Share

Bab 2

Author: Deandra
Saat Richelle sadar kembali, dia mendapati sekelompok orang mengelilinginya. Semuanya adalah para mahasiswa magang di bawah bimbingan Dave, termasuk Stevie.

Dia memaksakan diri untuk duduk dan bertanya dengan suara lemah, "Kalian sedang apa di sini?"

Seorang mahasiswa berwajah polos menjawab, "Guru kami bilang mau menjadikanmu contoh kasus untuk penjelasan, jadi kami disuruh datang dulu ...."

Namun, orang di sebelahnya langsung menyikutnya dan mencibir. "Ngapain jelasin panjang-panjang ke dia? Orang yang cuma tahu memanfaatkan budi kayak dia, nggak pantas dapat sikap baik dari kita."

Wajah Richelle memucat. Dulu, mungkin dia tidak akan bereaksi terhadap kata "balas budi". Namun, sekarang justru kata-kata itu terasa menusuk. Karena memang benar, Dave terperangkap di sisinya karena harus membalas budi.

"Ya. Kalau bukan karena dia, guru kita pasti sudah bisa mengejar cinta sejatinya." Ucapan itu disertai tatapan penuh arti ke arah Stevie yang berdiri di tengah.

Melihat ekspresi sedikit canggung di wajah Stevie, hati Richelle seperti dicabik-cabik.

Tiba-tiba, seseorang bertepuk tangan dan menambahkan, "Menurut kalian, mungkin nggak ibunya sengaja menyerahkan diri supaya putrinya bisa menikah dengan guru kita? Soalnya guru kita berasal dari keluarga yang sangat hebat. Mereka nggak akan bisa naik level setinggi itu seumur hidup."

Yang lain langsung menyahut, "Benar juga! Rupanya begitu. Memang ibu dan anak sama saja, dua-duanya bukan orang baik. Ibunya bahkan lebih licik lagi."

Tangan Richelle mengepal erat. Mereka boleh mengatakan apa pun tentang dirinya karena dia tahu posisinya salah dan rela menanggungnya. Namun ibunya ... ibunya yang dulu menanggung kesalahan demi menyelamatkan Keluarga Bramasta, bukan karena ingin imbalan, melainkan murni karena rasa terima kasih.

Kata-kata mereka semakin tajam dan menusuk. Richelle tak bisa lagi menahan diri. Dia pun berdiri, mengangkat tangan, dan hendak menampar orang yang paling banyak berbicara.

Dari sudut mata, Stevie melihat Dave hendak masuk ke ruangan dan segera melangkah ke depan orang itu.

Plak! Tamparan itu malah mendarat di pipi Stevie. Richelle tertegun di tempat.

Dave yang baru masuk ruangan langsung melihat adegan itu. Dia melangkah cepat ke depan, meraih Stevie ke dalam pelukannya, lalu dengan kasar mendorong Richelle menjauh.

Suaranya penuh amarah. "Richelle, apa yang kamu lakukan?!"

Richelle terpaku, menatapnya dengan tidak percaya. Dave belum pernah berbicara padanya dengan nada sekeras itu.

Dave tidak menanggapi tatapannya itu. Dia hanya memandang Stevie dengan penuh kasih sayang, lalu membawanya keluar untuk mengobati lukanya.

Sepuluh menit kemudian, Dave kembali. Dia langsung berkata, "Pergi minta maaf pada Stevie."

Richelle menunduk, diam tanpa bersuara sedikit pun.

"Selama ini aku terlalu memanjakanmu," kata Dave dengan nada keras.

Tubuh Richelle menegang, matanya panas. Dia menoleh pada Dave dan berujar, "Mereka duluan yang bilang aku cuma memanfaatkan jasa ibuku dan bilang ibuku sengaja menanggung dosa supaya aku bisa menikah dengan Keluarga Bramasta. Lagian, aku nggak berniat menampar Stevie. Dia yang tiba-tiba maju sendiri!"

Namun, tatapan Dave tetap dingin tanpa sedikit pun kelembutan. "Memangnya mereka salah?"

Mata Richelle membelalak. Napasnya tercekat, tatapannya penuh ketidakpercayaan. Rasa sedih dan perih hampir menenggelamkannya.

Benar ... bukankah selama ini Dave memang berpikir begitu? Kalau tidak, kenapa dia terus menyakitinya untuk menunda pernikahan? Kalau tidak, kenapa dia bilang semua itu hanya karena tanggung jawab?

Richelle menunduk, tersenyum pahit. "Baiklah, aku akan minta maaf."

Dengan tubuh yang nyaris remuk, dia mengikuti Dave menuju ruang kantornya. Begitu pintu terbuka, dia melihat Stevie duduk sendirian di kursi kantor. Richelle tertegun sejenak, mengingat sesuatu dari masa lalu.

Dulu ketika dia ingin menjemput Dave sepulang kerja, Dave berkata akan pulang terlambat. Richelle menawarkan untuk menunggunya di kantor, tetapi Dave menolak. "Di kantorku banyak dokumen penting. Aku nggak bisa membiarkan siapa pun sendirian di dalam."

Namun kini, Stevie bisa duduk sendirian di sana. Ternyata prinsip seorang pria hanya berlaku untuk orang yang tidak dia sukai. Karena di depan orang yang dicintainya, semua batasan lenyap begitu saja.

Richelle menekan rasa sakit di dadanya dan melangkah ke depan Stevie. Dia menunduk, lalu berkata, "Maaf, tadi aku nggak sengaja menamparmu."

Stevie tampak terkejut dan menutup mulutnya dengan tangan. "Bu Richelle, jangan bicara begitu. Ibu istri Pak Dave."

Dave berjalan mendekat, mengelus kepala Stevie, lalu berujar dengan nada tak senang, "Aku belum menikah dengannya. "

Dulu setiap kali orang lain memanggil Richelle begitu, Dave tidak pernah membetulkan. Sekarang ketika yang mengucapkannya adalah Stevie, dia justru menegaskan. Apa dia tidak ingin mendengar kalimat seperti itu dari mulut orang yang dia cintai? Senyuman pahit melintas di mata Richelle.

Stevie mengiakan dengan patuh, lalu mengoreksi. "Baiklah. Jangan terlalu merasa bersalah, aku sudah memaafkanmu."

Sikap penuh pengertian itu akhirnya membuat Dave melunak. "Kamu boleh kembali ke kamar, istirahat yang cukup."

Kuku Richelle menancap dalam ke telapak tangannya. Dia berbalik dan keluar dari kantor. Baru berjalan beberapa langkah, seseorang tak sengaja menabraknya. Dia kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai. Rasa sakit menyebar ke seluruh tubuh, membuatnya berkeringat dingin.

Dari dalam kantor, terdengar suara lembut Dave. "Masih sakit? Biar aku oleskan obat lagi ya."

Air mata Richelle tak lagi bisa ditahan, jatuh bertubi-tubi ke lantai. Dia menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Hanya bahunya yang bergetar hebat menandakan betapa dalam kesedihannya.

Keesokan harinya, Dave pergi ke rumah sakit lain untuk kunjungan profesional dan hanya membawa satu mahasiswa magang, yaitu Stevie.

Selama seminggu Richelle dirawat, para mahasiswa magang terus berdatangan ke ruangannya untuk bergosip. Katanya Dave membawa Stevie jalan-jalan, katanya mereka menikmati makanan lezat, katanya mereka mengunjungi lokasi wisata populer. Padahal hal-hal seperti itu tak pernah Dave lakukan bersamanya.

Richelle tak menanggapi sepatah kata pun. Namun, rasa sakit di dadanya nyaris merobek dirinya dari dalam. Hingga akhirnya, di matanya muncul secercah kelegaan.

'Dave, aku membebaskanmu ....'

Begitu keluar dari rumah sakit, hal pertama yang dia lakukan adalah pergi ke rumah lama Keluarga Bramasta. Dia ingin membatalkan perjanjian pernikahan mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 20

    Saat Richelle membantu Stanley turun dari lantai atas, Dave berjalan masuk dengan penampilan yang berantakan. Dia terpaku menatap Richelle dari bawah tangga.Pemandangan itu terasa sangat familier. Dulu, Richelle juga sering membantu Stanley turun tangga seperti ini. Dalam sekejap, Dave merasa semua yang terjadi sebelumnya hanyalah mimpi, bahwa Richelle masih di sini, bahwa tidak ada yang berubah, bahwa mereka masih punya masa depan bersama.Kalau dulu, Richelle pasti akan langsung menatapnya, tersenyum, dan menyapanya dengan lembut. Namun kenyataannya, tidak peduli seberapa tajam pun pandangan Dave tertuju padanya, Richelle kini memperlakukannya seperti udara.Segalanya memang sudah terjadi. Dia tidak akan kembali. Mereka memang tidak mungkin bersama lagi.Kesadaran itu membuat dada Dave seolah-olah tertusuk oleh pisau tak kasatmata. Setiap tarikan napas terasa menyayat hati.Saat makan malam, Dave duduk di hadapan Richelle. Tatapannya tak terlepas darinya, bahkan dia sempat ingin men

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 19

    Seperti biasanya, Ryker mengantar Richelle pulang. Namun entah kenapa, malam itu terasa berbeda baginya.Saat turun dari mobil, Ryker menyerahkan sebuah kotak hadiah kepadanya. "Hadiah ulang tahun."Dari gerbang kompleks menuju ke lobi apartemen, langkah kaki Richelle sedikit lebih cepat dari biasanya. Dia tidak sabar ingin segera membuka hadiah itu.Namun, begitu sampai di bawah, pandangannya tiba-tiba membeku. Dave berdiri di sana.Pria itu berdiri agak jauh, menatapnya. Di tangan Dave ada kue dan sebuah hadiah. Dia berjalan mendekat perlahan, lalu dengan gugup menyerahkan kotak di tangannya.Suaranya serak saat berkata, "Selamat ulang tahun, Richelle. Aku pernah bilang, setiap kamu ulang tahun, aku akan menemanimu. Syukurlah, kali ini aku nggak terlambat."Memang benar, dulu setiap ulang tahun Richelle, Dave tidak pernah absen. Bahkan ketika sibuk dengan jadwal operasi seharian, Dave tetap akan menyempatkan diri datang dan merayakannya bersamanya, meskipun itu berarti Dave harus ber

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 18

    Setelah mengantar Helan pulang, Richelle kembali ke rumahnya. Selesai mandi dan mengganti pakaian, dia berbaring di tempat tidur. Namun, begitu mengingat kata-kata cinta yang keluar dari mulut Dave, dia tak bisa menahan diri dan kembali tertawa.Dave bilang mencintainya. Pria itu benar-benar merendahkan arti dari kata "cinta".Keesokan harinya, tidak ada jadwal pertunjukan. Latihan yang seharusnya dilakukan juga dibatalkan. Richelle membaca pengumuman di grup, lalu meletakkan ponselnya di samping, menatap langit-langit. Dia baru sadar selain latihan dan tampil, dirinya sepertinya tidak punya hal lain untuk dilakukan.Ketika rasa hampa itu baru saja muncul, Ryker menelepon. "Hari ini nggak ada latihan, 'kan? Aku jemput kamu, kita jalan-jalan."Richelle berpikir sebentar. Karena memang tidak ada yang perlu dikerjakan, akhirnya dia menyetujui. Dia bangkit perlahan dari tempat tidur, menyiapkan diri, dan turun. Saat sampai di bawah, Ryker sudah menunggu di depan.Dia sedikit tertegun, lalu

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 17

    Richelle berhenti dan berbalik. Suaranya datar saat bertanya, "Apa Paman Stanley yang menyuruhmu mencariku?"Karena selain itu, dia tidak bisa memikirkan alasan lain.Dave tertegun mendengar itu, lalu buru-buru menjelaskan dengan panik, "Bukan ... aku sendiri yang ingin mencarimu.""Apa yang kamu mau?" Richelle mundur selangkah, nada suaranya dingin.Melihat wajah Richelle yang asing dan berwaspada, hati Dave terasa seperti disayat. Pahit dan sesak memenuhi dadanya. Matanya dipenuhi kesedihan dan permohonan. "Richelle ... ayo ikut aku pulang. Aku ....""Mau balas budi lagi?" sela Richelle dengan tatapan dingin. "Nggak perlu. Kalian sudah melunasi budi itu. Pergilah. Kita sudah lama nggak saling berutang apa pun."Setelah berkata begitu, dia melangkah melewatinya dan hendak pergi, tetapi pergelangan tangannya tiba-tiba ditangkap oleh tangan besar."Bukan untuk balas budi!" Dave buru-buru menahannya. Suaranya penuh kecemasan. "Aku cuma benar-benar ingin kamu kembali. Aku terlalu bodoh. S

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 16

    Karena orangnya terlalu banyak, mereka pun dibagi menjadi dua mobil. Richelle dan Helan naik mobil Ryker, sementara yang lain memanggil taksi sendiri.Karena mudah mabuk perjalanan, Richelle duduk di kursi penumpang depan. Sementara di kursi belakang, Helan masih sibuk melihat ke luar jendela sambil berseru riang, "Cowok tadi ganteng banget ya! Walaupun kelihatan agak lesu, tetap saja ganteng! Aku ingin minta kontaknya deh!"Richelle diam saja tanpa menanggapi. Ryker yang memperhatikan keheningannya justru menimpali, "Sudah deh, kamu bisa diam nggak? Orang yang kamu bilang ganteng itu paling nggak sudah 99 dari 100 orang yang kamu lihat. Aku juga heran gimana cara matamu bekerja."Seketika, perhatian Helan langsung teralihkan. Dia malah sibuk berdebat dengan Ryker, melupakan Dave sepenuhnya.Sementara itu, Richelle menatap ke luar jendela, melihat bayangan pepohonan yang bergeser cepat ke belakang. Di benaknya terus terngiang suara Dave tadi. Dalam suaranya tidak ada sedikit pun nada t

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 15

    Setelah operasi selesai, Richelle tinggal di rumah sakit selama beberapa hari sebelum akhirnya keluar. Suaranya pun pulih seperti sedia kala.Secara kebetulan, dia kemudian bergabung dengan sebuah band, di mana ada seorang gadis muda bernama Helan yang sangat menyukainya. Bahkan Helan yang mengajaknya masuk ke band itu.Karena Richelle sudah berpengalaman, tak lama kemudian mereka mendapat kesempatan untuk tampil dalam sebuah pertunjukan kecil di sebuah bar.Setelah setahun tak naik ke panggung, Richelle merasa menemukan dirinya kembali. Dia menjadi lebih sering tersenyum.Selesai pertunjukan, Richelle masih terbawa suasana. Hingga saat berjalan ke belakang panggung, dia mendengar Helan tiba-tiba berteriak, “Kak? Kenapa kamu datang ke sini? Bukannya kamu nggak pernah mau nonton penampilanku?”Richelle menunduk, memperhatikan langkahnya tanpa mengangkat kepala, sampai sebuah suara yang sangat familier terdengar. “Tenang saja, aku bukan datang buat nonton kamu.”Dia tertegun sejenak, lal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status