“Mas, jangan!” Nisa memelas, wajahnya pias penuh ketakutan jika ketahuan orang lain, pasrah, Nisa sama sekali tidak menghentikan tangan kekar milik Dani, yang kini sudah menjalar pada balik baju Nisa sehingga menjadikan wanita itu melenguh, dan sebuah desahan lepas dari mulutnya. “Aahh.”
“Lembut sekali, sayang,” ucapnya berkomentar ketika tangannya itu sudah meremas lembut dada Nisa, yang posisi wanita itu ada di jok belakang, merebahkan dirinya, sedangkan Dani, ada di jok depan, tanpa menatap atau mengarah kepada Nisa, Dani juga menikmati aksinya dengan tangan menjulur ke belakang. Meski Nisa menolak apa yang dilakukan oleh Dani saat ini, akan tetapi ia tetap menikmatinya, terlebih memang ini adalah pertama kalinya bagi Nisa disentuh bagian tubuhnya dengan langsung. Ternyata rasanya sangat menggairahkan, bahkan nafsunya memberontak, menuntut untuk terus disentuh lagi, dan lagi. Wanita lugu itu merasakan sensasi yang begitu mendebarkan, bahkan menjadikan dirinya“Ihh apaan sih, Mas? Mana mungkin aku suka sama Pak Andri, astaga! Dia lebih pantas menjadi bapakku dari pada pasangan.” Nisa menolak tuduhan Dani bersungut-sungut, bahkan kini membuat lelaki itu cekikikan.Dani memang suka sekali membuat Nisa seperti itu, menggodanya, dan bersifat manja kepadanya, itu artinya ia telah berhasil menjadikan Nisa takluk dalam kungkungannya, bukankah memang demikian adanya, bahwa seorang wanita akan nampak lebih manja kepada lelaki yang sudah membuatnya nyaman?“Dasar! Malah ketawa lagi!” ucap Nisa lagi, di antara malam yang semakin larut saja."Lagi pula kenapa juga sih sampai bertanya begitu sama aku? Memangnya kamu tadi ketemu sama orang yang kegeeran tersebut?” tanya Nisa lagi penasaran.“Iya, tadi ketemu di warung kopi sebrang jalan sana! Kayaknya dia suka sama kamu, Nis! Bahkan dia begitu percaya diri, mengira kamu pun ada rasa juga kepadanya,” jawab Dani lagi menjelaskan dengan detail.Berbeda dengan Nisa yang kini
“Duh, sayang, jangan parno begitu dong! Iya, kemarin malam aku mimpiin kamu di sana karena saking kangennya, makanya aku ketika datang ke rumah, udah gak tahan lagi ingin minta jatah sama kamu, he he he.” Dani mencoba menjelaskan.Akan tetapi Rika masih memasang wajah menyelidik, seolah ia tidak begitu saja percaya kepada ucapan suaminya itu.“Serius, sayang! sumpah deh, kemarin malam itu aku mimpiin kamu!” Dani menegaskan lagi agar istrinya percaya.“Ayo dong, sayang! aku udah gak kuat nih, pengin dipuasin sama kamu di ranjang, apa kamu gak kangen gitu dengan punyaku yang besar dan perkasa ini?” Dani menggoda Rika, yang memang alat kelelakiannya itu cukup besar dan panjang, menyesuaikan dengan postur tubuh yang tinggi dan pola hidup sehat dengan olah raga.“Aku juga udah kangen dengan service kamu yang selalu bisa membuatku puas, merem melek.” Dani tak habis-habisnya merayu Rika agar lelaki itu mendapat kepuasan seks yang kemarin malam terangsang oleh Nisa.
“Kamu kenapa sih, sayang? tiba-tiba jadi merajuk begini?” tanya Dani tak mengerti dengan apa yang terjadi kepada istrinya, tiba-tiba saja Rika marah kembali ketika menjemput Dani di sekolah, bahkan rencana untuk makan siang di luar pun batal.Rika masih memalingkan wajah dari suaminya itu, tanpa berkata sekali pun, padahal baru saja ia luluh dua hari lalu, setelah diberikan hadiah gelang emas sebagai kado ulang tahunnya.“Kalau kamu hanya diam saja seperti itu, mana aku tahu alasannya, ayo dong, sayang, cerita, dan beritahu aku kenapa kamu malah marah tiba-tiba saja begini? Padahal aku sama sekali tidak membuat salah kepada kamu, bukan?” Dani masih saja bersungut-sungut, belum tahu apa yang menjadikan istrinya marah, lelaki itu bertanya berulang kali kepada Rika, seraya matanya kembali focus ke depan, pada jalan, karena memang saat ini Dani sedang mengemudikan mobil yang sebelumnya dibawa oleh Rika ke sekolah.“Dan kamu yakin acara makan siang kita dibatalk
“Eh, dari mana kamu tahu masalah itu?” tanya Dani kepada Rika setelah beberapa saat tadi hening, dan wajahnya pias. “Kamu sudah berbohong kepada aku, Mas!” sahut Rika lagi pada suaminya itu seraya menatapnya dengan tajam. “Aku sama sekali tidak berbohong, sayang, aku sudah memblokir nomor kontaknya, dan jika kemarin di perkemahan bertemu, itu artinya hanya tidak sengaja saja.” Dani masih membela dirinya sendiri, padahal sudah jelas ketangkap basah oleh Rika. Rika tak langsung menjawab, ia masih menahan emosinya untuk tidak meluap, ia tahu bahwa apa yang baru saja ia lakukan tadi pada ponsel milik Dani dengan memasang CCTV dan juga menyadap ponselnya sudahlah cukup. “Lagi pula aku sudah tidak bisa lagi berbohong, karena kamu sudah memasang alat pelacak dan juga penyadap di HPku,” ucap Dani mulai melembut lagi mencoba untuk menenangkan hati istrinya. Rika menghela nafas lagi, lalu mengembuskannya, wanita itu sedang mencoba untuk mengontrol emosinya,
“Dih, awas kamu, Bu Nisa! Aku jampi-jampi, baru tahu rasa kamu!” Wahyu bersungut-sungut seraya menjalankan sepeda motor bebeknya karena baru saja diusir oleh Nisa. Sebenarnya memang bukan salah Nisa, dia sendiri yang salah karena datang begitu saja ke rumah Nisa, tanpa memberi kabar terlebih dulu, sedangkan Nisa sudah menjelaskan kepadanya di sekolah bahwa ia tidak pernah menerima tamu lelaki. Itu pulalah alasannya kenapa Wahyu datang tanpa memberi kabar terlebih dulu kepada Nisa, sebab yang ada tentunya akan dilarang, akan tetapi siapa sangka meski sudah datang ke rumahnya pun, ia diusir, meski dengan cara lembut, tentu saja pengusiran tetaplah menyakitkan. “Sombong kamu itu, Bu Nisa!” gerutu Wahyu lagi, seolah ia sedang berbicara langsung dengannya, padahal hanya berbicara dengan angin saja selama tiga puluh menit, melajukan sepeda motornya. Lelaki itu kini memarkirkan sepeda motornya di sebuah rumah, yang tak lain adalah rum
‘Sudah hampir satu bulan lamanya, tidak ada kabar dari Mas Dani. Apa memang benar bahwa sekarang Mas Dani akan pergi selamanya karena sudah ketahuan istrinya lagi?’ Bathin Nisa dalam hatinya.Nisa merenung menatap hamparan sawah yang hijau sejauh mata memandang melalui kaca jendela kereta ekonomi Rangkasbitung-Merak, seraya menyandarkan tubuhnya di kursi tersebut.Ya, wanita polos itu baru saja pulang dari kampusnya di Jakarta, ia kembali melanjutkan belajarnya pada tingkat yang lebih tinggi lagi, terlebih agar membuat dirinya lebih luas lagi pergaulannya, yang saat ini benar-benar kudet, katro, dan kuno.‘Seharusnya kamu gak pernah hadir dalam hidupku, Mas, jika akhirnya hanya membuat luka saja padaku,’ ucap Nisa lagi dalam hatinya, merutuk keadaan. ‘Ahh, aku saja yang memang bodoh, bisa tergoda oleh lelaki seperti itu.’ Nisa terus menerus memaki keadaan dan juga memaki dirinya juga yang begitu bodoh.Ia, menyesali semua tindakannya, ia menyesal tela
“Ada apa, Bu Nisa? Tumben ngajak saya ngomong, gak biasanya nih” tanya Wahyu dengan wajah cerah kepada Nisa ketika di kantor sekolah, yang juga disaksikan oleh Deden, serta Riri, sebagai sahabatnya.Sebenarnya ingin sekali Nisa marah dan mencaci maki lelaki yang ada di hadapannya itu, akan tetapi ia urungkan kembali setelah mengingat pesan lelaki tua yang ia temui kemarin di kereta, agar bersikap baik kepada orang yang menjampi-jampinya. Dengan tujuan, tentu saja, agar lelaki itu rela dan ikhlas jika Nisa menolak cintanya, serta agar lelaki itu pun mau menghentikan niat jahatnya dan mencabut jampi-jampi yang sudah ia lakukan.Nisa mengembuskan nafasnya berat, berulang kali, bukan sekali saja, sebab ia sedang mencoba untuk mengendalikan emosinya, agar tidak berlarut-larut dan meluap.“Saya mau tanya, tapi jawab dengan jujur,” ucap Nisa yang kini terhenti lagi, sehingga menjadikan Wahyu hanya mengerutkan dahinya saja, tak mengerti dengan sikap Nisa yang berbe
“Mbah, kok gak bilang-bilang sih sama saya kalau peletnya gagal pada target?” tanya Wahyu bersungut-sungut sebal kepada lelaki setengah tua, yang katanya adalah orang pintar.Lelaki setengah tua itu sedikit terkejut dengan kedatangan Wahyu yang tiba-tiba saja tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, selonong boy begitu saja, tidak punya sopan santun karena saking kesal dan sebalnya.“Kenapa gak mengetuk pintu dulu, Wahyu! Kamu ini kebiasaan sekali,” balas lelaki setengah tua itu yang bernama Mbah Mijan bersungut-sungut pula.Wahyu dan Mbah Mijan memang sudah akrab, keduanya sudah sering kali bertemu, terlebih memang bahwa Mbah Mijan itu adalah salah satu keluarganya pula, keluarga jauh lebih tepatnya.“Saya kesal karena pelet yang Mbah kirimkan untuk wanita yang saya suka itu ternyata gagal, bahkan dia juga tahu kalau saya udah memeletnya,” tutur Wahyu lagi menjelaskan kepada Mbah Mijan dengan wajah yang masih menampakkan rasa kecewa dan kesal.“Mbah sudah