Share

TUJUH

“Pindah?” Amanda terkejut dengan ucapan Fandy Barusan.

“Iya. Pindah. Karena itu aku ingin dengar dari kamu langsung, apa kamu ada masalah dengan rekan yang lain sampai kamu ingin pindah dari tempat ini?" Ucap Fandy sambil menatap Amanda serius. 

Sebagai kepala cabang dia tidak melihat ada masalah yang berarti selama ini diantara rekan timnya sehingga dia penasaran alasan Amanda mengajukan kepindahan hingga disetujui oleh CEO mereka. Bahkan dia pindah ke Jakarta. Setahunya untuk pindah ke kota besar seperti Jakarta bukan hal yang mudah. Setidaknya dia harus melewati beberapa jenjang karir misalnya kepala toko atau supervisor wilayah. Sedangkan Amanda masih berstatus staf.

Amanda  benar-benar tidak mengerti maksud pembicaraan Fandy tentang pindah karena dia tidak mengajukan kepindahan. Dia sudah merasa nyaman disini dan dia tidak memiliki masalah apapun.

“aku nggak ngerti deh maksud mas apa, aku sama sekali nggak ada kepikiran untuk pindah dari outlet ini mas,” ucap Amanda jujur.

Bagaimanapun juga Amanda sangat paham pindah ketempat baru berarti dia harus mulai mengenal rekan kerjanya dari awal lagi. Dia sudah sangat betah bekerja bersama Mas Fandy, Yuyun, Retno dan Bagas. Teman-temannya di outlet tempatnya sekarang. Akan sangat merepotkan bila harus beradaptasi dengan lingkungan baru lagi.

"kalau kamu nggak mengajukan kepindahan bagaimana nama kamu ada di daftar pegawai yang akan dimutasi seminggu lagi. Kamu nggak diam diam mengirim surat pemindahan ke kantor pusatkan,” Selidik Fandy yang masih menaruh curiga.

pindah?? seminggu?? bagaimana mungkin dia bahkan tidak merasa mengirim surat pada siapapun bagaimana bisa dia akan dipindahkan.

"Kamu punya kenalan orang atas yah yang bisa merekomendasikan kamu," tuduh fandy dengan wajah penuh curiga. Ketika tidak mendengar jawaban dari Amanda.

"Mas jangan asal tuduh gitu dong, aku nggak tahu kalau ada mutasi pegawai apalagi kenal orang di kantor pusat. Aku bisa aja tersinggung dengan ucapan mas fandy barusan," ucap Amanda sedikit kesal sambil menyilangkan tangannya. Bagaimana bisa kepala gudangnya memiliki pemikiran seperti itu.

Fandy menggaruk kepalanyanya yang tidak gatal merasa bersalah karena menuduh Amanda tanpa bukti. "Maaf Manda,, mas Fandy terkejut saat lihat nama kamu di daftar mutasi. Mas Fandy khawatir kamu ada masalah dengan rekan kerja kamu dan kamu nggak mau terbuka. Bagaimanapun juga kita satu tim selama ini. aku nggak mau ada salah paham. Kalian yang ada di swalayan ini udah mas anggap adik. Karena itu Mas khawatir ada masalah yang tidak bisa kamu jelaskan kepada kami semua," jelas Fandy pada Amanda.

"Percaya sama aku mas,, aku nggak minta pindah kemanapun. Lagian aku tuh udah merasa betah banget kerja disini," ucap Amanda sungguh sungguh.

Fandy tampak berpikir. "Kalo begitu siapa yang merekomendasikan kamu? apa mungkin ada yang minta pergantian ke cabang lain?" Tanya Fandy lebih kepada dirinya sendiri. Amanda yang melihat kebingungan Fandy jadi penasaran.

"Emang penempatannya dimana mas?" Tanya Amanda enggan.

"Di jakarta,"  ucapan Fandy berhasil membuat Amanda memalingkan wajahnya menatap Fandy.

Seketika Amanda membeku mendengar perkataan Fandy. "Jakarta? mas Fandy yakin?" tanya Amanda memastikan kalau pendengarannya barusan tidak salah.

Fandi mengangguk. "Iya. bahkan rekomendasi ini sudah ditandatangan langsung oleh CEO kita," Ucap Fandy memastikan.

Dari  ekspresinya Amanda yakin Fandy tidak mungkin membohonginya. Dalam hati Amanda tiba-tiba dilanda kecemasan. Dia tidak berniat untuk kembali ke Jakarta. Bagaimana nasibnya sekarang. Apa dia harus menerima tawaran pemindahan itu atau tidak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status