Ini benar-benar membuat ku gila , entah berapa lama aku tertidur dan kenapa ibu tidak membangunkan aku sih. Aku langsung berlari ke kamar mandi , membasuh muka dan menyiram tubuhku seadanya lalu berpakaian seadanya pula. Aku berlari turun ke ruang makan sambil berteriak
“Bu, Kenapa nggak bangunin aku sih” Ibu yang lagi berada di dapur tetap fokus dengan kesibukannya tanpa menengok sedikitpun
“Kamu mengunci pintu kamarmu, ketukan kencang di pintu seribu kali pun nggak akan bisa membangunkan mu.” Jawab ibu membela diri
“Aku telat nih berangkat kursus nya.” Jawabku menggerutu
“Sana minta antar kakakmu , mumpung dia barusan datang.”
Ibu benar-benar seperti cenayang , karena benar aja seketika aku mendengar suara pintu depan terbuka, rupanya kakak lelaki ku satu-satu nya barusan pulang tapi ternyata dia tidak sendiri. Ada cowok tinggi dengan rambut ikal di samping nya yang tentu saja tidak asing bagiku , dia Lendra siapa lagi. Kakak ku memang cukup dekat dengan nya , selain mereka adalah teman main band tapi bisa di bilang mereka cocok satu sama lain. Jarak usia antara aku dan kakak ku hanya terpaut satu tahun jadi wajar saja kalau kakak bisa akrab dengan Lendra yang seumuran dengan ku , apalagi dulu rumah kita berdekatan sebelum Ibu Lendra menikah lagi setelah bercerai dengan ayah nya dan membawa Lendra pindah untuk tinggal bersama dengan suami barunya. Mungkin alasan Lendra masuk ke sekolahku juga karena ada kakak yang sekolah disana , sepertinya biar mereka bisa terus main band bareng. Padahal jarak rumahnya dengan sekolah cukup jauh , kalau naik angkot dia harus ganti angkot 2 kali untuk sampai sekolah , tapi ga masalah sih karena dia bawa motor sendiri.
“kakak, bisa tolong antar aku ke tempat kursus ?” tanyaku padanya
“tempat kursus mu kan nggak jauh jalan aja kan bisa, biasanya juga gitu kan” Jawabnya sambil melepas sepatu lalu menaruhnya di rak sepatu yang ada di samping pintu depan rumah kami.
“Aku kesorean nih , bisa telat.” Pintaku memelas
“larilah.” Jawabnya singkat , terkadang punya kakak lelaki memang tak ada gunanya , pikirku pilu.
“Boleh aku yang antar , bolehkan kak Juna ?” tanya Lendra pada kaka ku
“baiklah , tapi jangan lama-lama , masih ada yang harus kita kerjakan” jawab kakak ku “dan juga , titip jaga adikku” sambungnya. Seolah dia menjadi kakak yang bertanggung jawab saja , padahal bisa saja dia yang pergi mengantarku kan.
“kenapa kamu menatap kakak mu seperti itu.” Tanyanya padaku , seolah tau apa yang aku pikirkan
“apa!?” jawabku sambil melirik sinis ke arahnya
Sebenarnya kakak ku terkadang bisa menjadi kakak yang begitu baik dan pengertian , tapi ada kalanya juga bisa begitu menyebalkan seperti sekarang ini. Tidak seperti aku yang bertubuh kecil dan berisi , kakak ku bertubuh tinggi dan kurus dengan kulit sawo matang. Tangan nya cukup panjang dan lentik jika dibandingkan dengan tangan cowok pada umumnya , itu cukup menunjangnya dalam bermain keyboard. Kakak ku cukup populer di kalangan cewek-cewek , beberapa teman di kelas saja ada yang bilang kalau dia lumayan mungkin juga karena dia bisa bermain alat musik , tapi sebenarnya tidak pernah sekalipun aku mendengar bagaimana band kakakku waktu latihan. Kakak , Lendra dan 2 temannya lagi sudah sekitar 3 tahun ini aktif latihan main band , aku tidak tahu apakah mereka serius dengan ini atau cuma sekedar menyalurkan hobby saja. Pernah sekali aku mengikuti mereka ke tempat latihan hanya ingin melihat bagaimana permainan mereka , tapi kakak langsung saja mengusirku begitu melihatku , jadi itu untuk pertama dan terakhir kalinya aku mencoba melihat mereka main band.
“malam tante, aku pergi antar Ayana ke tempat kursus dulu ya.” Sapa lendra pada ibuku
“iya , maaf ya nak Lendra , padahal barusan datang tapi sudah direpotkan begini.” Jawab ibu ku dari arah ruang makan.
Rumah kami bukanlah rumah yang besar tapi cukup nyaman untuk ditinggali 4 orang anggota keluarga , di lantai bawah begitu membuka pintu depan kamu bisa langsung melihat ada ruang tamu kecil yang merangkap sebagai ruang keluarga dan ada kamar mandi yang biasanya digunakan untuk tamu yang datang mampir sebentar jika membutuhkannya , ada TV LED 32inc tergantung dengan meja kecil di bawahnya , meja kecil berisi buku-buku bacaan ayah kami. Di ruangan berikutnya ada ruang makan yang bisa langsung terlihat dari arah ruang tamu , ruang makan hanya berisi 1 meja berbentuk persegi terbuat dari kayu jati lengkap dengan 4 kursi yang juga terbuat dari kayu jati asli. Di samping meja makan kamu bisa langsung melihat dapur kecil tempat ibu menyiapkan makanan kami , selain kompor dan meja panjang untuk meracik masakan yang langsung bersebelahan dengan wastafell , ada juga kulkas 2 pintu di samping wastafel. Dan ada pintu ke 2 yang langsung mengarah ke garasi kecil kami. Selain halaman penuh bunga di depan rumah dan garasi di sampingnya kami juga punya halaman belakang yang ditanami beberapa sayuran organik dan rempah-rempah. Ibu kami cukup telaten dalam hal berkebun , bisa dibilang sebagai kesibukan di rumah dan juga hobby beliau. Di halaman belakang juga terdapat tangga besi untuk naik ke lantai 2 , tidak ada yang spesial di lantai 2 selain hanya ada 3 kamar kecil yaitu milik orang tua kami , kakak , dan juga aku , lalu ada kamar mandi juga yang biasanya kami gunakan bergantian.
“Tidak apa-apa tante, saya tidak merasa direpotkan sama sekali.” Jawab Lendra kepada ibu ku
“Baiklah kalau begitu, terima kasih ya Lendra.”
“iya tante.” Jawab Lendra sambil tersenyum “kita berangkat sekarang ?” Tanya nya kepadaku kemudian
“kamu bawa motor sendiri ?” jawabku dengan pertanyaan , dan di jawabnya dengan nggukan tanda mengiyakan “baiklah, ayo pergi sebelum semakin terlambat.” Kataku sambil melangkah maju membukakan pintu untuk kami.
***
Karena sudah hampir jam 6 malam , langit pun hanya menyisakan sedikit cahaya matahari , Lendra langsung menuju ke arah motor nya yang terparkir rapi di samping motor kakak ku , setelah mengenakan helm dia mulai menyalakan motornya dan tanpa di komando , aku pun langsung memasang helm ku lalu naik ke motor nya. Mungkin karena dia terburu-buru menarik gas di sepeda motor nya sebab ketika kita mulai berjalan aku kaget hingga tanpa bisa kutolak tubuhku terdorong ke depan sehingga membuat kedua tanganku tanpa sadar memeluk pinggangnya , meskipun agak canggung aku benar-benar tidak berani melepaskan pelukan ku karena takut terjatuh. Beruntung aku tidak terlambat hari ini, gedung tempat kursus ku memang tidak begitu jauh dari rumah tapi juga tidak dekat, bisa dibilang jarak yang nanggung , jika harus naik
Karena kesiangan, pagi ini aku gagal bertemu dengan kak Bima , beberapa ini keadaan cukup tenang entah kenapa Sabrina juga tidak pernah lagi bertanya-tanya lagi tentang orang yang dekat dengan ku. Hanya saja setiap kita makan siang bersama atau lagi ngobrol bersama sebisa mungkin aku tidak melihat handphone untuk membalas chat dengan kak Bima karena jika begitu , mereka pasti akan ricuh lagi. Aku juga sudah menceritakan ke kak Bima tentang bagaimana penasarannya teman-teman ku padanya , dia hanya tertawa dan menawarkan akan mentraktir kami suatu saat nanti. Kak Bima benar-benar baik, bagaimana dia bisa terpikir akan mentraktir kami , hati ku selalu senang dan tanpa sadar mulutku mengambang menjadi sebuah senyuman ketika memikirkannya. “lagi-lagi kamu melamun sambil tersenyum sendiri.” Kata Sabrina menyadarkanku “segitu bahagianya ya.” Katanya lagi sambil menaruh nampan berisi
Berbelanja bersama mereka memang selalu menyenangkan, sepulang sekolah sekitar jam 6 sore kami janjian bertemu di department store terdekat. Setelah berkeliling dengan beberapa kericuhan seperti biasanya akhirnya kami sepakan menentukan pakaian apa yang cocok untuk ku kenakan besok. Baju terusan sepanjang lutut berwarna merah muda dan putih , dengan lengan yang memperlihatkan sedikit bahu jika dikenakan , menurut mereka aku akan terlihat manis memakainya. Sekarang kami sedang duduk di sebuah café di pinggir jalan , sepertinya café ini memang cukup populer karena instagramable dan karena ini hari jum’at malam suasana di café pun sedikit lebih rame dari biasanya kurasa. Karena kami bertiga jadi kami memilih untuk duduk di meja dengan 4 kursi saling berhadapan, sebenar nya Sabrina
Hari telah berganti, pagi ini begitu cerah , matahari tanpa tertutup awan terasa begitu hangat , aku bangun pagi-pagi sekali dengan begitu bersemangat. Kucuci muka ku tiga kali , ku gosok gigiku dua kali dan tidak lupa kumur dengan penyegar agar nafasku benar- benar fresh , kucuci rambutku tiga kali , bahkan Ayah memuji betapa wanginya aku ketika baru keluar dari kamar mandi. Setelah ku keringkan rambutku , ku keriting rambutku sehingga membuat rambutku yang lurus sedikit bergelombang. Kukenakan make up tipis dengan lipstik berwarna merah muda lalu kukenakan baju baru yang baru saja ku setrika dengan rapi. Setelah kusemprotkan perfume , sekali lagi kupandangi cermin dengan pantulan bayangan ku di dalam kamar , kupikir penampilan ku kali ini sudah cukup lumayan , atau malah berlebihan , aku takut jika dianggap terlalu berlebihan jadi aku coba video call Lendra setidaknya dia teman cowok ku satu-satu nya yang mungkin
Kak bima membukakan pintu untuk ku dan membiarkan aku masuk terlebih dahulu , lalu kami memilih meja dengan empat kursi. Kak Bima juga menarik kursi untuk ku sehingga aku bisa duduk dengan nyaman sebelum dia memilih untuk duduk di kursi yang berada tepat di hadapan ku. Aku mulai membuka menu yang berada di atas meja waktu seorang pelayan datang sambil memberikan segelas air putih kepada kami. “kamu mau pesan apa?” Tanya kak Bima padaku “Ehm , kamu bilang suka spaghetti kan.” “Iya kak aku suka.” “Baiklah, pesanlah itu , lalu kamu juga suka es krim ?” Tanya nya lagi , kali ini aku menjawab dengan anggukan dan senyuman paling manis yang pernah aku tunjukan “Oke , kamu imut sekali.” Kata nya kemudian membuat ku makin berdebar “Permisi, kami mau pesan Spaghetti Saus Tomat , Linguine
Sudah seminggu sejak kencan terakhir kami dan sampai sekarang aku sama sekali belum bertemu dengan kak Bima. Dia susah dihubungi dan sudah 3 hari ini tidak masuk sekolah sedangkan aku tidak tahu dimana rumahnya , membuatku makin mengkhawatirkannya. Siang ini pun aku sengaja datang ke lapangan basket tempat dia biasa Latihan dan aku sama sekali tidak melihatnya. “Kamu ngapain?” terdengar suara Karin menyadarkan lamunanku “Aku ga bisa menemukan kak Bima , bahkan disini dia nggak ada.” “udah kamu hubungi hp nya ?” “Hp nya mati , membuatku khawatir , 3 hari ini dia ga masuk sekolah katanya ada urusan , tapi aku ga tahu urusan apa itu.” Jawabku sambil melihat ke Hp yang ada di genggaman ku
Sudah beberapa hari ini sejak kejadian waktu itu setiap pagi aku tidak lagi bertemu dengan kak Bima , aku masih memikirkan tentang bagaimana hubungan mereka sebenarnya tapi tetap saja tidak berani bertanya pada mereka. Mungkin , karena aku takut jika ternyata mereka punya hubungan spesial yang tidak aku ketahui atau bisa juga karena aku memang seorang pengecut dan memilih untuk memendamnya sendiri , meskipun ini terasa tidak benar. Aku merasa malas dan tidak bertenaga untuk ke sekolah tapi meskipun begitu mungkin karena sudah terbiasa aku tetap datang sepagi ini. Ruangan kelas masih setengah kosong waktu aku datang tapi kulihat sudah ada Karin dan Sabrina disana , sepertinya mereka lagi ngobrolin hal yang serius karena mereka ga sadar aku datang. “jadi sampai sekarang kam
Meskipun aku setuju dengan yang dikatakan Lendra , tapi aku masih belum mengajak karin berbicara sepatah kata pun saat ini. Sabrina yang ada di tengah-tengah kami dalam posisi yang sulit , dia bahkan tidak berani mengalihkan pandangannya dari papan tulis dan pak guru yang sedang mengajar , bisa kukatakan terlihat bukan dia yang sebenarnya. “Baiklah , untuk tugas biologi kali ini kita lakukan kerja kelompok ya , silahkan tentukan kelompok masing-masing , bekerjasamalah , bapak ga pengen ada yang cuma dompleng nama , mengerti.” Kata pak guru “Iyaa pak … “ jawab kami serempak “Aya, kita sekelompok yah.” Kata Sabrina sambil memutar badannya menghadapku “Oke.” Jawabku singkat “Karin , kamu mau gabung sama kami ?” Tanya ku kemudia