh hambar untuk menanggapi ucapan Elok tersebut. “Lagi ngomongin siapa, Mbak?” tanyanya pura-pura tidak tahu.

“Kamu, sama Kiya?” todong Elok tanpa ingin berbelok-belok. Ia sedikit memutar posisi duduknya, lalu mengusap perut yang sudah membesar. “Kiya itu pekerja keras, dia jujur, dan … overall dia itu baik. Nggak neko-neko anaknya.”

Don’t judge a book only by its cover, Mbak.”

“Aku nggak lagi ngejudge Kiya.” Elok menoleh tanpa mengulas senyum. “Aku kenal sama Kiya itu nggak setahun dua tahun, Lang. Lebih dari itu, sampai aku sama papa bisa percaya 100 persen sama dia.”

“Itu karena kita banyak uang.” Gilang memberi senyum miring pada Elok. “Coba kalau kita bukan siapa-siapa, memangnya dia mau seloyal itu sama kita? Bullshitlah, Mbak.”

“Kamu ini kenapa, sih, Lang?” Elok jadi bingung sendiri. Bila ada surat perjanjian antara Gilang dan Kiya akan menikah, mengapa sikap adiknya itu terkesan tidak peduli. Sebenarnya, apa yang mendasari hingga surat perjanjian itu dibuat? “Kenapa bawaannya sensi terus sama Kiya?”

Gilang bersedekap. Menghela panjang karena tidak bisa menjawab pertanyaan Elok dengan pasti. “Dia itu nggak tulus, Mbak. Di matanya cuma ada uang, uang dan uang.”

Elok semakin bingung. Yang ia tahu, Kiya bukanlah seorang gadis matre, yang selalu mementingkan uang di atas segalanya. Namun, mengapa pandangan Gilang justru seperti itu?

“Lang—”

“Nggak tahulah, Mbak.” Gilang berdiri dan berniat masuk ke dalam rumah. Namun, sebelum ia melangkah, Gilang menatap Elok dan kembali menghela. “Mulai besok, tolong ajari aku semua hal tentang Jurnal. Terutama masalah yang sering ada di direksi. So, jadikan aku asistenmu mulai besok.”

Kedua alis Elok hampir tertaut mendengar perkataan Gilang. Hampir tidak percaya bila sang adik bisa tiba-tiba berubah dan memiliki niat serius untuk memegang Jurnal. “Serius?”

“Yaiyalah.”

“Terus Kiya?”

“Dia …” Gilang menoleh sejenak pada gadis yang baru saja ditanyakan Elok. “Terserah. Aku sudah nggak butuh dia lagi.”

“Lang, wait, kenapa—”

“Aku ke dalam dulu, Mbak,” kata Gilang memotong ucapan Elok karena tidak ingin lagi meneruskan pembicaraan mereka. Sudah cukup rasanya bekerja dengan Kiya selama beberapa bulan ini, dan Gilang hampir bisa meraih kepercayaan Adi. Jadi, Gilang rasa ia tidak lagi membutuhkan Kiya. “Biar aku panggilkan mas Lex.”

“Aku sudah di sini,” ucap Lex baru saja berhenti di belakang kursi Elok.

Gilang tersenyum. Ikut senang karena melihat Elok yang kembali ceria dan dipenuhi kebahagiaan. “Dicariin dari tadi, Mas.”

Gilang segera berlalu, sembari menepuk pelan pundak kakak iparnya. Namun, langkahnya terhenti di tangga teras saat melihat Adi baru saja keluar dari rumah.

“Mau ke mana, Lang?” Adi terus saja berjalan dan berhenti di depan putranya. Beberapa bulan belakangan ini, Gilang memang menunjukkan kemajuan yang pesat. Putranya itu lebih fokus dengan masalah perusahaan, dan sudah tidak pernah lagi pergi ke luar untuk bersenang-senang, sampai tidak pernah pulang ke rumah seperti dulu.

“Aaa, nggak ada,” ucap Gilang tiba-tiba tidak bisa berpikir apapun. “Cuma mau ke dalam.”

“Ngapain di dalam.” Adi membalik tubuh Gilang lalu merangkulnya. Mengajak kembali ke halaman rumah, untuk berbaur dalam pesta gender reveal sederhana yang diadakan Elok. “Nggak ada orang.”

Gilang tidak dapat mengelak. Ia kembali ke tempat semua, lalu duduk melihat jalannya acara sembari terus menatap Kiya. Sejak Gilang mengetahui status gadis itu yang sebenarnya, ia semakin menjaga jarak. Lebih banyak diam, dan hanya bicara ketika membahas masalah pekerjaan saja.

Gilang akui, Kiya memang menguasai hampir semua lingkup pekerjaan Elok. Gadis itu sangat profesional, dan fokusnya tidak pernah terpecah sama sekali. Namun, kebohongan Kiyalah yang membuat Gilang tidak bisa bersikap ramah seperti dahulu kala.

~~~~

“Mau bicara apa, Lang?”

Setelah pesta sederhana Elok digelar, Gilang meminta waktu untuk bicara empat mata dengan Adi di ruang kerja. Melihat wajah serius putranya, maka Adi menghilangkan senyum yang sejak tadi menghiasi wajahnya.  

“Aku sudah siap masuk lagi ke Jurnal.” Gilang berujar penuh percaya diri, agar Adi juga bisa yakin dengan dirinya.

“Panggilkan Kiya, kalau begitu,” pinta Adi.

Gilang sedikit terkesiap. Mengapa Adi harus memanggil Kiya? Sementara pembahasan mereka hanya perlu diputuskan oleh Adi seorang?

“Kenapa?”

“Papa mau dengar sendiri dari Kiya, apa kamu betul-betul siap terjun ke Jurnal, atau cuma …” Adi mengangkat kedua bahunya sekilas. “Sebenarnya, bagaimana hubunganmu dengan Kiya, Lang? Kenapa nggak ada kemajuan? Katanya kalian dekat, tapi, kenapa kelihatan berjarak? Kalian putus?”

Gilang mengerjap pelan. Di mata papanya, Gilang dan Kiya memang menyatakan kedekatannya, sesuai dengan surat perjanjian yang pernah dibuat. Gilang ingin membuktikan, bahwa ia tidak lagi main perempuan dan bisa setia pada satu gadis saja, yakni Kiya. Di samping itu, Gilang juga sudah menunjukkan keseriusannya dalam memahami seluk beluk pekerjaan Elok dari Kiya selama ini.

Namun, Gilang rasa sudah cukup untuk semuanya. Ia ingin terjun langsung ke dalam Jurnal, dan menghadapi kenyataan yang sebenarnya.

“Setelah dijalani … sepertinya kita lebih cocok jadi partner kerja.” Satu kebohongan, pasti akan ditutup dengan kebohongan lainnya. Itulah yang sedang Gilang perbuat saat ini, untuk meyakinkan Adi.

“Itu karena kalian nggak pernah … jalan berdua.” Haruskah Adi turun tangan kembali, untuk menyatukan Gilang dan Kiya? Seperti halnya dengan putrinya dan Lex? “Kalian berdua itu selalu ketemu di rumah, dan cuma ngurusin pekerjaan. Pergilah keluar sekali-kali, bawa Kiya.”

Setelah kecelakaan, Gilang hampir tidak pernah keluar rumah dalam waktu yang lama. Sangat berbeda dengan Gilang dahulu kala. Yang terkadang tidak akan pulang ke rumah, bila Dianti tidak menelepon dan memintanya untuk pulang.  

“Aku lebih suka ada di rumah.” Dengan kondisi Gilang yang sudah tidak sempurna ketika melangkah, ia tidak punya kepercayaan diri bila harus tebar pesona seperti dahulu kala. Gilang lebih suka mengkoordinir event organizernya dari balik meja, tanpa harus ikut turun ke lapangan. Kecuali, untuk menemui sponsor-sponsor besar, barulah Gilang langsung turun tangan. Itu pun, Gilang akan segera pulang ke rumah bila semua sudah selesai.

“Lang, Papa tahu kamu itu lebih ahli merayu perempuan daripada Papa.” Entah sudah berapa banyak wanita yang dikencani oleh Gilang dahulu kala. Adi sampai sudah tutup telinga, bila mendengar berbagai macam gosip tentang putranya itu. “Jadi, ajaklah Kiya makan malam dan bicarakan lagi hubungan kalian dengan situasi yang berbeda.”

“Pa, bisa kita nggak bicara tentang Kiya?” Gilang harus mengalihkan topik pembicaraan sesegera mungkin. “Aku mau masuk ke Jurnal lagi.”

Adi mengangguk paham dengan keseriusan putranya. “Oke, keluar dan panggilkan Kiya lebih dulu. Papa mau bicara empat mata sama dia.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Iin Rahayu
penasaran sama suaminya kiya
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
Niatnya Gilang mw mendepak Kiya, eh papanya malah percaya penuh sama Kiya.
goodnovel comment avatar
Ari_82
Gilang jadi temprament ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta Pengganti   Cinta Pengganti ~ 70

    Setelah melalui minggu-minggu yang cukup berat dan melelahkan, akhirnya hari itu datang juga. Hari di mana kemampuan Gilang akhirnya diakui oleh seluruh dewan direksi dan komisaris Jurnal. Sehingga, hasil Rapat Umum Pemegang Saham akhirnya mengeluarkan satu keputusan, yang benar-benar mengubah hidup Gilang sepenuhnya. CEO. Akhirnya, impian Gilang untuk memegang kendali atas Jurnal terwujud sudah. Meskipun tidak mudah, tetapi semua cobaan yang sudah dilaluinya berakhir sepadan dengan hasil yang diterima. “Bunda ke mana, Ta?” Saat memasuki ruang makan, Gilang hanya menemukan Duta tengah sarapan seorang diri. Biasanya, akan ada Kiya menemani karena hanya Duta saja yang sarapan di pagi hari sebelum berangkat sekolah. “Bunda?” Duta menoleh pada Gilang yang menatap ke area dapur. “Emang nggak ada di kamar Papa?” “Papa kira sama kamu?” Tidak melihat istrinya ada di dapur, Gilang lantas menatap Duta yang sudah terlihat rapi dengan seragam batiknya. “Bunda tadi nyuruh sarapan duluan,” ter

  • Cinta Pengganti   Cinta Pengganti ~ 69

    “O!” Suara kecil nan lembut dari Rezky, membuat Gilang yang baru saja menarik kursi di meja makan menoleh. Ia segera berjongkok, lalu melebarkan kedua tangan untuk menyambut bocah yang kini berlari ke arahnya. Saat Rezky sudah berada di pelukan, Gilang berdiri perlahan sembari menggendong keponakannya itu. “Om, bukan O,” ralat Gilang hanya bisa terkekeh bila mendengar panggilan yang disematkan Rezky untuknya. Padahal, Gilang sudah berkali-kali meralat dan mengajari Rezky agar memanggilnya dengan benar, tetapi tetap saja, keponakannya itu memanggilnya dengan kata “O”. Bertemu dengan Rezky hampir setiap hari, setidaknya bisa mengobati kerinduan Gilang akan kehadiran seorang anak. Namun, Tuhan masih berkata lain dan belum menjawab semua doa-doanya. Selama ini, Kiya belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan, padahal mereka sudah melakukan usaha semaksimal mungkin. “Mama ke mana Sayang?” tanya Kiya yang segera berdiri. Ia memundurkan lagi kursi Gilang, agar sang suami bisa duduk dengan

  • Cinta Pengganti   Cinta Pengganti ~ 68

    “Makanya kalau istrinya ngomong itu didengerin, Mas.” Kiya segera menyusul Gilang yang baru saja keluar dari kamar mandi, lalu berjalan menuju walk in closet. Mereka berdua bangun kesiangan, karena melakukan berbagai hal hingga larut malam.Padahal, pagi-pagi sekali Gilang akan pergi ke luar kota bersama Adi dan Elok untuk menghadiri sebuah undangan formal. Namun, akibat tidak mau mendengarkan Kiya, alhasil mereka harus terburu-buru melakukan segala sesuatunya.“Untung Duta lagi libur, jadi aku nggak bingung ke sana kemari.” Karena asisten rumah tangga mereka tahu sang majikan hendak pergi ke luar kota pagi-pagi sekali, maka sarapan pagi sudah siap lebih awal. Selagi Gilang di kamar mandi, Kiya pun bergegas ke dapur dan mengambilkan sarapan untuk dibawa ke kamar. “Aaak.”Gilang dengan segera menyambar satu suapan nasi goreng seafood, yang baru disodorkan Kiya ke mulutnya. Sembari memakai pakaiannya satu per satu.“Tarik napas, Bun.” Meskipun mereka kesiangan, tetapi Gilang tidak sepan

  • Cinta Pengganti   Cinta Pengganti ~ 67

    “Mas.” Kiya mempercepat mendorong trolley belanjaan, sembari memindahkan ponselnya ke telinga sebelah kiri. Berjalan terburu, ketika melihat seseorang yang baru saja melewati ujung lorong di hadapannya. “Telponnya aku tutup dulu, biar cepat belanjanya. Nanti aku telpon lagi kalau sudah sampe di rumah bunda.” Setelah Gilang mengiyakan dari ujung sana, Kiya langsung mengakhiri pembicaraan tersebut. Ia segera menyusul seseorang yang sempat dilihatnya agar tidak kehilangan jejak. “Tante …” Kiya melepas trolley belanjaannya, agar bisa lebih leluasa menghampiri wanita tersebut. Kiya berhenti di samping trolley belanjaan wanita itu, lalu menelan ludah saat melihat tatapan terkejut nan tajam yang diarahkan padanya. “Tante Amel, bisa kita bicara sebentar?” “Pergi, atau mau saya panggilkan satpam?” Amel mengeratkan pegangannya pada trolley belanjaan. “Tante, sepuluh menit.” Kiya memohon dengan sangat, karena mungkin hanya ini satu-satunya kesempatan yang bisa didapatnya agar bisa bicara deng

  • Cinta Pengganti   Cinta Pengganti ~ 66

    Gilang menghela panjang, saat menatap pantulan dirinya di dinding kaca. Tidak ada yang berubah. Penampilannya sama saja seperti hari-hari sebelumnya. Namun, hari ini adalah hari pertama Elok kembali ke Jurnal dan Gilang akan menghadapi Adi, juga kakak perempuannya sekaligus ketika bekerja.Menghadapi Adi saja, sudah membuat kepala Gilang pusing tujuh keliling. Sekarang, ditambah dengan kembalinya Elok di dalam tim direksi. Bisa-bisa, kepala Gilang langsung berasap seketika, bila kedua orang itu memberinya setumpuk tugas dan pelajaran sekaligus.“Harusnya, cuti bersalin itu diperpanjang jadi 6 bulan.” Gilang kembali menghela napas dan membenarkan dasi yang masih terlihat rapi. “Tiga bulan itu nggak berasa. Kayaknya baru kemaren mbak Elok itu lahiran, tapi, hari ini tahu-tahu sudah masuk. Coba kalau aku jadi presidennya, aku langsung minta—”“Mas, jadi CEO aja dulu.” Kiya ingin tertawa, tetapi ia tahan. “Nanti kalau sudah jadi CEO, baru kita pikirin cara untuk jadi presiden.”Gilang mel

  • Cinta Pengganti   Cinta Pengganti ~ 65

    “Sudah minum pilmu, Bun?” Gilang mengingatkan, ketika jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ia baru masuk ke kamar, setelah berdiskusi panjang lebar dengan Adi di ruang kerja. Setelah berbicara dengan Garry siang tadi, Kiya tampak tidak ceria seperti biasanya. Akibat pembicaraan tersebut, Kiya lebih banyak termenung dan memikirkan tentang perkataan Garry. “Sudah.” Kiya menyingkap selimut yang dipakainya, ketika Garry menghampiri tempat tidur. Hati Kiya memang terasa lega ketika sudah mengetahui semua hal yang terjadi di masa lalu. Namun, ia merasa miris karena semua hal buruk yang terjadi selama ini adalah ulah ayahnya sendiri. Dengan begini, Kiya akhirnya menyadari perasaan Garry pada dirinya ternyata tidak pernah lekang oleh waktu. Dalam diamnya, Garry terus berusaha keras mencari jalan agar keluarga kecil mereka bisa bersatu kembali. Namun, di saat hal itu hampir terwujud, takdir akhirnya berkata lain. Bahkan, sebenarnya Kiya sudah bisa “move on” lebih dulu daripada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status