Share

Bab 3

Author: Deandra
"Paman, aku ingin membatalkan pernikahan kami." Richelle berdiri di ruang tamu, berucap dengan nada tegas.

Stanley, ayah Dave, terkejut sejenak mendengar itu. "Kenapa tiba-tiba? Bukankah pernikahan akan segera dilaksanakan?"

Richelle menunduk, menutupi kepahitan di matanya. "Aku dan Dave nggak saling mencintai, lebih baik nggak menyia-nyiakan waktu satu sama lain. Ibuku juga sebentar lagi keluar. Aku ingin membawanya pergi dan menemaninya dengan baik."

Melihat keteguhannya, Stanley hanya bisa mengangguk. "Baiklah, aku akan atur tiketnya. Setelah ibumu keluar dalam dua minggu ini, kalian bisa pergi ...."

Tiba-tiba, terdengar suara Dave dari belakang. "Siapa yang ingin pergi?"

Richelle langsung tegang. Sebelum Stanley sempat berbicara, dia menyahut, "Nggak ada, kenapa kamu pulang?"

Dave tidak menanyakan lebih lanjut. "Aku dengar kamu kembali, jadi aku datang menjemputmu."

Akhirnya, Stanley menyuruh mereka untuk makan dulu sebelum pergi.

Di meja makan, Dave terbiasa mengambilkan makanan untuknya. Dalam hal-hal seperti ini, dia selalu tepat, misalnya menjemputnya pulang atau mengambilkan makanan untuknya. Karena itu, Richelle pernah salah paham bahwa Dave benar-benar menyukainya.

Di tengah makan, Dave membicarakan soal pernikahan. "Ayah, pernikahan akan tetap berlangsung dua minggu lagi. Ingat untuk mengabari para tamu."

Stanley terkejut sejenak, menatap mereka berdua. "Richelle nggak memberitahumu? Bukankah dia ingin membatalkannya?"

Suara Stanley tertutupi oleh dering telepon. Dave mengangkatnya. Richelle duduk di sampingnya, jadi bisa mendengar seluruh percakapan.

"Dokter, Stevie demam, tapi dia nggak mau pulang kerja. Tolong cepat datang dan membujuknya!"

Dave menepuk telepon, berkata dengan sedikit cemas, "Kamu jaga dia dulu, aku segera ke sana."

Setelah menutup telepon, dia bertanya kepada Stanley, "Ayah tadi bilang apa?"

Belum sempat Stanley menjawab, dia menambahkan, "Nanti saja, ada urusan mendesak. Aku pergi dulu."

Setelah itu, dia meninggalkan semua tata krama yang selama ini dijaga. Saat berdiri, kursi berdecit keras. Kemudian, dia melangkah cepat menuju pintu.

Melihat punggungnya, jantung Richelle terasa seperti dicengkeram oleh tangan besar. Rasa sakit merayap di dada.

Setelah meninggalkan rumah keluarga Bramasta, Richelle pergi ke penjara. Dia memegang telepon transmisi, menatap ibunya yang terlihat lelah di balik kaca, menahan diri agar tidak menangis.

Rami menatapnya dengan mata penuh haru. Dia menempelkan telepon dengan erat di telinganya. "Richelle, apa Keluarga Bramasta dan Dave memperlakukanmu dengan baik selama bertahun-tahun ini?"

Richelle menarik lengan bajunya untuk menutupi bekas luka. Dia tersenyum. "Mereka baik padaku, Ibu. Jangan khawatir."

Rami merasa lega. "Pernikahan kalian sudah dekat ya? Sayang sekali aku nggak bisa hadir."

"Kami nggak jadi menikah. Dia nggak menyukaiku." Richelle berusaha menampilkan ekspresi santai. "Nanti setelah Ibu keluar, kita pergi dari sini ya? Aku akan selalu menemani Ibu. Hanya kita berdua."

Rami memandang Richelle dengan hati yang hancur. Matanya berkaca-kaca. "Baiklah, terserah kamu saja."

Richelle kembali ke rumah yang kosong. Sudah sebulan setengah sejak terakhir kali dia di tinggal di rumah ini. Dia menatap pemandangan yang familier, tetapi kini segalanya sudah berubah.

Richelle naik ke lantai atas, merapikan barang-barangnya sendiri. Barang-barang yang Dave dan Keluarga Bramasta berikan tetap ditinggalkan di rumah. Barang-barang itu memang bukan miliknya, jadi dia tidak punya hak untuk membawa atau membuangnya.

Malam itu, Dave tidak pulang sama sekali. Dia baru kembali keesokan siang. Dia datang dengan seorang penata busana dan penata rias. "Malam ini ada acara medis. Aku akan mengenalkanmu pada orang-orang."

Dave tidak pernah menutupi identitas Richelle sebagai menantu Keluarga Bramasta di luar rumah. Karena baginya, itu adalah tanggung jawab.

Setelah siap, Richelle berjalan ke mobil. Dia ingin membuka pintu penumpang depan, tetapi tidak bisa dibuka.

Saat itu juga, dari kursi pengemudi, Dave berkata, "Nanti kita akan menjemput Stevie. Dia mabuk kendaraan, jadi kamu duduk di belakang."

Richelle menggenggam pegangan pintu lebih erat. Apakah Dave lupa bahwa dirinya juga mabuk kendaraan?

Dia menunduk, tersenyum mengejek diri sendiri. Tanpa berkata apa-apa, dia pun membuka pintu belakang.

Setelah menjemput Stevie, wanita itu langsung berkata, "Dokter, terima kasih sudah menemaniku semalam. Kalau nggak, aku nggak akan sembuh secepat ini."

Mata Dave penuh kasih sayang. Dia mengelus kepala Stevie. "Bagus kalau sudah sembuh. Tubuhmu lemah, harus jaga kesehatan."

Adegan itu menusuk hati Richelle. Stevie tampak terkejut melihat Richelle. "Richelle juga di sini? Aku duduk di sini nggak apa-apa? Aku duduk di belakang saja ya?"

Dave menyalakan mobil. "Nggak apa-apa, kamu duduk di sini."

Richelle mengalami mabuk kendaraan parah. Di setengah perjalanan, dia mulai menelan air liur. Untungnya, mereka sampai di lokasi sebelum benar-benar pingsan.

Dia merangkul lengan Dave saat masuk, sementara Stevie mengikuti di sampingnya.

Sepanjang acara malam medis, Dave memang memperkenalkannya pada banyak orang, tetapi hanya sekadar perkenalan. Fokusnya tetap memperkenalkan Stevie pada tokoh-tokoh medis, sementara Richelle menjadi pendamping saja.

Efek mabuk kendaraan masih terasa. Richelle tidak ingin berlama-lama di sana, jadi memberi tahu Dave akan ke kamar mandi.

Dia berada di luar selama setengah jam. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia kembali ke aula.

Namun, saat sampai di pintu, Richelle melihat Dave menggendong Stevie yang tampak lemah, menuju ke lantai atas. Wajah Stevie memerah, napasnya tersengal-sengal.

Suara Dave serak, seolah-olah menahan sesuatu dengan keras. "Stevie, tahan sedikit. Sebentar lagi sampai."

Hati Richelle bergetar. Dia mengikuti mereka. Sepanjang jalan hingga ke lantai atas, dia melihat mereka masuk ke sebuah kamar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 20

    Saat Richelle membantu Stanley turun dari lantai atas, Dave berjalan masuk dengan penampilan yang berantakan. Dia terpaku menatap Richelle dari bawah tangga.Pemandangan itu terasa sangat familier. Dulu, Richelle juga sering membantu Stanley turun tangga seperti ini. Dalam sekejap, Dave merasa semua yang terjadi sebelumnya hanyalah mimpi, bahwa Richelle masih di sini, bahwa tidak ada yang berubah, bahwa mereka masih punya masa depan bersama.Kalau dulu, Richelle pasti akan langsung menatapnya, tersenyum, dan menyapanya dengan lembut. Namun kenyataannya, tidak peduli seberapa tajam pun pandangan Dave tertuju padanya, Richelle kini memperlakukannya seperti udara.Segalanya memang sudah terjadi. Dia tidak akan kembali. Mereka memang tidak mungkin bersama lagi.Kesadaran itu membuat dada Dave seolah-olah tertusuk oleh pisau tak kasatmata. Setiap tarikan napas terasa menyayat hati.Saat makan malam, Dave duduk di hadapan Richelle. Tatapannya tak terlepas darinya, bahkan dia sempat ingin men

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 19

    Seperti biasanya, Ryker mengantar Richelle pulang. Namun entah kenapa, malam itu terasa berbeda baginya.Saat turun dari mobil, Ryker menyerahkan sebuah kotak hadiah kepadanya. "Hadiah ulang tahun."Dari gerbang kompleks menuju ke lobi apartemen, langkah kaki Richelle sedikit lebih cepat dari biasanya. Dia tidak sabar ingin segera membuka hadiah itu.Namun, begitu sampai di bawah, pandangannya tiba-tiba membeku. Dave berdiri di sana.Pria itu berdiri agak jauh, menatapnya. Di tangan Dave ada kue dan sebuah hadiah. Dia berjalan mendekat perlahan, lalu dengan gugup menyerahkan kotak di tangannya.Suaranya serak saat berkata, "Selamat ulang tahun, Richelle. Aku pernah bilang, setiap kamu ulang tahun, aku akan menemanimu. Syukurlah, kali ini aku nggak terlambat."Memang benar, dulu setiap ulang tahun Richelle, Dave tidak pernah absen. Bahkan ketika sibuk dengan jadwal operasi seharian, Dave tetap akan menyempatkan diri datang dan merayakannya bersamanya, meskipun itu berarti Dave harus ber

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 18

    Setelah mengantar Helan pulang, Richelle kembali ke rumahnya. Selesai mandi dan mengganti pakaian, dia berbaring di tempat tidur. Namun, begitu mengingat kata-kata cinta yang keluar dari mulut Dave, dia tak bisa menahan diri dan kembali tertawa.Dave bilang mencintainya. Pria itu benar-benar merendahkan arti dari kata "cinta".Keesokan harinya, tidak ada jadwal pertunjukan. Latihan yang seharusnya dilakukan juga dibatalkan. Richelle membaca pengumuman di grup, lalu meletakkan ponselnya di samping, menatap langit-langit. Dia baru sadar selain latihan dan tampil, dirinya sepertinya tidak punya hal lain untuk dilakukan.Ketika rasa hampa itu baru saja muncul, Ryker menelepon. "Hari ini nggak ada latihan, 'kan? Aku jemput kamu, kita jalan-jalan."Richelle berpikir sebentar. Karena memang tidak ada yang perlu dikerjakan, akhirnya dia menyetujui. Dia bangkit perlahan dari tempat tidur, menyiapkan diri, dan turun. Saat sampai di bawah, Ryker sudah menunggu di depan.Dia sedikit tertegun, lalu

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 17

    Richelle berhenti dan berbalik. Suaranya datar saat bertanya, "Apa Paman Stanley yang menyuruhmu mencariku?"Karena selain itu, dia tidak bisa memikirkan alasan lain.Dave tertegun mendengar itu, lalu buru-buru menjelaskan dengan panik, "Bukan ... aku sendiri yang ingin mencarimu.""Apa yang kamu mau?" Richelle mundur selangkah, nada suaranya dingin.Melihat wajah Richelle yang asing dan berwaspada, hati Dave terasa seperti disayat. Pahit dan sesak memenuhi dadanya. Matanya dipenuhi kesedihan dan permohonan. "Richelle ... ayo ikut aku pulang. Aku ....""Mau balas budi lagi?" sela Richelle dengan tatapan dingin. "Nggak perlu. Kalian sudah melunasi budi itu. Pergilah. Kita sudah lama nggak saling berutang apa pun."Setelah berkata begitu, dia melangkah melewatinya dan hendak pergi, tetapi pergelangan tangannya tiba-tiba ditangkap oleh tangan besar."Bukan untuk balas budi!" Dave buru-buru menahannya. Suaranya penuh kecemasan. "Aku cuma benar-benar ingin kamu kembali. Aku terlalu bodoh. S

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 16

    Karena orangnya terlalu banyak, mereka pun dibagi menjadi dua mobil. Richelle dan Helan naik mobil Ryker, sementara yang lain memanggil taksi sendiri.Karena mudah mabuk perjalanan, Richelle duduk di kursi penumpang depan. Sementara di kursi belakang, Helan masih sibuk melihat ke luar jendela sambil berseru riang, "Cowok tadi ganteng banget ya! Walaupun kelihatan agak lesu, tetap saja ganteng! Aku ingin minta kontaknya deh!"Richelle diam saja tanpa menanggapi. Ryker yang memperhatikan keheningannya justru menimpali, "Sudah deh, kamu bisa diam nggak? Orang yang kamu bilang ganteng itu paling nggak sudah 99 dari 100 orang yang kamu lihat. Aku juga heran gimana cara matamu bekerja."Seketika, perhatian Helan langsung teralihkan. Dia malah sibuk berdebat dengan Ryker, melupakan Dave sepenuhnya.Sementara itu, Richelle menatap ke luar jendela, melihat bayangan pepohonan yang bergeser cepat ke belakang. Di benaknya terus terngiang suara Dave tadi. Dalam suaranya tidak ada sedikit pun nada t

  • Cinta Semu yang Kukira Abadi   Bab 15

    Setelah operasi selesai, Richelle tinggal di rumah sakit selama beberapa hari sebelum akhirnya keluar. Suaranya pun pulih seperti sedia kala.Secara kebetulan, dia kemudian bergabung dengan sebuah band, di mana ada seorang gadis muda bernama Helan yang sangat menyukainya. Bahkan Helan yang mengajaknya masuk ke band itu.Karena Richelle sudah berpengalaman, tak lama kemudian mereka mendapat kesempatan untuk tampil dalam sebuah pertunjukan kecil di sebuah bar.Setelah setahun tak naik ke panggung, Richelle merasa menemukan dirinya kembali. Dia menjadi lebih sering tersenyum.Selesai pertunjukan, Richelle masih terbawa suasana. Hingga saat berjalan ke belakang panggung, dia mendengar Helan tiba-tiba berteriak, “Kak? Kenapa kamu datang ke sini? Bukannya kamu nggak pernah mau nonton penampilanku?”Richelle menunduk, memperhatikan langkahnya tanpa mengangkat kepala, sampai sebuah suara yang sangat familier terdengar. “Tenang saja, aku bukan datang buat nonton kamu.”Dia tertegun sejenak, lal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status