Menjadi putri semata wayang dari seorang pengusaha kaya tentunya menjadi satu-satunya harapan besar bagi setiap orang tua. Meski di dunia ini tidak semua sama, namun alur hidup yang biasanya orang dapati dalam sebuah cerita dongeng nyatanya benar bisa terjadi di dunia nyata.
Aturan, kekangan, orangtua super protektif, dan perjodohan, bukanlah hal yang tabu bagi keluarga kalangan atas seperti mereka.Contoh salah satunya adalah Seraphina.Sera adalah satu dari sebagian banyak anak yang telahir dengan sendok emas. Pun dengan statusnya sebagai anak tunggal, mau tak mau harus mejalani hidup selayaknya gaya hidup orang kaya pada cerita dongeng pada umumnya.Sejak kecil setiap langkah anak itu selalu diiringi oleh aturan ini itu oleh kedua orangtuanya.Hal itu tentu bukanlah sebuah masalah bagi Sera kecil. Tapi seiring berjalannya waktu, Sera semakin tumbuh besar, dan pikirannya pun kian kritis."Ayah kenapa Sera tidak boleh main bersama anak itu?""Ayah kenapa Sera tidak boleh jajan makanan disana?""Ayah kenapa Sera tidak boleh ikut ke rumah teman Sera?"Pertanyaan polos yang bagi Sera itu suatu tanda tanya besar yang perlu penjelasan tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan.Ayahnya maupun sang Ibu seringkali memakai alasan tak masuk akal. Sampai pada masa dimana dia dapat mengerti akan keadaan sekitar dan tahu bagaimana pola hidup yang sebenarnya sudah dia jalani sejauh ini, Sera mencoba berontak.Tapi, bagaimanapun, Sera yang tidak cukup pengalaman tetap akan berakhir tunduk pada perintah Ayahnya.Beliau sungguh punya kuasa yang besar pada kendali hidup Sera."Ayah tidak mau kamu membuang waktu untuk hal tidak penting..""Tidak penting apa maksud ayah? Sera hanya ingin membantu teman Sera —""Kamu cukup katakan apa yang kamu mau pada ayah dan ayah akan lakukan semua untukmu. Kamu tidak perlu terjun langsung dan bergabung bersama mereka.""Ayah mereka temanku.""Berteman lah dengan orang yang pantas, Sera.""Pantas? Mereka semua pantas ayah, mereka semua baik sama Sera.""Dengar, Sera...." Ketukkan telak pada meja seketika membuat anak itu bungkam. Rahadian menatap lamat manik anaknya dalam.Sera yang semakin dewasa semakin sulit sekali untuk di kendalikan."Ayah sudah menemukan banyak sekali orang yang berbuat baik pada kita karena memiliki alasan buruk. Seringkali pula ayah di kecewakan karena ternyata tidak ada satupun dari mereka yang benar-benar tulus berteman dengan orang seperti kita, dan harusnya kamu tau batasan mu, Sera. Jangan terlalu berbaur dengan mereka, jangan terlalu berbaik hati dan terlalu memberi mereka harapan karena bisa saja mereka sudah menyiapkan timbal balik yang menyakitkan untukmu."Mendengar penuturan dari sang Ayah. Sera mengerti satu hal.Bahwa ayahnya dulu telah mengalami hal buruk sehingga membuat wataknya menjadi seperti sekarang ini.Hidup itu penuh misteri, dan setiap manusia memiliki rahasianya masing-masing. Ayahnya mungkin benar, bisa saja mereka berteman dengan Sera karena memiliki tujuan yang buruk, tapi Sera pun tidak mau berburuk sangka karena dia tidak bisa memukul rata setiap orang seperti apa yang ayahnya tuduhkan."Ayah sudah mengatur semuanya Sera. Sekolahmu, pendidikan tinggi mu, bahkan akan dengan siapa kamu hidup nantinya. Ayah sudah mempersiapkan semuanya."Sera tak mampu berkata. Isi pikirannya begitu rumit bagai bola kusut yang memerlukan waktu untuk kembali rapi."Jadi jangan buang waktu mu untuk hal yang sia-sia."Setelah itu, Sera menjadi pribadi yang lebih pendiam. Dia bahkan tidak menerima teman dan mencari teman. Pola hidupnya sudah tertata dan harus tetap seperti itu pada setiap harinya.Sampai rasa jenuh datang memenuhi dada, dengan penimbangan yang cukup lama, Sera dewasa dengan berani meminta satu hal sebelum dia berpindah sangkar ke sangkar emas lain yang telah sang Ayah persiapkan."Boleh Sera meminta waktu 2 tahun buat jalanin hidup yang Sera mau?" Manik Sera menatap Ayahnya dengan begitu yakin. Tolong, ini adalah keinginan Sera yang terakhir sebelum hidupnya kembali di ambil oleh keluarga lain yang kelak akan meminang dirinya."Nak, maksud kamu apa sayang?" Ibu Sera bersuara. Biasanya beliau tidak akan ikut campur pada tuntutan suaminya pada sang anak. Tapi setelah mendengar permintaan putrinya ini, beliau merasa sedikit khawatir."Sera mau coba hidup jadi orang biasa, bu. Sera mau coba hidup kayak gadis lainnya di luar sana. Bekerja di perusahaan orang lain, tinggal di rumah sederhana," Sera menghela nafas ketika menjeda ucapannya."Sera cuma mau ngerasain gimana rasanya hidup di luar zona Sera.""Dan setelah itu kamu akan beralasan untuk menolak peraturan ayah?""Tidak..tidak ayah.. cuma 2 tahun. Sera janji..setelah itu, Sera bakal behenti main-main."Ibu Sera menoleh cemas pada suaminya. Suasana tegang bagai mencekik satu isi ruangan tersebut."Tolong...ayah..."Tidak ada keraguan dan kebohongan dimata anak itu. Rahadian pun mau tak mau mengizinkan Sera untuk berbuat semau dia selama 2 tahun ke depan."Dengan satu syarat. Kau harus bisa jaga diri."Senyum Sera lantas mengembang cantik di wajahnya."Baik ayah, Sera janji."Setelah itu, Rahadian mengutus salah satu pelayannya yaitu Bi Siti untuk menemani Sera selama anak itu menjalankan kemauannya.•••Sera memandang gedung perusahaan pakaian yang kini menjulang di depannya. Rencananya dia ingin melamar pekerjaan dimana hal ini adalah satu dari sekian banyak hal yang sudah lama ingin Sera lakukan.Dengan kemeja dan rok rapi, serta sepatu flat hitam mengkilat, tak lupa map berisikan berkas pribadi miliknya, dia berjalan dengan percaya diri memasuki lingkungan perusahaan tersebut.Maniknya berbinar senang, menelusuri setiap sisi area itu. Bahkan dalam hatinya sudah menerka dimanakah gerangan dia akan di tempatkan untuk bekerja nanti?Tawa kecil lolos begitu saja diiringi dengan fokusnya yang mulai goyah. Hingga tak sengaja pundaknya menubruk seseorang yang entah sejak kapan berjarak dekat dengannya."Aduh!""Akh!!"Map keduanya terjatuh. Dengan sigap Sera mengambil map—yang menurutnya— miliknya. Kemudian matanya bergulir pada sosok di didekatnya."Maaf ya, gak sengaja..""Eh iya, gak papa.." kepala pemuda itu mengangguk sopan. Sera jadi malu."Mau ngelamar juga ya?" Tanya Sera melihat map yang sama persis seperti miliknya sudah berada di genggaman pemuda itu kembali."Iya.." lagi...setiap menjawab kepala pemuda itu selalu mengangguk sopan. Pandangannya pun lebih sering menunduk seolah segan untuk menatap Sera terlalu lama.Seperti bukan orang kota. Batin Sera."Kalau gitu bareng aja. Saya juga mau ngelamar kerja di sini."Mengangguk lagi, dan Sera hanya bisa nyengir garing.Begitu mereka sampai, ternyata bukan hanya mereka saja yang datang hari ini untuk melamar. Cukup banyak orang yang nampak sudah duduk menunggu untuk masuk ke salah satu ruangan disana secara bergantian.Butuh hampir 45 menit Sera menunggu, sampai dimana Harsa dengan sopannya mempersilahkan Sera untuk masuk terlebih dahulu. Sera yang senang tentu saja tak lupa untuk berterimakasih. Setelah itu dia bergegas masuk ke ruangan tersebut."Selamat pagi, silahkan duduk."Sera pun mengambil duduk, kemudian menyerahkan map miliknya ketika karyawan di depannya membuat gesture seolah meminta barang yang tengah di genggamnya.Di bukanya lah map tersebut. Membuat Sera yang duduk tegak terlihat was-was.Ini yang pertama kali baginya, wajar saja kan kalau dia takut melakukan kesalahan walau sekecil apapun itu?Karyawan yang merupakan seorang wanita itu menatap berkasnya dengan pandangan menyipit.Kenapa?"Jangan bilang aku melakukan kesalahan?"Sera menelan ludahnya ketika manik wanita itu menatap ke arahnya."Kamu bawa map siapa ini?""Hah?" Jujur, Sera tidak mengerti.Wanita itu menarik nafas dalam, menyimpan berkas milik Sera kembali pada map, lalu menggeser benda tersebut ke depan Sera."Coba kamu lihat isi map kamu. Takutnya mata saya doang yang lagi error."Sera menurut dan lekas mengambil map itu. Bola mata Sera sontak melebar ketika menyadari bahwa dia mendapati foto dan data diri yang ada di dalam map itu bukanlah miliknya."Harsa Anggara?" Pekiknya.Dari sanalah awal Sera mengenal Harsa dan memulai petualangannya sebagai Sera si gadis sederhana. Bukan putri dari Rahadian Bagaskara.Tbc.Sebagai seorang anak bungsu, dimana masa dewasanya terjadi disaat kedua orangtuanya mulai menua, Harsa mau tak mau harus memutar otak untuk menghidupi dirinya sendiri tanpa menyusahkan ibu dan bapaknya.Bermodalkan otak cerdas, pendidikan terakhir sarjana meski bukan dari Universitas ternama, dan tangan yang terampil untuk memperbaiki kembali barang atau mesin yang rusak, cukup memberinya rasa percaya diri untuk membangun keberanian dengan cara mengadu nasib di pusat kota.Demi masa tua ibu bapaknya, demi kelangsungan hidupnya dimasa depan. Harsa dengan tekad besarnya berjalan memasuki area salah satu perusahaan ternama.Dan disinilah ia sekarang. Duduk menunggu giliran setelah dirinya mempersilahkan seorang gadis masuk ke ruangan terlebih dulu.Bukan karena kasihan pada si gadis dan mengalah untuk masuk duluan, Harsa justru merasa dia harus mendapatkan kembali sedikit waktu supaya interview nya lancar.Belum ada lima menit gadis tadi masuk ke ruangan, tapi pintu itu kembali terbuka m
Nyatanya, tekad Harsa untuk tidak sering bertemu dengan Sera ternyata hanya sekedar wacana belaka. Entah mengapa, semakin niat menjauh, semakin mudah pula mata Harsa menangkap presensi gadis cantik itu dimana pun ia berada.Bukankah itu tandanya takdir menginginkan mereka untuk lebih dekat lagi? Maka dari itu Harsa pun menyerah dan memutuskan untuk mengikuti hidup sesuai alur. Yaitu menerima siapa saja yang datang dan membiarkan siapa saja yang menjauh.Harsa tidak akan memaksakan kehendaknya yang belum tentu menjadi kehendak Tuhan juga.Dan setelah menjalani banyak hari bersama, hubungan Harsa dan Sera kian dekat. Keduanya semakin nyaman dengan kehadiran satu sama lain. Tak jarang pula Harsa mengantar Sera pulang dengan banyak alasan yang tak bisa Sera tolak.Meski memang Sera tidak akan mungkin menolak. Karena ia pun mengakui bahwa bersama Harsa dirinya merasa terlindungi.Hari itu, Perusahaan tengah merayakan ulangtahunnya yang kesekian. Staff maupun karyawan biasa wajib untuk ikut
Niat Sera bangun lebih pagi tak lain dan tak bukan adalah untuk menghindari bertemu sang Ayah. Namun Sera seperti tak tahu, bahwa niatnya itu sudah pasti akan sia-sia. Langkahnya yang pelan pun harus terhenti ketika suara Rahadian seolah ingin menjegal kedua kaki Sera."Mau kemana?" Tanyanya.Tangan kurus Sera refleks meremat tali tas yang menyampir di pundak kanannya."Apa kamu tidak mengerti pada ucapan Ayah kemarin malam?"Sera gemetar, tapi ia mencoba tak gentar.Sekarang, atau tidak sama sekali."Beri Sera waktu 2 hari untuk pamit pada teman Sera ayah. Sera juga harus memberikan surat pengunduran diri Sera sebelum Sera pergi.""Ayah rasa kamu tidak perlu melakukan itu.""Ayah ku mohon. Sera tidak mau mengakhiri semua ini dengan kesan yang buruk. Sera ingin dunia Sera di 2 tahun kebelakang ini jadi memori yang bakal Sera ingat sebagai momen Indah Sera." Manik Sera menatap yakin, mencoba menembus pertahanan manik hitam Rahadian yang kelam."Sera tidak ingin meninggalkan dunia Sera
Pagi ini menjadi awal keberuntungan Sera karena tak mendapati Ayahnya berada di rumah. Sehingga dia tak perlu repot mencari alasan untuk bisa keluar dari sangkar bak jeruji besi yang menyiksa, meski memang hari ini adalah hari terakhir dimana Rahadian memberi kesempatan pada Sera untuk melakukan apa yang dia inginkan.Dan Sera tidak boleh gagal akan rencananya hari ini.Yaitu pergi — atau kabur? — ke kampung halamannya Harsa.Selain itu Sera tak memikirkan apapun. Dia tidak memikirkan apa-apa saja yang kiranya akan menjadi pertanyaan bagi Harsa atas apa yang dia lakukan.Tidak, biar Sera pikirkan itu nanti.Dengan menempuh perjalanan berjam-jam lamanya, dan hanya mengandalkan motor matic kesayangan Harsa, tubuh Sera di buat lelah karena hembusan angin kuat yang menubruk jaketnya di sepanjang jalan. Namun itu tetap tak membuatnya menyerah. Sera harus kuat sampai dia benar-benar pulang ke rumah kekasihnya."Yang, mau istirahat lagi gak?" Tanya Harsa ketika merasakan pelukan Sera di ping
Harsa memasuki kamarnya setelah selesai membersihkan diri. Setelah sore tadi ia membawa Sera berkeliling sekitar rumah, lalu di lanjutkan dengan kegiatan Sera yang membantu Ibunya untuk memasak makan malam, akhirnya Harsa tidak perlu mengkhawatirkan kekasihnya itu tidak nyaman menginap di rumahnya."Loh Pak, kok belum tidur?" Tanya Harsa seiring langkahnya mendekat pada sang Bapak yang sudah terduduk di kasur miliknya.Karena selama menginap di rumahnya Sera akan tidur bersama Ibu, maka otomatis Bapak akan tidur di kamar Harsa."Bapak belum ngantuk." Katanya. Lalu memperhatikan Harsa yang bergegas mempersiapkan kasur lipat tepat disisi ranjang kasur untuk anaknya itu tidur."Harsa.." Panggil Mulyo —nama bapak Harsa— setelah beberapa menit menunggu."Iya Pak?"Harsa menyamankan dirinya di kasur, bersiap untuk tidur jika saja Bapaknya tak kembali membuka suara."Nak Sera itu...keluarganya seperti apa?"Agak ragu memang, tapi karena sejak kedatangan mendadak dari putranya ini, entah kena
Tak perlu membuang banyak waktu, tepat setelah Rahadian mengetahui perihal Sera, dia langsung bergegas meminta anak buahnya untuk mencari keberadaan sang anak.Sebuah foto menjadi satu-satunya petunjuk. Dengan di imingi bayaran lebih besar bagi siapa saja yang dapat membawa anaknya kembali ke rumah dalam waktu kurang dari 24 jam, beberapa anak buah Rahadian sontak berlomba untuk mencari dimanakah kiranya sang putri itu berada.Mereka bukanlah sembarang orang. Keahlian mereka dalam mencari informasi jelas tidak di ragukan lagi. Dan ya, tepat pukul 2 dini hari, mereka berhasil menemukan tempat dimana mereka bisa menggali informasi lebih.Sebuah rumah kecil di lingkungan yang jauh dari kata elit menjadi tujuan pertama mereka. Tak peduli pada waktu dan keadaan sekitar, mereka tak segan untuk menggedor pintu rumah itu dengan brutal.*clack.Suara kunci pintu terdengar sebelum pintu tersebut di buka dari dalam."S-siapa kalian?"Si Tuan rumah gemetaran. Seolah tahu bahwa sekarang dirinya se
Harsa dan Sera baru sampai di rumah setelah menyempatkan diri mengunjungi salah satu Kakak Harsa yang tinggal di Desa sebelah.Keduanya tampak sangat senang, dilihat dari wajah mereka yang penuh senyum cerah."Ponakan mu lucu ya mas.." Ucap Sera setelah turun lebih dulu dari motor matic kesayangan Harsa."Iya, gemesin yang.."Sera terkekeh geli, "Aku jadi bayangin deh, kalau nanti kita punya anak, anak kita mirip siapa ya?" Celetuk Sera. Gadis itu tampak menerawang jauh pada angan-angannya tanpa menyadari wajah Harsa yang sudah memerah.Entah kenapa dia belum terbiasa memikirkan hal sejauh itu. Makanya sekarang Harsa malah merasa malu."Kok diem mas?" Sera menoleh ketika tak kunjung mendapat respon dari Harsa.Lelaki itu refleks menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ya aku mana tau yang..." Katanya.Sera sontak merengut, "Kamu tuh..""Hehehe..." Harsa hanya bisa nyengir lalu memutuskan untuk masuk ke rumah meninggalkan Sera satu langkah di belakang."Harsa pulang bu..."Salam Harsa lan
Dua jam sudah anak buah Rahadian sampai di alamat rumah Harsa, dan sudah selama itu pula mereka menguntit tak jauh dari kediaman yang katanya milik kekasih dari putri sang Tuan.Beberapa infomasi baru serta foto pun tak lupa mereka kirim pada Rahadian sebagai bukti bahwa sejauh ini mereka telah bekerja dengan baik.'Kerja bagus, sekarang kalian boleh kembali.'"Ya Tuan?"Salah satu dari mereka coba memastikan bahwa mereka tak salah dengar.'Tugas kalian selesai, kalian boleh kembali. Soal anak saya, biar saya yang urus sendiri.'Karena rupanya Rahadian memiliki rencana yang menurutnya lebih 'menyenangkan' untuk ia beri pada kedua sejoli itu.•••"Jason sudah punya pacar Pa.""Jason, bukankah Papa sudah bilang? Kamu itu sudah Papa jodohkan dengan putri kolega Papa. Kenapa kamu masih aja jalin hubungan sama perempuan lain?"Jason menatap Papanya tak percaya. Awalnya ia pikir semua hanya lelucon belaka. Ia tahu, Papanya itu memang begitu sering membicarakan tentang putri koleganya itu. D