"Ratna, bangun." Suara itu kini terdengar lebih jelas dari awalnya yang hanya sekedar sayup sayup. Bahkan kini badannya sedikit bergoyang karena goncangan tangan yang ada di bahunya.
"Mas ...." Ratna mengerjakan mata berulang kali saat melihat wajah mas Delon yang sudah berada di sampingnya.
"Kamu masih ingin mengambil barangmu di rumah itu, tidak?" tanya Delon yang masih berdiri menatap wajah sang adik yang tampak masih sangat mengantuk.
"Masih, Mas. Banyak naskah yang tersimpan di dalam ponselku yang lama." Ratna menjawab setelah sebelumnya menutup mulutnya yang menguap.
"Kalau begitu, ayo!" ajak Delon dengan tangan kanan mengacak lembut rambut Ratna, yang kemudian melangkah sedikit menjauh dan duduk di kursi kosong di samping Nay yang masih tersenyum melihat keakraban Ratna dan Delon.
"Mas kapan datang, terus yang lain pada ke mana, Nay? Kok sepi?" tanya Ratna yang mulai duduk dari rebahan. Matanya juga mulai menyapu setiap sudut rumah.&nb
"Mas Delon mau jadi mak comblangnya?" tanya Ratna yang memberi isyarat pada Delon dengan ujung matanya yang melirik ke arah Nay, yang tampak jengah, dan membuang muka ke arah luar rumah."Memangnya kamu mau?" tanya Delon yang menyipitkan matanya, tampak kalau Delon belum juga paham dengan kode yang Ratna berikan."Apa kata nasib deh, Mas. Tapi kalau untuk saat ini, aku nggak aja." Akhirnya Ratna memilih jawaban menggantung. Dia mulai berdiri, bersiap untuk pergi."Nay mau ikut nggak ke rumah mantan suaminya Ratna?" tanya mas Delon pada Nay yang masih memilih menatap ke luar rumah.Tampak Delon yang ikut berdiri saat melihat Ratna bangun dari duduknya."Nggak, Mas. Aku lagi ada yang harus di selesaikan malam ini." Dengan tersenyum yang di paksakan, Nay menolak halus ajakan Delon."Ya udah, kalau gitu" ujar Delon, kedua bahunya naik sesaat."Yuks! Kita berangkat sekarang ke rumahmu, mumpung belum terlalu sore," ajak De
"Alhamdulillah, sepi, Mas. Kalau banyak orang bikin keki, aku males yang mau basa basi," sahut Ratna yang melangkah mendekati Delon. Setelah memandangi sekitarnya."Hu um," ujar Delon yang kemudian melangkah sejajar dengan Ratna mendekati pagar rumah."Rizal tampaknya juga ada, tuh! Motornya sudah ada di teras." Ratna berucap setelah matanya melongok lewat celah celah pagar."Assalamualaikum!" Ratna dan Delon tanpa sadar mengucapkan salam bersamaan. Mereka pun saling pandang dan tersenyum bersama."Wa Alaikum salam."Ratna menggigit bibir bawahnya, saat melihat Rizal yang keluar dari rumah, dengan membawa kunci pagar di tangannya.Baju yang kusut dengan rambut acak acakan, Rizal mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam rumah sesaat setelah pintu pagar di bukanya lebar- lebar.Ratna membuang nafas panjang, ternyata getaran itu masih ada, walau mungkin hanya sebesar biji jagung. Mau di bantah seperti apa pun mereka
"Ratna, ayo!" teriak Delon yang ternyata sudah menunggu di dalam mobil yang kini menepi di depan pagar rumah Rizal.Semua barang Ratna yang tadi Rizal letakkan di depan Ratna pun kini sudah tidak ada, di angkat Delon ke dalam mobil.Ratna terlonjak kaget dan memanjangkan badannya di bantu oleh kakinya yang jinjit untuk melihat mas Delon, dan menganggukkan kepala ke arah kakak lelakinya itu."Assalamualaikum!" salam Ratna yang kemudian bergegas menyusul Delon, tanpa lagi menoleh ke arah Rizal, tak terdengar olehnya jawaban salam dari lelaki yang pernah menjadi penguasa hatinya itu.Dulu, Ratna tak pernah keluar dari rumah sebelum mencium punggung tangan lelaki itu. Jadi terasa aneh, apalagi sepintas tadi terlihat olehnya, Rizal yang hendak mengulurkan tangannya. Namun, dirinya sudah berbalik arah."Kita langsung pulang atau bagaimana, Dik?" tanya Delon pada Ratna, saat mobil yang di kendarainya mulai berbelok arah.Ratna terdiam tak men
Delon tak menjawab, dia terus saja menikmati makanan seafood yang di pesannya. Malah kini menyuruh Ratna juga untuk tidak perduli dengan perkataan Aldo yang tadi sempat terlihat membuat mata cantiknya terbeliak sesaat."Ouy, Delon!" Setengah berteriak Aldo memanggil Delon dengan tatapan tak percaya kalau sahabatnya itu malah bersikap tak perduli."Buktikan, Aldo. Bukan hanya di mulut saja. Omongan tanpa bukti itu namanya hoak!" Dengan tangan meletakkan gelas kosong karena ia teguk di atas meja, Delon menjawab apa yang membuat Aldo penasaran."Aduh!" Delon mengadu saat pahanya terasa ada yang mencubit dari bawah meja."Apa sih, Dik?" tanya Delon dengan mata melotot ke arah Ratna yang kembali menundukkan wajahnya, yang mungkin kini sedang blushing. Dan menunjukkan wajah tak bersalah.Delon Kemudian melanjutkan makannya dengan sangat nikmat. Saat melihat Ratna hanya diam saja. Delon pun bersikap seolah tak perduli kalau di sekitarnya
"Sarapan apa, kita pagi ini?" tanya Delon yang baru ikut bergabung di meja makan."Aku bikin bubur ayam, Mas. Menurutku ini cocok untuk sarapan." Ratna menjawab, sebelum memasukkan sendok ke dalam mulutnya.Delon tak lagi menjawab, dia sibuk menyeruput kopi bikinan Ratna."Apakah kau memasak banyak, hari ini?" tanya Bunda yang sudah menghabiskan sarapannya."Ya, aku juga sudah menyiapkan bekal untuk Bunda dan mas Delon. Aku harap cocok di lidah.""Mmm ... Kenapa tidak membuka cafe saja, Dik? Kopimu bikin aku ketagihan." Delon kembali memberikan pendapat yang sama pada Ratna"Akan ku jadikan pertimbangan, hanya saja aku masih tidak percaya diri untuk melakukan inovasi, Mas.""Kau ajaklah sahabatmu untuk bekerja sama, dari situ bakalan tumbuh rasa kembali rasa percaya diri kamu." Delon memberikan usul pada Ratna."Serius?" tanya Ratna sontak menghentikan kunyah nya dan dengan mata tak percaya menatap
Ketiga wanita berseragam sama itu sontak menoleh ke arah ruangan bos Aldo yang dari awal memang tertutup."Pak!" Serempak mbak Nur, Ratna dan mbak Nina menyapa Aldo yang hanya membuka pintunya sedikit saja, sambil menganggukkan kepala."Kopi buatku, mana? Tolong bikinkan juga dong." Ketiganya saling berpandangan, dan entah kenapa pandangan mbak Nur dan Mbak Nina tertuju pada Ratna, yang hanya bisa tersenyum sambil mengangguk."Baik, Pak," ujar Ratna yang kemudian melangkah kembali ke dapur, membuat apa yang pak Aldo tadi minta."Pak, kopinya!" seru Ratna setelah mengetuk pintu ruangan pak Aldo yang tertutup. Dengan baki di kedua tangannya."Masuk!"Mendengar suara perintah dari dalam ruangan, Ratna kemudian memegang baki yang di atasnya berisi secangkir kopi dengan satu tangan, sedang tangan yang lainnya, ia gunakan untuk membuka pintu."Ini kopinya, Pak." Ratna berkata, dengan tangan kembali menutup pintu.
Suara mantan mertuanya membuat Ratna hanya bisa menahan kesal, bola matanya berputar sambil menghela napas panjang. "Ini sebentar, kamu boleh nunggu di sini atau di rumahmu, kita lanjut via aplikasi hijau ya. Tapi hari ini kita jadi kok yang mau ke rumah Rafi." Ratna berpesan dengan rangan meraih tas dan segera keluar pintu menyusul mantan mertuanya. "Aku tunggu di sini aja, ya!" Setengah berteriak Nay, menjawab apa yang tadi Ratna katakan. "Ok!" Ratna menjawab sambil melambaikan tangan kanannya, sebelum menutup pintu. "Mobilmu mana?" tanya ibunya Rizal saat mereka melangkah ke luar pagar salon. "Aku nggak punya mobil, Bu." jawab Ratna santai. "Jangan bohong kamu, masak anak Chalondra tidak mempunyai mobil." Ibunya Rizal langsung menyanggah apa yang tadi Ratna katakan, terlihat bibir bawahnya yang sudah tebal semakin tebal karena dia majukan sedikit. "Ibu tahu dari siapa kalau aku anak Chalondra?" tanya
"Jadi kamu ninggalin ibunya Rizal di kedai bakso, Rat? Hahahaha!" tanya Nay, dari belakang punggung Ratna.Sesuai dengan rencana, siang itu mereka berdua pergi berkunjung ke rumah Rafi."Iyaaa, habis aku kesel Nay, enak aja minta rumah buat Rizal ma istri mudanya, emangnya aku perempuan yang tingkat kebodohannya sudah akut apa?" sahut Ratna, kesel.Nay tak tahan untuk tertawa saat mendengar cerita yang di sampaikan Ratna."Berhenti di sini, Rat!" Nay berseru di sela tawanya, dengan tangan menunjuk sebuah rumah. Membuat Ratna menghentikan laju motornya di depan sebuah rumah sederhana, yang tadi Nay tunjuk."Ini rumah Rafi kan, Nay? Bener kan?" tanya Ratna antara yakin dan nggak. Matanya menyisir rumah bergaya kuno. Namun, terawat. Halaman luas dengan sebuah pohon jambu biji besar dan rindang.Selintas kenangan masa lalu muncul di benak Ratna, saat matanya melihat bale bambu yang ada di bawah pohon."Iya, emangny