Share

Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri
Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri
Author: Alita novel

Mas Roni

Author: Alita novel
last update Huling Na-update: 2025-04-29 10:27:16

“Bagaimana kalau aku menikah lagi Dek?” tanya Roni pada sang istri yang sibuk mengambil baju kotornya dari koper.

Nana menghentikan gerakannya. Dia menoleh dengan kening mengernyit heran. Dadanya berdegup kencang, seolah ada gendang yang bertalu di dadanya. Nana merasa gelisah.

“Kamu serius Mas?” Nana berusaha menahan getar dalam suaranya.

Dia melihat pantulan diri di cermin. Matanya sudah berair. Wajahnya menyimpan bara amarah yang siap meledak jika perkataan Roni menjadi kenyataan.

“Kamu tahu sendiri seperti apa sifatku Mas? Kalau kau benar-benar menikah lagi, kau tahu apa konsekuensinya,” jawab Nana ketus.

Roni meneguk ludahnya gugup, merasa takut akan reaksi Nana. Pria itu paham sekali bagaimana sifat sang istri. Nana adalah orang yang lembut, ramah dan pengertian. Namun wanita itu tidak suka jika ada yang mengusik keluarganya. Nana akan berubah jadi orang yang pemarah dan mengeluarkan semua emosinya secara membabi buta.

“Aku bercanda Dek.” Roni mengalihkan pandang ke jendela yang terbuka untuk menghindari tatapan Nana.

Terlihat langit malam dengan butiran bintang yang terlihat dari lantai dua kamar mereka. Jarum jam yang menunjukkan pukul sembilan malam membuat taburan bintang semakin terlihat jelas.

“Bercandamu nggak lucu Mas.” Nana mendengkus kesal lalu melanjutkan kegiatannya. Menumpuk baju kotor sang suami ke dalam keranjang cucian.

“Ehem. Ada salah satu teman kantor yang menikah lagi karena istrinya belum hamil,” jawab Roni tidak berani memandang Nana.

“Tetap saja temanmu salah. Aku tidak tahu mereka sudah ikhtiar atau belum. Mencari letak masalahnya ada pada suami atau istri. Kalau memang mau punya keturunan, kembalikan dulu istri pertama pada keluarga, baru mencari wanita lain.”

“Benar juga sih.”

“Lagian aku sudah melahirkan anak-anak yang tampan dan cantik untukmu. Apa masih kurang juga?” Nana berkacak pinggang.

“Tidak Dek. Maaf karena sudah membuatmu marah.” Roni bangkit. Mengecup kening istrinya mesra. Kebiasaan yang selalu bisa meredakan amarah Nana. Ekpresi Nana langsung berubah. Sudut bibirnya terangkat naik. Tidak bisa menyembunyikan senyum.

“Aku maafkan. Jangan ulangi lagi ya.”

“Siap.” Roni memberi hormat. Mereka tertawa karena tingkah konyol pria itu. Roni mengusap kepala istrinya sayang.

Pernilkahan Roni dan Nana sudah berjalan delapan tahun. Mereka dikaruniai anak laki-laki yang berusia tujuh tahun dan anak perempuan yang berusia tiga belas bulan. Dengan pekerjaan Roni sebagai manajer di kantor cabang perusahaan multinasional yang ada di Yogyakarta, dia bisa mendapat gaji pokok dua puluh juta per bulan. Gaji pokok Roni masuk ke rekening Nana. Sedangkan bonus-bonusnya masuk ke rekening Roni.

Nana tidak ingin menguasai semua uang suaminya agar Roni bisa membeli kebutuhannya sendiri saat diluar rumah. Gaji sang suami yang ada di rekeningnya Nana gunakan untuk kebutuhan rumah tangga mereka dan anak-anak. Di awal pernikahan, jika dia ingin membeli baju atau perhiasan baru, Nana selalu ijin.

“Apapun yang ingin kamu beli, lakukan saja. Toh uangku juga uangmu. Aku punya pegangan sendiri dari bonus perusahaan. Tidak perlu ijin padaku,” kata Roni kala itu.

Sikap pengertian sang suami membuat Nana seperti diratukan. Ada asisten rumah tangga yang membantu pekerjaan rumah. Saat anak pertama lahir, Roni pernah menawarkan mencari jasa baby sitter, tapi Nana menolak. Dia ingin mengasuh anaknya sendiri.

“Anak-anak sudah tidur?” tanya Roni membuyarkan lamunan Nana.

Wanita itu mengangguk. “Mungkin. Aku keluar dulu. Mau melihat anak-anak.”

“Kalau begitu Mas mandi dulu ya. Gerah.”

Nana menengok kamar bayi di sebelahnya. Si bungsu masih terlelap. Ia turun ke lantai satu dimana kamar si sulung berada. Baru saja menuruni tangga, ia melihat adik tirinya, Arni duduk di sofa ruang tengah. Sudah enam bulan Arni tinggal bersama mereka agar bisa melanjutkan kuliah. Setelah perusahaan ayah tirinya bangkrut dan tidak bisa membayar kuliah Arni lagi.

Posisi sofa yang membelakangi tangga membuat Nana bisa melihat layar ponsel Arni. Perlahan dia berjalan mendekat. Membaca pesan yang dikirim pada kontak bertuliskan My Love R.

[Jangan lupa malam ini ya Mas.]

Kening Nana berkerut heran. Dia menepuk bahu adik tirinya hingga Arni terlonjak kaget.

“Kamu mau keluar malam-malam begini Ar?” tanya Nana heran.

Arni masih di posisinya. Belum menoleh pada Nana. Perempuan itu terdengar menghela nafasnya berulang kali. Setelah rasa kagetnya reda, Arni menoleh pada Nana.

“Nggak Mbak.” Arni menyembunyikan ponselnya dibalik punggung.

Wajahnya yang cukup pucat membuat Nana semakin curiga. Sejak tinggal di rumah ini, Arni jadi tanggung jawabnya. Tidak hanya masalah uang kuliah, tapi juga keamanan gadis itu. Nana memang melarang Arni keluar saat malam hari. Jika ingin jalan bersama teman kuliahnya, dia akan menyuruh Arni pulang maksimal jam delapan malam.

“Aku janjian sama teman mau kirim tugas yang dikumpulkan besok. Dia baru sempat mengerjakan malam ini. Makanya aku kirim pesan biar dia nggak lupa sama tugasnya,” jawab Arni gugup.

“Teman kuliahmu lebih tua?” tanya Nana heran.

“Iya. Dia seniorku di kampus, tapi mengulang dua mata kuliah yang nggak lulus. Ya sudah aku masuk kamar dulu Mbak. Mau periksa tugas.” Arni bangkit lalu segera masuk ke kamarnya yang ada disamping kamar si sulung.

Nana melanjutkan langkahnya menuju kamar si sulung. Memastikan anaknya sudah tidur lalu pergi ke dapur. Menuangkan air hangat untuknya dan Roni. Nana membawa kedua gelas air itu naik ke atas.

Roni yang sudah selesai mandi sedang berganti baju dengan kaos berwarna putih dan celana abu-abu selutut. Pria itu mengambil alih gelas dari tangan Nana.

“Kamu cuci tangan sama kaki dulu di kamar mandi Dek. Biar aku yang taruh gelasnya di nakas.”

“Iya Mas.”

Nana masuk kamar mandi. Mencuci tangan dan kakinya lalu keluar. Di tempat tidur, Roni memberikan salah satu gelas padanya. Pria itu sudah meminum airnya sendiri dengan mata yang terpaku pada Nana.

Suara tangis bayi yang terdengar membuat Nana batal minum airnya. Wanita itu membawa gelas menuju kamar si bungsu. Bayi mungil yang baru berumur lima belas bulan. Setelah anaknya kembali terlelap, Nana meletakan bayinya di tempat tidur khusus bayi. Ia tidak sengaja menyenggol gelas hingga airnya membasahi lantai.

“Astaghfirullah.”

Wanita itu pergi ke dapur yang ada di lantai dua. Mengambil lap lalu membersihkan tumpahan air. Nana meletakan gelasnya di dapur lalu kembali ke kamar.

Roni masih duduk di tempat tidur. Menatapnya penuh rasa ingin tahu. “Kamu sudah minum airnya Dek?”

“Hem,” gumam Nana karena ia sibuk mengancingkan dasternya setelah menyusui si bungsu.

“Tidurlah sekarang. Kamu pasti lelah.”

“Iya Mas.”

Mereka berbaring. Nana menatap Roni yang menghela nafas lega. Wanita itu berpikir mungkin Roni juga khawatir dengan bayi mereka. Tangannya memeluk tubuh sang suami erat dengan mata yang terpejam. Betapa Nana merasa bersyukur memiliki suami sebaik Roni.

***

Nana terbangun tepat saat jarum jam menunjukkan pukul dua belas malam. Tangannya yang terulur ke depan hanya bisa meraba tempat tidur. Perlahan kelopak matanya terbuka. Tidak ada Roni yang berbaring disampingnya.

“Mas kamu di kamar mandi?” tanya Nana dengan suara seraknya.

Wanita itu perlahan bangkit. Menoleh ke kamar mandi yang ada di belakangnya. Lampu kamar mandi padam. Itu tandanya Roni tidak ada disana. Ia turun dari tempat tidur. Berjalan keluar kamar. Masuk ke kamar si bungsu. Tidak terlihat keberadaan Roni disana.

“Dimana Mas Roni?” gumam Nana heran.

Tidak ada tanda-tanda keberadaan sang suami di lantai dua. Akhir-akhir ini dia memang selalu terlelap sampai pagi saat tidur. Padahal dulu Nana adalah orang yang sensitif dengan suara berisik. Karena itulah Nana tidak tahu apakah Roni sering keluar pada malam hari atau tidak.

Entah kenapa ia merasa sangat penasaran. Langkah kakinya membawa Nana turun ke bawah. Lantai satu juga tampak sepi. Tiga kamar yang terpakai di lantai satu redup karena semua penghuninya sudah tidur.

“Apa Mas Roni keluar ya?”

Baru saja ia akan memeriksa garasi, terdengar suara aneh dari kamar Arni. Nana tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Dia terpaku di tempat. Tidak lama kemudian, pintu kamar Arni terbuka. Dari cahaya lampu teras dan remangnya malam dia bisa melihat sosok yang keluar dari kamar adik tirinya.

“Mas Roni.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Target

    Tubuh Arni seketika tegak membaca pesan itu. Dia menggigit jarinya panik. Satu hal yang Arni sadari sekarang kalau dia tidak bisa memanfaatkan konglomerat itu lagi. Denting pintu lift yang terbuka di lobby menyandarkan Arni dari pikirannya. Wanita itu segera keluar dari lift. Berjalan melewati beberapa polisi yang berjaga di pintu depan. Seperti yang Mita katakan tadi.“Aku harus segera memesan taksi online,” gumam Arni begitu ia sudah tiba di teras.Setelah mendapat taksi online pesanannya, Arni juga memesan jasa pindahan sekarang juga. Itu adalah rumah Danu. Sudah pasti akan diperiksa. Arni tidak ingin terlibat dulu dengan Danu yang bisa membuatnya ikut terseret dalam masalah ini.Arni masih sibuk dengan ponselnya. Kali ini dia memesan hotel yang akan di tempati selama tiga hari ke depan kemudian mencari rumah kontrakan yang bisa dihuni secepatnya. Dia menyimpan beberapa alamat sekaligus.Suara klakson mobil yang berbunyi membuat Arni memasukan ponselnya. Dia segera masuk ke mobil.

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Tamu Danu dan Arni

    Arni melangkahkan kakinya dengan percaya diri masuk ke perusahaan. Derap langkahnya cepat. Menyusuri lorong menuju lift lalu segera masuk tepat setelah pintu lift terbuka. Hanya ada dua orang karyawan yang masuk bersamanya. Salah satu dari mereka menekan nomor lantai yang ditempati divisi marketing. Sedangkan Arni menekan nomor lantai ruang manajer yang berada tepat di bawah nomor lantai yang ditempati CEO.Dua karyawan di belakang Arni berbincang santai tentang pekerjaan. Sedangkan Arni mengetuk kaki kirinya berulang kali. Tidak sabar ingin segera sampai di ruangan Danu. Ia menaikan tas ke bahunya. Selain ponsel dan dompet, Arni juga memasukan surat dan foto-foto yang dikirim Nana.“Eh kamu tahu nggak kalau gossip Pak Danu selingkuh,” kata salah satu karyawan yang terdengar nyaring dan cempreng.“Iya. Padahal Pak Danu terdengar sangat setia. Ternyata dia bisa selingkuh juga, tapi kabar kalau petinggi perusahaan selingkuh itu sudah biasa di kalangan pekerja seperti kita. Aku justru me

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Rumah Sania

    “Kamu serius?” tanya Nana tidak percaya. Menatap Andra dengan getar ketakutan yang terasa kuat sekali.“Iya,” jawab Andra sambil mengangguk.“Apa para preman itu sudah tahu kalau Sania membantuku?” Nana meremas tangannya khawatir. Dia tahu ada sepuluh pengawal dan dua satpam dalam rumah Sania. Namun tetap saja Nana tidak bisa menyingkirkan rasa khawatirnya.‘Bagaimana jika mereka membawa senjata tajam atau senjata api?’ Batin Nana bergejolak.“Alasannya bukan karena kamu Na,” balas Andra tenang. Pria itu memberikan segelas air mineral yang selalu tersaji di meja ruang tamu pada Nana.Nana menerimanya. Meminum air mineral hingga tandas. Menurunkan rasa gugupnya yang mulai menguar.“Hah? Aku tidak mengerti? Bukannya kalau para preman itu mengepung rumah Sania, itu karena Sania membantuku ya?” tanya Nana heran.“Sepertinya para preman itu belum tahu keterlibatan Sania karena tidak menemukan bukti apapun saat kau menyusup masuk ke rumah sahabatmu lewat jalan belakang. Alasan rumah Sania d

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Kabar Buruk

    Andra duduk di ruang tamu minimalis rumah kontrakan itu. Bu Ningsih duduk di sampingnya dengan mata berbinar. Memandang Andra kagum. Sebagai orang yang dulu pernah menjalankan perusahaan bersama mantan suaminya, Bu Ningsih tentu tahu siapa sosok Andra yang kini datang untuk menemui anak bungsunya.Seorang pengusaha muda yang menduduki jabatan CEO. Bu Ningsih sudah mendengar kabar kalau Andra fokus menjalankan perusahaan yang ada di Yogyakarta. Untuk sementara waktu perusahaan di Jakarta dipegang oleh adiknya.Wanita paruh baya itu tahu kalau dulu Roni bekerja di perusahaan Andra. Kemudian Roni terjerat kasus korupsi saat Nana mengajukan gugatan cerai. Itu juga terjadi karena Andra yang melaporkan Roni dan beberapa karyawan lain atas dugaan kasus korupsi.Entah bagaimana prosesnya hingga Andra bisa mengenal Nana. Namun Bu Ningsih sangat senang andai bisa menjodohkan mereka. Ia akan punya menantu kedua CEO dan menantu pertama dokter spesialis. Betapa beruntungnya hidup Bu Ningsih. Semua

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Dipaksa Rujuk

    “Hah. Kenapa aku harus menemui Mas Roni lagi? Bukankah sudah jelas kalau aku tidak ingin bertemu dengannya jika bukan karena urusan anak-anak?” tanya Nana kesal.Di depannya duduk Bu Ningsih yang sedang memangku Dinda. Menonton TV bersama anak-anak di rumah kontrakan Bu Ningsih yang minimalis. Dindingnya bercat abu-abu. Ada gerobak untuk warung kecil Bu Ningsih dihalaman depan. Selama ini gerobak itu mampu membuat Bu Ningsih memiliki uang jajan sendiri selain uang kiriman dari anak-anaknya.Walaupun bentuk rumah ini minimalis dengan ruang tamu dan dua kamar tidur serta dapur dan kamar mandi kecil di bagian belakang, tapi semua perabotan yang ada dalam rumah ini tergolong cukup mahal. Suami Tari, Deni, memberikan banyak barang bagus untuk mertuanya. Hubungan mereka juga sudah membaik sejak Bu Ningsih berpisah dari Pak Indra.Setelah berhasil menangkap beberapa preman yang mengintai kemudian menerobos rumahnya, detektif memastikan jika sisa pelaku aman dalam pengawasan mereka. Detektif

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Paket

    Suasana pagi di rumah Arni masih temaram karena belum ada orang yang bangun. Pak Indra dan Arni masih terlelap di kamar mereka masing-masing. Walaupun jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Pak Indra yang semalam begadang untuk menonton pertandingan sepak bola. Sedangkan Arni yang baru pulang jam enam pagi setelah melayani klien yang sudah lama tidak ia temui.Klien itu adalah klien pertama setelah kontraknya selama sebulan dengan Pak Lucky selesai. Pak Lucky tidak masalah dengan Arni yang berhubungan dengan pria lain. Terutama karena klien kedua Arni punya jabatan dam kedudukan yang lebih tinggi. Setelah itu, Arni hanya mendapat pelanggan receh. Susah sekali mencari klien yang berasal dari kalangan konglomerat.“Permisi. Apakah ada orang di dalam?” Seorang pria yang memakai jaket hitam mengetuk rumah Arni tiga kali. Memanggil pemilik rumah yang masih terlelap.“Tolong buka pintunya.” Pria itu bicara lagi. Terus mengetuk pintu dengan jeda tertentu.Di kamarnya, Arni menggeli

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status