Share

BAB: 7 Perjuangan Hidup Sang Primadona

Almira bangun di waktu Subuh yang terasa begitu dingin,  akibat hujan yang mengguyur deras sekali tadi malam.  Ditariknya selimut penutup tubuhnya, dan dipandangnya wajah buah hatinya yang masih tertidur dengan nyenyak. Wajah tanpa dosa, wajah yang akan menemaninya untuk berjuang di tengah kerasnya kehidupan. 

Bilal bin Putra, hari ini akan pulang bersama ibunya untuk kembali meneruskan hidup. Disini sepertinya tak ada lagi tempat bagi mereka berdua. Semua orang gelisah, resah, akan keberadaannya. 

"Mengapa hanya karena aku cantik?" Sehingga semua orang takut akan kehadiranku. Bukankah itu sesuatu yang tidak harus dihindari. Namun hatinya telah bertekad bulat untuk kembali pulang ke kampung halamannya.

"Mama akan merawat dan membesarkanmu sayang, kamu akan menjadi kebanggaan mama kelak. Mama akan melakukan apapun demi kamu. Tidurlah yang nyenyak sayang?" Mama tidak akan membangunkanmu!" ucap perempuan itu penuh rasa sayang. 

Pagi itu ia membereskan barang - barang yang akan dia bawa pulang. Untung barang - barang yang mengisi rumahnya selama ini tidak terlalu banyak. Selama ini ia dan suaminya hanya membeli barang yang memang mereka perlukan saja. Sedangkan Almira memang bukan tipe orang yang suka menghamburkan uang untuk keperluan yang tidak jelas.

Almira menyewa satu buah mobil pick up yang akan mengantar dirinya dan anaknya serta membawa dan memuat barang - barang yang lumayan besar dari rumahnya itu. Seperti lemari pakaian, kursi tamu, kursi makan, tempat tidur, serta barang - barang yang masih bisa dibawa ke kampung halamannya. 

Sedih memang selama lebih kurang dua tahun dirinya dan almarhum suaminya tinggal di rumah yang penuh kenangan itu. Bercanda, bercinta, mengasuh buah hati bersama, tak urung membuat lara hati sang primadona.  Matanya selalu diselimuti kabut sejak dari kemarin hingga hari ini, yaitu hari kepulangannya kembali ke kampung halamannya.

Perjalanan pulang kampung kali ini terasa begitu lama bagi Almira. Ia baru kali ini pulang ke rumah orang tuanya semenjak menikah. Terasa ada sesuatu yang hilang dari rongga hatinya. Sayapnya patah, entah berapa lama lagi menunggu sampai sayap itu tumbuh kembali. Hingga ia dapat mengepakkan sayapnya terbang tinggi mencari kebahagiaan yang hakiki.

Dan Bilal pun sepertinya mengerti akan kesedihan dan duka nestapa dari ibunya. Dia hanya diam sambil sesekali memandang wajah ibunya yang berkabut. Seakan berkata," Sudahlah mama, hapus air matamu!" Ada aku disisimu."

Almira bermaksud untuk menjual rumah warisan peninggalan almarhum suaminya itu. Sebelum berangkat tadi dia sudah menitipkan kunci rumah kepada Pak RT setempat.

"Maaf pak RT, saya mau pamit mau pulang kampung. Ini kunci rumah saya pak, saya berencana untuk menjual rumah itu.  Kalau ada yang berminat, tolong hubungi saya pak RT!"

"Bu Almira mau kemana?" Kok rumahnya mau dijual?" tanya Pak RT lagi. 

"Ia pak, saya mau kembali pulang kampung saja. Karena di sini saya hanya sendirian bersama anak saya. Di sana ada kedua orang tua saya dan adik saya."

"Baiklah bu kalau itu yang terbaik bagi ibu. Kalau ada yang berminat, saya akan hubungi bu Almira secepatnya. Oh ya, nomor ponsel bu Almira ada kan di saya, nanti saya hubungi ibu ke nomor itu."

**********

Akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang melelahkan. Almira dan Bilal sampai juga ke rumah kediaman kedua orang tuanya. Dan setelah berbasa basi sebentar dengan ayah dan ibu serta adik datu - satunya, perempuan itu pun beristirahat di kamarnya yang dulu. Kamar yang sengaja dibiarkan kosong oleh orang tuanya karena mereka tahu suatu saat kalau anaknya itu akan pulang kembali setelah ditinggal oleh suaminya.

Sementara yang mengurus barang - barang bawaan Almira dari sana adalah ayahnya. Beliau tampak sibuk menurunkan peralatan rumah tangga bersama sopir mobil yang disewa anaknya itu.

Setelah semuanya beres, mobil beserta sopir itu pun pulang kembali ke tempat asalnya.

Almira menatap ke sekeliling kamar tidurnya, "Semua tampak sama seperti yang dulu, tidak ada yang berubah sama sekali kecuali hidupku!" batin perempuan itu.

Dia menatap anak lelakinya yang sedang tertidur karena kelelahan.

"Besok kita akan memulai babak baru kehidupan kita nak!" Mama harap kita dapat melalui semua ini dengan sabar dan tabah!" ucap perempuan itu sambil mengelus kepala buah hatinya yang sedang tertidur lelap.

*************

Pagi yang begitu cerah, matahari bersinar indah seolah menyapa seisi alam yang baru terjaga dari mimpi - mimpi indah tadi malam.

Almira yang sudah bangun dari sejak subuh tadi dan setelah menunaikan sholat Subuh, sedang bermalas - malasan di tempat tidur. Sementara sang jagoan kecilnya masih tertidur pulas di tempat tidur mereka. 

"Mira, nanti kalau Bilal sudah bangun dan sudah mandi bawa saja ke warung. Biar nanti ibu saja yang memberinya makan, ibu kangen menyuapi cucu ibu!" Ucap ibunya sembari menyiapkan peralatan untuk dibawa ke warung mereka.

"Baik bu, nanti kalau sudah beres semua, Mira akan bawa Bilal ke warung bu."

Ibunya tersenyum sambil menghela nafas sejenak, beliau tahu kegundahan hati putrinya itu. Tidak mudah melupakan suami tercinta yang telah berpulang. Ibarat kata, separuh dari jiwa kita pun ikut pergi.

Pagi itu, warung lumayan ramai didatangi pelanggan. Sehingga ayah, ibu, dan adiknya cukup merasa kerepotan melayani pembeli yang datang. 

Ketika melihat Almira datang dengan menggendong Bilal, semua mata memandang dan melihat perempuan itu dengan kagum. Mereka melihat seorang wanita yang semakin cantik di mata mereka, semakin dewasa dan matang. Tidak ada yang berubah sedikitpun pada diri perempuan itu, kecuali kini ia sudah mempunyai seorang anak dan sorot matanya yang menyimpan kesedihan.

" Mira, kapan datang?" tanya salah seorang pelanggan.

"Kemarin siang!" jawabnya tanpa panjang lebar. 

Mereka semua sudah mengetahui kalau suami perempuan yang merupakan Primadona itu telah berpulang. Oleh karena itu mereka hari ini sengaja mendatangi warung  orang tuanya untuk berjumpa dan melihat keadaan Almira.

"Sini Mira bantu bu" katanya sambil menaruh Bilal di kursi yang berada di dekatnya.

"Tidak usah Mira, kamu menjaga Bilal saja kasihan dia sendirian!"ucap ibunya pada Almira.

Perempuan itu akhirnya hanya melihat saja kesibukkan kedua orang tuanya melayani pelanggan yang pada hari itu ternyata lebih ramai dari biasanya. 

Namun di sudut yang tak jauh dari perempuan itu duduk, ada sepasang mata milik seorang pemuda yang sedang menikmati makanannya sedang menatap perempuan itu tanpa berkedip. 

Pemuda itu bernama Firman. Dia adalah pendatang baru di sini. Firman bekerja di sebuah Perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Konsultan. Ia masih Lajang dan belum menikah. Usianya kini telah menginjak 28 tahun.

Dan hatinya bergetar ketika melihat betapa cantiknya perempuan yang berada tidak jauh dari tempat duduknya itu. Wajar kalau perempuan itu disebut Primadona batinnya.Hasrat ingin berkenalan pun tak terbendung lagi. Namun hasrat tersebut dipendamnya, karena ia tahu Almira baru kehilangan suaminya.

"Aku akan tunggu saat yang tepat, Almira!" ucap lelaki itu di dalam hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status