Diatas mejanya, Arvan mengambil setumpuk berkas yang diserahkan oleh pihak HRD tadi pagi. Berkas itu berisi laporan kinerja karyawan yang ada di berbagai cabang perusahaan. Dia harus memeriksa daftar nama para karyawannya sebelum nanti mengambil keputusan apakah memberi surat peringatan atau melakukan pemutusan kerja.
Sebenarnya dia malas melakukan ini, dirinya bisa saja menyerahkannya kepada HDR untuk memvalidasi dan segera melakukan pemutusan kerja pada pegawai yang namanya ada di atas mejanya sekarang. Surat peringatan baginya hanya basa-basi dan kurang memberi efek jera. Dia lebih memilih langsung mengambil sikap dengan memutuskan kontrak.
Tapi sebagai pemilik perusahaan tentu memerlukan izin darinya jika ingin melakukan pemutusan hubungan kerja dengan karyawan yang dianggap tidak kompeten dalam mempertahankan kinerjanya. Hanya memerlukan tanda tangannya.
Arvan mulai membuka lembaran file dan melihat kembali daftar nama para calon pengangguran yang hidupnya tergantung padanya. Sungguh ironis memang, ketika kehidupanmu berada ditangan seseorang yang berkuasa, yang bisa mendorongmu ke jurang pengangguran kapan saja. ketika mencari pekerjaan baru saja begitu sulit belakangan ini. tapi mau bagaimana lagi. perusahaan juga memerlukan laba untuk keberlangsungan hidup pekerja yang lain. Membiarkan pegawai yang tidak kompeten terlalu lama ibarat memelihara parasit dalam tubuh. Dibiarkan terlalu lama justru akan merusak anggota tubuh lain. Dan Arvan tidak menyukai hal itu.
Arvan mengamati tiap lembar berisi nama pegawainya hingga matanya tertuju pada selembar kertas. Arvan terdiam. netranya membesar dan tidak berkedip memastikan kalo penglihatannya tidak salah. AMANDA CLARISA PUTRI. Arvan bahkan memperhatikan dengan teliti nama tersebut meyakinkan dirinya bahwa dia tidak salah lihat.
Arvan tersenyum tipis penuh kebencian. Dia kemudian menghubungi seseorang, "Siska, tolong hubungi bagian pemasaran dan HRD, saya minta realisasi penjualan dan daftar pegawai untuk outlet kita yang ada di Pati," ucap Arvan tegas kemudian langsung menutup pembicaraannya. dia kembali mengambil berkas itu dan memainkan jarinya pada kertas bertuliskan nama Amanda.
Ekspresi Arvan masih sedingin es. berbagai pemikiran muncul dalam benaknya. Wanita yang dibencinya akhirnya muncul lagi setelah tiga tahun menghilang. Walaupun terkejut wanita itu bekerja untuknya tapi dia merasa cukup beruntung karena akhirnya wanita itu datang dengan sendirinya.
'Tidak ku sangka kamu bersembunyi cukup jauh hingga sulit bagiku menemukanmu. Akhirnya kamu muncul sendiri dan aku bisa membuat perhitungan. Aku akan membalasmu wanita sialan', ucap Arvan dalam hati sambil tersenyum penuh kebencian.
***
Amanda sedang sibuk memindahkan kaleng minuman soda dari kotak ke refrigerator swalayan. Beberapa jenis minuman disusun berdasarkan merek dan ukurannya. Amanda juga memeriksa masa berlaku kartu promo yang terpajang di kulkas. Memilah berdasarkan jenis minuman dapat memudahkan pembeli saat akan mengambil minuman yang mereka inginkan.
"Amanda,,, bisa bantu aku di gudang sebentar?" Panggil Fandy kepala gudangnya. Amanda Pun beranjak dari aktivitasnya dan mengikuti Fandy menuju gudang yang ada di belakang swalayan.
"Ada yang perlu disortir ulang mas Fandy?" Tanya Amanda dari balik punggung Fandy begitu sampai digudang. Dia merasa sudah melakukan penyortiran barang sebelumnya.
"Tidak ada. Aku ingin menanyakan hal pribadi padamu," ucap Fandy sambil menatap Amanda.
Amanda hanya diam menunggu Fandy mengucapkan tujuannya memanggilnya yang sedang bekerja
"Saya baru dapat surat dari kantor pusat soal penempatan kamu, apa kamu ada masalah yang tidak bisa kamu ceritakan kepadaku,” lanjut Fandy dengan nada sedikit menyelidik.
Amanda hanya menggelengkan kepala sambil menatapnya heran. Sejujurnya dia tidak mengerti arah pembicaraan Kepala Gudangnya ini.
“Kamu bisa cerita ke aku kalo kamu ada masalah, Amanda," desak Fandy yang merasa Amanda tidak akan bersuara.
“Aku nggak ngerti maksud mas Fandy apa,, tapi aku merasa baik-baik saja kerja disini mas,” balas Amanda. Terlihat sekali dia kebingungan.
“Kalau begitu apa yang membuatmu ingin pindah dari outlet ini?" Tanya Fandy kemudian
“Pindah?” Amanda terkejut dengan ucapan Fandy Barusan.
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai