Home / Romansa / Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi / Bab 5 - Celline Melihat Jayden

Share

Bab 5 - Celline Melihat Jayden

Author: Kayden Kim
last update Huling Na-update: 2025-09-23 14:33:52

Tiga hari berlalu sejak Celline resmi mulai bekerja di Lucarelli Moda USA, Inc. Kehadirannya cepat mencuri perhatian. Setiap kali ia berjalan melewati lorong kantor dengan blouse putih sederhana dan rok pensil hitam, beberapa staf pria spontan menoleh. Ada yang berbisik, ada pula yang terang-terangan tersenyum ramah.

Namun, bukan hanya kecantikannya yang mencuri perhatian. Cara Celline bekerja dengan rapi, cepat, dan penuh detail juga membuat rekan-rekannya kagum. Ia tak pernah keberatan lembur, selalu siap menanggapi pertanyaan, bahkan mau membantu junior yang kesulitan menyusun laporan.

“Miss Celline, terima kasih sudah bantu saya kemarin,” ucap seorang staf pria di divisi marketing saat berpapasan di pantry.

Celline hanya tersenyum hangat. “Sama-sama. Semoga report kamu sudah rapi ya?”

“Iya, berkat masukanmu Miss.” Staf itu tampak malu-malu.

Pemandangan itu tak luput dari pengamatan Clara, sekretaris pribadi CEO Alessandro Romano. Dari balik meja resepsionis di lantai eksekutif, mata Clara menyipit. Bibirnya terkatup rapat, menyembunyikan rasa kesal.

Sebelum kedatangan Celline, dialah ratu tak tertulis di kantor ini. Selalu tampil dengan gaun elegan, sepatu hak tinggi, dan riasan tebal yang sempurna. Semua pria memuji, semua wanita segan. Tapi kini, perhatian banyak orang teralih pada wanita baru itu—yang bahkan hanya berdandan natural.

“Ah, dasar sok polos,” gumam Clara lirih, menatap langkah ringan Celline yang semakin menjauh.

Bukan hanya soal perhatian. Clara punya ambisi besar: menjadi istri seorang pria kaya. Dan target utamanya tak lain adalah CEO muda, Alessandro Romano. Pria tampan berusia tiga puluh lima tahun itu baru setahun memimpin Lucarelli Moda USA. Dengan aura karismatik, postur tegap, dan kemampuan memimpin, Alessandro adalah idaman para wanita di kantor.

Clara merasa dirinya kandidat paling cocok untuk berdampingan dengan Alessandro. Tapi kini, dengan hadirnya Celline, ancaman itu terasa nyata.

Siang  itu, ruang rapat utama diisi belasan staf. Inzaghi berdiri di depan layar proyektor, menjelaskan grafik penurunan laba perusahaan dalam dua kuartal terakhir. Celline duduk di sampingnya, sesekali menambahkan penjelasan dengan suara lembut tapi tegas.

“Kita bisa lihat, ada ketidaksesuaian antara biaya promosi dan tingkat penjualan,” jelas Inzaghi, telunjuknya menunjuk layar. “Tim operasional perlu melakukan evaluasi kontrak vendor.”

Celline menyambung, “Selain itu, laporan keuangan bulan lalu menunjukkan adanya inefisiensi di bagian distribusi. Jika jalur logistik diperbaiki, biaya bisa ditekan hingga 15%.”

Seorang staf keuangan mengangguk. “Benar, Miss Celline. Kami juga menemukan duplikasi biaya di beberapa cabang.”

“Bagus,” Celline menanggapi, senyumnya memberi semangat. “Mari kita catat itu untuk perbaikan sistem audit internal.”

Inzaghi melirik Celline sejenak. Ada rasa puas melihat wanita itu bekerja serius, penuh perhitungan, seakan tak gentar di hadapan ruangan penuh orang. Ia lalu menegaskan, “Kita tak bisa membiarkan masalah ini berlarut. Minggu depan, saya ingin solusi konkret dari tiap divisi.”

“Siap, Mr. Inzaghi!” serentak staf menjawab.

Rapat berjalan dinamis. Beberapa kali Celline mendapat pujian kecil dari staf pria yang kagum dengan analisisnya.

“Wow, detail sekali, Miss Celline.”

“Cara Anda menyederhanakan data sangat membantu.”

Celline hanya menanggapi dengan senyum singkat. Namun dari sudut ruangan, tatapan Clara tajam menusuk punggungnya. Sekretaris itu duduk dengan catatan di tangan, tapi pikirannya hanya dipenuhi rasa tidak suka.

Usai rapat, para staf berangsur keluar. Clara sengaja mendekati meja CEO, yang ikut hadir dari awal.

“Mr. Romano, apa Anda ingin saya susun laporan ringkas rapat tadi?” Clara tersenyum manis, nada suaranya dibuat selembut mungkin.

Alessandro mengangguk singkat. “Silakan.”

Sebelum Clara sempat menambahkan sesuatu, Alessandro menoleh ke arah Celline yang sedang merapikan berkas. “Miss Celline, analisis Anda tadi sangat membantu. Teruskan gaya kerja seperti itu.”

Celline menunduk sopan. “Terima kasih, Mr. Romano. Saya hanya melakukan tugas saya.”

Clara merasakan darahnya mendidih. Alessandro jarang memberi pujian langsung, tapi kini ia mengatakannya di depan umum—kepada Celline.

Setelah semua orang keluar, Clara berjalan beriringan dengan seorang rekan wanita, masih dengan wajah masam.

“Kenapa semua orang tiba-tiba memuji si pendatang baru itu?” gerutunya.

Rekan kerjanya terkekeh kecil. “Mungkin karena dia memang pintar, Clara.”

“Huh, pintar atau pintar pura-pura. Kita lihat saja nanti.”

***

Di halaman kecil Starlight Kids Academy, anak-anak berlarian saat jam istirahat. Nicholas tampak duduk di bangku taman dengan kotak makanannya, sementara Sera dan Tian menghampiri.

“Nick, lihat!” Sera mengeluarkan gantungan unicorn mungil berwarna ungu dari tasnya. “Ini aku bawa dari Italy. Mommy beliin waktu kita jalan-jalan di Florence. Cantik kan?”

Mata Nicholas berbinar. “Waaaah, unicorn! Boleh aku pegang?”

“Tentu!” Sera langsung menaruh gantungan itu di telapak tangan Nicholas. “Kalau kamu suka, aku kasih untukmu. Biar kita punya kenang-kenangan persahabatan.”

Nicholas terkejut. “Beneran? Kamu mau kasih unicorn ini ke aku?”

“Iya lah!” Sera mengangguk cepat. “Aku kan punya banyak gantungan lain. Yang ini spesial buat kamu.”

Nicholas memeluk gantungan unicorn itu erat-erat, lalu tertawa kecil. “Thanks, Sera! Aku janji bakal jaga ini baik-baik. Besok aku juga bawa mainan dari rumah, biar kita tukeran.”

Bastian yang dari tadi hanya mengunyah apel menimpali dengan nada cool. “Jangan kasih mainan murahan ya. Sera kasih unicorn kesayangannya.”

Nicholas mengangguk mantap. “No, no! Aku bakal bawa robot keren. Yang bisa berubah jadi mobil!”

“Whoaa!” Sera langsung bertepuk tangan senang. “Aku mau lihat besok!”

Ketiganya tertawa bersama. Hubungan mereka makin akrab, seolah sudah bersahabat lama.

Hingga sore hari, halaman depan taman kanak-kanak itu dipenuhi mobil jemputan. Celline turun dari mobil bersama Inzaghi untuk menjemput si kembar. Sera dan Bastian berlari kecil menghampiri.

“Mommy!” seru Sera ceria sambil melompat ke pelukan ibunya.

“Mommy, Nicholas mau kasih aku robot besok!” tambahnya dengan mata berbinar.

Celline tersenyum sambil membelai rambut putrinya. “Wah, seru sekali. Mommy senang kalian punya teman baru.”

Namun senyumnya seketika memudar saat matanya menangkap sosok pria tinggi yang baru saja melangkah masuk ke gerbang. Dada Celline berdegup kencang. Itu—itu Jayden.

Pria itu tampak gagah dalam setelan kerja hitam, langkahnya tegas menuju arah anak-anak. Celline panik. Napasnya tercekat, tangannya langsung menggenggam erat tangan Sera dan Bastian.

“Tian, Sera, ayo cepat. Kita harus pergi sekarang.” Suaranya bergetar, hampir tak terdengar.

Sera menatap ibunya bingung. “Eh? Tapi Nicholas belum pamit, Mommy.”

“Besok kan masih bisa main lagi,” jawab Celline terburu-buru. Ia melirik sekilas ke arah Jayden yang semakin dekat.

Jayden sendiri hanya sempat melihat punggung seorang wanita yang tergesa menarik kedua anak. Rambut cokelat bergelombang yang terasa… begitu familiar. Alisnya sedikit berkerut. Siapa tadi? Kenapa seperti pernah aku lihat…

Namun ia tak sempat berpikir lebih jauh. Nicholas sudah berlari menghampirinya. “Uncle Jayden!” seru bocah itu, langsung memeluk pinggangnya.

Jayden mengalihkan perhatiannya penuh pada sang keponakan. “Bagaimana hari ini, Nick? Senang di sekolah baru?”

“Very fun! Aku punya teman baru, Uncle! Yang aku ceritain kemarin” jawab Nicholas penuh semangat.

Sementara itu, dari kejauhan, Celline menunduk, berjalan cepat ke arah mobil. Tangannya masih gemetar. Ia tahu, ia tak boleh bertemu Jayden sekarang. Tidak setelah semua yang terjadi.

Di dalam mobil, Sera masih merengek kecil. “Mommy, kenapa buru-buru banget tadi? Aku belum pamit sama Nicholas.”

Celline berusaha tersenyum, menenangkan. “Besok kamu bisa main lagi, sayang. Mommy hanya… ingat ada urusan.”

Bastian yang duduk di samping Sera justru terdiam. Pandangannya lurus ke luar jendela, matanya menyipit. Ia jelas mengingat pria tadi.

“Itu orang yang Mommy takuti di bandara dulu,” bisiknya lirih tanpa ada seorangpun yang mendengar.

Hening sejenak memenuhi mobil. Inzaghi yang duduk di kursi depan melirik ke kaca spion, menyadari ketegangan di belakang.

Sera masih belum mengerti apa-apa. Ia hanya memeluk unicorn kecil di tasnya sambil bergumam riang, “Aku harap Nicholas suka banget sama gantungannya.”

Namun dalam hati Bastian sudah membuat keputusan kecil: ia harus hati-hati. Jika pria itu bagian dari keluarga Nicholas, maka cepat atau lambat mereka akan terlibat. Dan ia harus melindungi Mommy, apapun yang terjadi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Airiiiinie
Semoga updatenya rajin ya thor. Biar ga lupa ceritanya huhu
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 107 - Teror Berlanjut

    Tiga hari setelah dirawat, Celline akhirnya diperbolehkan pulang. Meski tubuhnya masih terasa lemah, ia senang bisa kembali ke mansion bersama keluarga. Udara pagi terasa segar ketika mobil memasuki gerbang mansion. Dari kejauhan, ia bisa melihat para pelayan, Dominic, dan Melanie berdiri di teras seolah sedang menyambut seseorang yang kembali dari perjalanan jauh.Begitu ia turun dari mobil, Sera langsung berlari menghampiri dengan wajah cerah. “Mommy! Mommy harus hati-hati. Mommy sekarang bawa baby, tidak boleh capek-capek!” katanya sambil memegangi lengan Celline seolah sedang mengawal seorang pasien khusus.“Pelan-pelan, Sera. Mommy masih bisa berjalan sendiri,” jawab Celline sambil tersenyum kecil.Di sisi lain, Bastian hanya menyelipkan kedua tangan ke saku celananya, memandang adiknya sekilas tanpa antusias berlebih. “Sera heboh sekali dari pagi,” gumamnya pelan.Melanie memeluk Celline penuh kehangatan. “Selamat datang kembali, sayang. Syukurlah kamu sudah jauh lebih baik. Kam

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 106 - Napas yang Tertinggal di Ujung Panik

    Koridor MedStar Washington Hospital Center dipenuhi langkah tergesa Jayden. Napasnya kacau, dadanya naik turun—antara marah, cemas, dan rasa bersalah yang menghantam tanpa ampun. Bajunya belum sempat dirapikan, dasi yang tadi pagi ia kenakan kini terlepas dan terjuntai begitu saja.Ia baru tiba setelah dua jam terjebak kemacetan parah akibat kecelakaan beruntun di jalan raya. Selama perjalanan, setiap detik terasa seperti siksaan. Berkali-kali ia memukul setir mobil, berusaha menahan kepanikan yang semakin menyesakkan dada.Inzaghi hanya sempat mengirim pesan singkat:“Celline pingsan. Kami dalam perjalanan ke RS. Tolong segera menyusul, Sir.”Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Tidak ada detail. Itu membuat Jayden hampir kehilangan kendali sepanjang jalan.Saat mencapai nurse station, ia langsung bertanya dengan nada tegang, “Celline Carter, ruang berapa?”Perawat menunjuk ke kanan. “Ruang perawatan VIP 3, Sir.”Jayden tidak menunggu penjelasan tambahan. Ia langsung berlari.Pintu rua

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 105 - Aroma Teror di Balik Kotak Biru

    Pagi itu Lucarelli tampak sama seperti biasanya—padat, rapi, dan sibuk. Namun bagi Celline, ada sesuatu yang terasa ganjil. Sejak semalam ia sulit tidur, bukan karena pekerjaan, melainkan karena perasaan tidak enak yang tidak dapat didefinisikan. Ia mengabaikannya, berusaha fokus pada laporan dan persiapan campaign baru yang harus ia kirimkan sebelum sore.Menjelang siang, ketukan pelan terdengar dari pintu ruangannya.“Ma’am, ada pesanan makanan untuk Anda. UberEats,” ujar salah satu office boy sambil setengah mengintip ke dalam.Celline mendongak dengan kening berkerut.“Aku tidak merasa memesan apa pun.”“Kurirnya bilang ini sudah dibayar lunas, Ma’am. Atas nama Anda.”Sekilas, pikiran Celline langsung tertuju pada Jayden. Tetapi ia menggeleng cepat. Jayden bukan tipe yang memesan makanan diam-diam. Kalau ingin makan siang bersama, pria itu akan muncul langsung di mejanya dan menyeretnya keluar tanpa kompromi.“Baik, taruh saja di sini,” ujar Celline akhirnya, meski hatinya ragu.K

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 104 - Welcome Home

    Penerbangan dari Maldives mendarat mulus di Washington. Udara sore terasa lebih sejuk dibandingkan beberapa minggu lalu ketika mereka berangkat. Begitu keluar dari pintu kedatangan, Celline merapatkan cardigan tipisnya, sementara Jayden menarik koper sambil sesekali melirik istrinya dengan senyum kecil yang tidak pernah bisa ia sembunyikan sejak hari pernikahan.Perjalanan honeymoon mereka memang singkat mengingat pekerjaan di kantor masing-masing masih menumpuk, tetapi cukup untuk membuat Jayden semakin lengket seperti lem. Hampir setiap malam ia selalu mencari alasan untuk tidak membiarkan Celline jauh darinya. Untung saja Celline menikmati waktunya—meskipun beberapa kali ia harus menahan malu karena tingkah laku suaminya yang tidak mengenal tempat dan waktu.Mobil keluarga Carter sudah menunggu di depan terminal bandara. Leon menyambut keduanya dengan sopan. “Welcome back, Sir, Ma’am.”Celline tersenyum. “Terima kasih, Leon.”Jayden merangkul pinggang Celline, seolah masih belum bi

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 103 - Malam Pertama (21+)

    Warning! Harap bijak ya. Matahari Maldives sudah terbenam ketika Celline akhirnya melewati pintu kamar hotel mewah mereka, tubuhnya lemas setelah perjalanan panjang dari Washington. Koper-koper masih berantakan di lantai, tapi dia tak punya tenaga lagi untuk mengurusnya. Yang dia inginkan hanyalah mandi air panas dan tidur—setidaknya, begitu pikirannya sebelum pintu kamar terbuka dengan keras, diikuti oleh langkah kaki Jayden yang penuh keyakinan.Jayden masuk seperti badai, matanya langsung membara saat melihat Celline berdiri di tengah ruangan, kemeja tidur sutra tipisnya menempel pada kulit yang masih berkeringat. Dia tak memberi kesempatan untuk bernapas. Dalam sekejap, tangannya sudah mengait pinggang Celline, menariknya ke tubuhnya yang keras dan panas."Sudah lama aku menunggu ini," suaranya serak, bibirnya langsung menempel di leher Celline, giginya menggigit kulit sensitif di sana sampai wanita itu mengerang.Celline mencoba melawan, tapi tubuhnya berkhianat. Kelelahan seket

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 102 - Pernikahan

    Seminggu berlalu sejak malam penuh haru di taman Mansion keluarga Carter. Hari itu, matahari bersinar cerah seolah ikut merayakan kebahagiaan yang akhirnya datang setelah sekian lama ditunggu. Hari di mana Jayden Carter dan Celline Anderson resmi disatukan dalam ikatan suci pernikahan.Pernikahan diadakan di ballroom mewah milik keluarga Carter — tempat yang elegan, penuh bunga putih dan sentuhan keemasan. Dari chandelier megah yang bergemerlap hingga untaian bunga mawar yang menggantung lembut di setiap sudut ruangan, semua tampak sempurna.Awalnya, Celline sempat ingin pernikahan yang sederhana — hanya keluarga dan sahabat dekat. Tapi Melanie, yang kini sepenuhnya menerima dan mencintai menantunya itu, menolak dengan tegas. “Tidak, Sayang,” katanya lembut tapi tegas saat membahas rencana pernikahan. “Kau sudah terlalu lama menanggung kesedihan. Sekarang saatnya dunia melihat kebahagiaanmu.”Dan kini, di tengah dekorasi yang megah dan tamu undangan yang memenuhi ruangan, Celline ben

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status