“Miona! Miona! Bangun Miona! Kok kamarnya di kunci sih?!” teriak Siska di luar sana.Miona dan Prkasa terbangun dalam keadaan saling memeluk. Mereka berdua terkejut. Miona bangkit lalu menatap Prakas yang sedang mengucek-ucek matanya.“Sembunyi bentar,” pinta Miona pada Prakas.Prakas mengernyit heran. “Kenapa harus sembunyi?”“Nggak enak sama Siska,” jawab Miona.“Nggak apa-apa, dia kan tahu kalo kita pacaran. Kecuali kalo aku ini bukan siapa-siapa kamu,” protes Prakas.“Ih, pokoknya sembunyi dulu,” pinta Miona.Prakas menghela napas lalu turun dari kasur hanya mengenakan kolor saja. Prakas bukannya pergi ke kamar mandi untuk bersembunyi, dia malah berjalan menuju pintu. Miona terbelalak melihatnya.“Prakas, ngapain?” tanaya Miona saking terkejutnya.Prakas tidak menggubris panggilan Miona. Dia malah membuka pintu hingga Siska terbelalak melihat dada bidang Prakas yang mendadak ada di kamar Miona.“Pra...kas...” ucap Siska.Miona buru-buru turun dari kasur lalu berjalan ke arah pintu
Miona datang membawa segelas teh manis untuk Prakas. Dia meletakkan segelas teh manis itu dengan heran melihat raut wajah Prakas yang tampak kebingungan.“Kenapa?” tanya Miona. Dia lalu bergabung duduk di meja makan.“Bintang udah konfrensi pers ke para wartawan,” jawab Prakas.Miona dan Siska terkejut mendengarnya.“Dia ngomong apa sama wartawan?” tanya Miona penasaran.“Dia udah ngakuin kalo kami cuman sandiwara,” jawab Prakas.Miona lega mendengarnya.“Mudah-mudahan dia nggak ada niat buat nyebarin video kita,” ucap Miona.“Aku yakin dia nggak bakalan nyebar video kita, soalnya aku liat dia kayak tenang dan biasa aja,” tebak Prakas.“Yaudah, dilanjut sarapannya,” pinta Miona.Prakas mengangguk, mereka pun melanjutkan sarapannya. Tak lama kemudian handphone Prakas berbunyi. Prakas mengangkatnya.“Halo,” ucap Prakas menjawab teleponnya.“Besok jemput aku di bandara,” ucap seseorang di seberang sana.Prakas terkejut mendengar suaranya. “Alex?!”“Iya, Kak. Ini aku Alex. Besok kakak jem
Saat Prakas dan Alex tiba di rumah, mereka tidak menemukan Prameswari di sana.“Mama kemana?” tanya Alex pada Prakas.“Aku nggak tau,” jawab Prakas. “Emangnya kamu nggak ngasih tahu Mamah kalo kamu mau pulang?”Alex menggeleng. Prakas heran.“Kenapa?”“Aku rencananya mau ngasih kejutan sama Mama.”Prakas angguk-angguk. Dia masih penasaran apa yang mau dikatakan Alex tadi di bandara.“Oh ya, tadi di bandara kamu mau ngomong apa?”Alex bingung. Sepertinya dia tidak sanggup untuk menceritakan kenyataan itu. Tapi dia harus mengatakannya karena tidak mungkin kakak beradik itu harus menjalin cinta. Alex harus mencegahnya sebelum terjadi hal yang lebih buruk pada mereka.Alex menarik tangan Prakas menuju kamarnya. Di dalam kamar itu Alex mengatur napas berat.“Aku harap kakak nggak pingsan setelah denger penjelasan aku.”“Udah kasih tahu aja, kayak apa aja.”“Aku pernah denger omongan Pak Imam sama Papa waktu aku kelas 1 SMP dulu. Papa nitip anaknya ke Pak Imam buat Pak Imam jaga. Kata Papa,
Prakas masih terlelap di atas kasur, berselimut setengah dada, tiba-tiba membuka matanya. Dia heran melihat langit-langit di kamar itu berbeda dengan langit-langit di kamar rumahnya. Prakas mencoba bangkit namun sakit di kepalanya mendadak datang hingga memaksa tangannya untuk memijiti keningnya sendiri. Sekarang dia tidak memakai pakaian sama sekali. “Apa yang aku lakukan semalam dan kenapa aku berada di sini?” pikirnya dalam hati. Saat Prakas menoleh ke samping, dia terperanjat ketika mendapati seorang gadis sedang tertidur lelap tanpa busana yang masih diselimuti selimut putih. Prakas mengangkat selimut yang masih menyelimuti setengah tubuhnya. Dia semakin terkejut saat mendapati bagian bawah tubuhnya tidak mengenakan pakaian sama sekali. Prakas membangunkan gadis itu dengan heran dan penuh pertanyaan. “Bangun! Bangun!” ucap Prakas setengah berteriak sambil menggerak-gerakkan tubuh perempuan itu.
Mobil sedan itu memasuki pekarangan rumah mewah nan megah di kawasan Pondok Indah. Satpam rumah langsung membukakan pintu samping mobil, lalu Prakas turun dari mobil dengan wajah bingung. Tubuhnya yang tinggi itu memasuki rumah. Dia memiliki kulit putih dan rambut agak modis dengan sedikit poni. Prakas sangat tampan dan digilai para perempuan. Bagaimana pun dia harus terlihat sempurna karena perusahaannya adalah perusahaan yang bergerak dibidang kosmetik terkenal yang mulai mendunia. Produk yang dijual perusahaannya bukan saja kosmetik untuk perempuan saja, melainkan produk-produk untuk pria juga seperti parfum dan lainnya. Tiba-tiba perempuan berumur 45 tahun dengan pakaian modis dan terlihat terawat itu datang menghampiri Prakas dengan cemas. “Prakas, semalam kamu kemana? Kenapa tidak pulang ke rumah?” tanya perempuan itu. Dia adalah Nyonya Prameswari, ibu kandung Prakas yang menjanda sudah dua tahun lamanya. “Ak
Prakas diam-diam keluar dari ruangan itu saat mendapati Miona ternyata anak gadis Pak Imam. Tubuhnya mendadak lemas. Dia buru-buru melangkah menuju parkiran mobilnya. Prakas tak mau Miona mengetahui keberadaannya di sana. Beruntung gadis itu memang tidak menyadari keberadaannya. Saat sudah berada di dalam mobil lelaki itu tampak tercengang. Dia masih tak percaya. Lelaki itu pun langsung melajukan mobilnya dengan bingung. Di perjalanan, Prakas teringat lagi akan kejadian malam itu dengan Miona. Saat Prakas sudah melepaskan keperjakaannya, dia terbaring lemas dengan kantuk yang mulai datang. Dia masih bisa mengingat jelas suara tangisan Miona yang sedang memeluk kakinya. Samar, Prakas melihat Miona membuka kulkas lalu mengambil sebotol minuman beralkohol di dalamnya lalu menenggaknya dengan banyak. Lalu Miona mengguncang tubuh Prakas, membangunkannya dari kantuk. “Apa?” tanya Prakas yang masih dalam kondisi mabuk. Mi
Miona duduk di bangku paling belakang di dalam busway itu. Pemandangan kota Jakarta di luar jendela busway tampak indah. Namun hatinya sedih, air matanya mulai berjatuhan. Dia berusaha mengelapnya dengan tangannya sendiri. Handphonenya sedari tadi berbunyi. Telepon dari mucikarinya yang dipanggilnya Mami. Sebenarnya semenjak kejadian malam itu dengan Prakas, dia tak mau lagi menjual dirinya ke lelaki hidung belang. Tapi karena tadi sore, para rentenir itu datang lagi menagih sisa hutang ibunya yang belum dibayarkan, dia terpaksa menerima tawaran maminya itu, dan ternyata yang memesannya untuk kedua kali adalah lelaki yang sama. Lelaki yang arogan dan aneh menurutnya. Air mata Miona kembali mengalir deras. Dia merasa bersalah pada bapaknya. Dia teringat saat kejadian malam itu yang membuat penyakit jantung bapaknya kumat. Ya, saat itu Miona sedang memarahi Ibunya, dia baru pulang bekerja di sebuah restoran di Jakarta. Saat itu dia dapati banyak lelaki seram di
Pagi itu, para pelayan sedang menyiapkan sarapan di meja makan. Prakas sudah duduk dan sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Nyonya Prameswari mengiris roti sambil memandangi wajah Prakas yang terlihat lesu. “Kemarin, Ibu Andiri main ke rumah, dia bawa Adelia ke sini. Tenyata Adelia makin cantik sekarang. Dulu pas mama liat di acara perusahaan sewaktu papanya bawa dia ke sana, dia masih kecil. Sekarang setelah dia pulang dari Australia, dia makin cantik, Prakas.” Prakas hanya tersenyum mendengarnya. Adelia adalah anak Pak Hartono yang menjadi komisaris di perusahaanya. Pak Hartono telah menanam saham sebanyak 40 persen di perusahaannya. “Kamu kapan ngenalin pacar ke mamah?” tanya Nyonya Prameswari tiba-tiba. Prakas menatap wajah mamahnya dengan tersenyum. “Sabar ya, Mah. Nanti kalo udah ada, pasti aku kenalin ke mamah,” jawab Prakas. Nyonya Pramesw