Share

Aku masih Normal

“Oh! Okay. Aku tunggu di dalam saja. Masih lama?” 

“Mungkin sekitar lima belas menit lagi, Tuan.” 

Daniel mengangguk kemudian mengedipkan sebelah matanya kepada Meira yang tengah memegang erat baju Feby. 

“Kenapa sih, lo?” tanya Feby kesal karena bajunya ditarik kencang oleh Meira. 

“I—itu orang … itu … anaknya Pak Reymond?” tanyanya gugup. 

Feby mengangguk. “Lo baru tahu? Padahal masih satu divisi. Tapi baru tahu, kalau itu anaknya Pak Reymond.” 

“Gue gak pernah mau tahu, Feby. Bahkan sama Pak Reymond-nya aja gue jarang ketemu. Apalagi sama anaknya,” ucap Meira kemudian memegang kedua sisian kepalanya sembari menunduk. 

“Jangan bilang … cowok bujang yang elo ceritain kemarin itu ….” 

Meira mengangguk dengan pelan. “Yang udah bikin gue panas dingin kalau ingat permainan dia,” ucapnya lemas. 

Feby menganga. Terjatuh lemas di kursinya sembari menatap wajah Meira. “Pewaris yang disebut oleh Pak Reymond adalah dia. Daniel? Astaga, Tuhan.” 

Meira menghela napasnya. “Nggak. Itu hanya teman satu malam gue. Dia gak akan mau sama gue yang udah tua ini.” 

“Tua juga mukanya masih kayak dua puluh tahunan mah diembat aja lagi. Lagian gue kaget bukan karena umurnya. Karena elo bakalan jadi Nonya Laksana.” 

Plak! 

Meira lantas memukul kepala Feby dan memutar bola matanya. “Gak usah berharap lebih. Dia cocoknya jadi adek gue. Seumuran sama Ezra kayaknya.” 

“Iyalah. Dua puluh empat tahun, kan? Si Ezra kuliah di Bhakti Universitas, kan? Pasti kenal, sama Daniel. Dia juga kuliah di sana soalnya. Waktu itu gue pernah dimintain tolong dia buat bayarin UKT-nya.”

Meira mengangguk dengan pelan. “Dan si Ezra pernah bilang, kalau dia lagi menjalankan bisnis berupa bar dan club sama temannya.” 

Feby kembali tertawa. Sementara Meira berlari kabur dari ruangan sana agar tidak bertemu dengan Daniel lagi. 

Sungguh, perempuan itu sangat malu karena orang yang bersamanya menghabiskan malam yang panjang bahkan menginap di apartemen mewah itu merupakan anak dari pemilik perusahaan di mana ia bekerja. 

Ting! 

Daniel: [Di mana?] 

Meira memejamkan matanya kala melihat notifikasi pesan dari Daniel. Ia tak ingin membalasnya. Bahkan bertemu dengan lelaki itu pun ia tak berani. 

“Ck!” keluh Daniel kemudian memasukan ponselnya ke dalam saku celananya. 

Reymond menaikan kedua alisnya kala melihat sang anak berada di sana. “Ada apa ini? Apa Daddy tidak salah melihat, anak kesayangan maminya datang ke kantor dan duduk di sofa ruangan ini.” 

“Gak usah lebay!” sengalnya kemudian. 

Senyum yang sedari tadi terbit lantas kembali terbenam usai mendapati ucapan menohok anaknya itu. 

“Ada apa, Daniel?” tanyanya kemudian duduk di depan anaknya itu.

Daniel memberikan sebuah foto liburan dirinya dengan wanita muda di sebuah pantai yang hanya mengenakan celana dalam saja. 

“Dari salah satu tamu VIP-ku. Dia pemilik platform berita online yang bisa saja menyebarluaskan hal ini kepada media. Kemudian karir Daddy akan hancur, seketika.”

Daniel menatap lekat wajah Reymond yang tak bisa berkutik sebab sangat jelas wajahnya terpampang nyata di sana. 

“Apa maumu, Daniel? Kamu, bekerja sama dengan teman VIP kamu itu, huh? Untuk menghancurkan karir Daddy?” 

Daniel menggeleng. “Bahkan aku gak peduli, mau Daddy bercinta di tempat terbuka pun. Kali ini aku akan membantu Daddy agar menghapus foto ini. Asalkan turuti permintaanku.” 

“Apa?” tanya Reymond datar. 

Daniel menatap lekat wajah Reymond. “Biarkan aku memilih pasangan yang menurutku baik. Jangan mengatur jodohku, karena itu tidak akan pernah terjadi!” 

“Daniel! Daddy tahu, selera kamu itu tante-tante. Itulah kenapa Daddy melarang kamu menikah jika dengan wanita yang usianya jauh lebih tua dari kamu!” pekiknya amat sangat emosi. 

“Ditaruh di mana, muka Daddy kalau kamu menikahi tante-tante, Daniel? Pikirkan itu!” ucapnya lagi. 

“So! Di mana muka Oma dan Opa jika tahu kelakuan anak bungsunya ini jika foto disebar?” Daniel balik bertanya dengan ancaman yang cukup membuat Reymond terdiam. 

Lelaki itu mengibaskan tangannya. Merasa kalah karena Daniel memiliki bukti yang cukup kuat. Juga orang tua Reymond yang tak pernah tahu kelakuan anaknya. 

Jika saja mereka tahu, maka jabatan itu akan dialihkan kepada Daniel sebab sudah mempermalukan derajat keluarga gila hormat itu. 

“Berapa usianya?” tanya Reymond kemudian. 

“Tiga puluh lima.”

Reymond langsung menoleh karena shock. “What the hell! Ti—tiga puluh lima tahun?” Reymond sedikit berteriak mendengarnya. 

Daniel mengangguk santai. “Ya.” 

“Daniel. Sebaiknya dengan Cheryl saja. Usianya hanya terpaut dua tahun saja denganmu. Dia baru dua puluh enam tahun, seorang modelling, karirnya baik. Jangan yang itu, okay? Daddy tidak sanggup kalau kamu menikah dengan wanita tiga puluh lima tahun itu.” 

Daniel mengendikan bahunya. “I don’t care. Aku gak akan mau, dengar apa pun dari mulut Daddy. Yang penting sekarang Daddy sudah tahu, aku akan segera menikahinya!” 

“No, no, no! Mami kamu juga pasti tidak akan setu—”

“Mommy setuju. Kata siapa tidak setuju?” Daniel menyela ucapan Reymond kemudian keluar dari ruangan papanya itu setelah berhasil membuat Reymond mati kutu. 

“Excuse me! Ruangan Meira di mana?” tanya Daniel kepada Feby yang tengah sibuk dengan dokumennya. 

“Divisi umum, Tuan. Mau saya panggilkan kemari?” 

“No! Tidak perlu. Biar aku saja yang ke sana. By the way, kamu … sahabatnya Meira? Satu tempat tinggal dengannya, right?” 

Feby mengangguk. “Betul, Tuan.”

“Lalu, kenapa kamu tidak cerita kalau punya teman secantik dia? She’s my girl, now! Hubungi aku, jika ada yang menggodanya.” Daniel memberikan kartu namanya kepada Feby. 

Perempuan itu mengangguk cepat. Tak mau tahu, meski Meira tak suka. Ia harus tetap menjalani perintah dari Daniel. 

Feby: [Laki lo mau ke ruangan lo!]

Mata Meira kembali membola usai melihat pesan yang dikirim oleh Feby tadi. Dengan cepat ia beranjak dari duduknya dan pergi ke toilet karena masih tak ingin bertemu dengan Daniel. 

Lelaki itu memiringkan kepalanya usai melihat Meira yang masuk ke dalam toilet. Bibirnya menyunggingkan senyum lalu melangkahkan kakinya mengejar Meira yang sudah masuk ke dalam toilet. 

“Hi!” ucap Daniel dengan senyum terbit di bibirnya. 

Meira terkejut melihat Daniel ada di sana. “Daniel. Ngapain kamu ke sini? Sana, pergi.” Meira berbicara dengan pelan. 

Namun, Daniel malah melangkahkan kakinya lebih maju menghampiri Meira yang sudah tegang dan gugup. Khawatir ada yang melihatnya. 

“Kenapa chat-ku gak kamu balas?” tanyanya sembari menyandarkan punggungnya di tembok sembari menatap Meira yang terlihat serba salah. 

“Aku sedang sibuk, Daniel. Sebaiknya kamu pulang. Tadi bilang kamu ada kelas. Kenapa ada di sini?” tanya Meira dengan mata menoleh ke depan khawatir ada yang melihat mereka di sana.

“Dosennya gak jadi masuk. Mau makan siang bareng?” 

Dengan cepat Meira menggelengkan kepalanya. “Nggak, Daniel. Kamu gila, huh?” ucapnya dengan sangat pelan. 

“Nggak. Aku masih normal, makanya ajak kamu makan siang. Orang gila mana ingat, dia sedang makan siang atau malam.” 

“Ish! Bukan itu maksudnya, Daniel. Sebaiknya kamu pulang.” 

“Why?” tanyanya sembari menatap lekat wajah Meira. 

Perempuan itu menelan salivanya. Daniel kembali menghampirinya. Jarak keduanya tak lebih dari satu centi. Daniel kemudian menatap dengan lekat wajah wanita itu seraya menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. 

“Daniel. Kamu mau ngapain? Jangan main-main kamu, Daniel! Ini di tempat umum. Aku tidak ingin orang tahu jika kita saling kenal,” ucap Meira sudah tidak nyaman dengan kehadiran Daniel yang begitu dekat dengannya. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Voni Oktavia93
pak Raymond pasti setuju lha nantinya sama pilihan Daniel daripada skandalnya diketahui banyak orang n orang tuanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status