Share

Dosen Baru Sedingin Es, Sepanas Api

Hari ini, para mahasiswa semester lima jurusan komunikasi kedatangan seorang dosen baru yang konon katanya tampan, usianya sekitar tiga puluh tahun, dan masih melajang. Para mahasiswi semester lima mulai saling berbisik-bisik dan sesekali menatap dosen tampan yang baru saja datang dan sedang duduk dengan posisi tegap, dan tatapannya yang tajam. Kemeja berwarna abu-abu, celana hitam yang terlihat sangat licin, dan sepatu pantofel yang hitam mengkilap, benar-benar telah membuat dosen baru itu, semakin terlihat sempurna di mata para mahasiswi, dan semakin buruk di mata para mahasiswa. Pasalnya, sebagian besar mahasiswa laki-laki menatap garang dan berdecak sebal, ketika para mahasiswi berbisik-bisik rusuh tentang ketampanan dosen baru mereka.

“Oke, selamat siang semuanya.” Sapa dosen baru itu, kemudian bangkit dari posisi duduknya, kemudian berjalan ke tengah ruangan.

“Selamat siang juga, Pak.” Sahut para mahasiswa bersamaan.

Rasya yang sedari tadi mengecek ponselnya, kelihatan tidak tenang. Kedua matanya terus bergantian menatap tepat layar ponselnya, dan pintu kelasnya.

‘Duh! Si Flo mana lagi?! Gue chat, nggak dibalas, cuman dibaca doang lagi!’ Gerutu Rasya dalam hati. ‘Setahu gue, dia cuman izin ke kamar mandi sebelum kelas selanjutnya di mulai. Tapi, ke mana itu anak?’ Rasya kembali menggumam. Air muka terihat penuh kecemasan.

“Sumpah, Ra! Dosen baru kita nggak kalah ganteng dari Rasya, loh!” Bisik Joana denga seru tertahan.

“Ck! Berisik lo!” Pekik Clara pelan.

Joana hanya terkekeh-kekeh, kemudian kembali fokus menatap dosen baru mereka yang terlalu tampan.

“Baik. Perkenalkan, nama saya Beni Hamdani. Kalian, semua bisa panggil saya Pak Beni.” Dosen baru tersebut bernama Beni Hamdani. Para mahasiswa mulai antusias mendengarkan dosen baru mereka. Tak terkecuali para mahasiswi yang sudah main mata dengan Beni.

“Saya menempuh pendidikan S1 di Universitas Indonesia, S2 dan S3 saya di University of Abardeen, United Kingdom, atau mungkin kita sering menyebutnya dengan UK. Dan, sekarang saya bekerja di sini, di kampus kalian. Terima kasih.” Jelas Beni Hamdani, tanpa ada seutas senyuman di bibirnya, walau sebentar. Walau hanya senyum-senyum tipis.

“Wawwww,” respon yang sama dari semua mahasiswa, sorot mata mereka menandakan kekaguman yang luar biasa kepada dosen baru mereka. Pasalnya, mereka belum pernah mendapatkan dosen lulusan universitas luar negeri.

“Baik, ada pertanyaan?” Tanya Beni dengan sorot mata yang tak ubahnya bagai elang yang hendak menyambar mangsanya.

“Saya pak!” Joana langsung mengacungkan tangan kanannya. Mengubah seluruh atensi mahasiswa langsung mengarah kepadanya. Namun, tatapan teman-temannya terkesan ingin meledek Joana. Atau lebih tepatnya ingin mencaci maki Joana yang terlalu genit dengan sosok dosen baru mereka.

“Ya, silahkan perkenalkan diri Anda dulu, dan silahkan ajukan pertanyaan.” Beni mempersilahkan Joana untuk membuka suara.

“Heheh, terima kasih Bapakkuh,” ucap Joana cengengesan, dan terkesan malu-malu kucing.

“Nama saya Joana Stefy, dan saya mau tanya Pak. Bapak udah punya pacar atau belum?” Tanya Joana malu-malu, lalu ia langsung menyunggingkan senyuman, serta menutup wajahnya dengan buku tulis yang sudah berada di atas mejanya.

“Wooooo ….” Semua teman-temannya langsung menyurakinya dan menimbulkan kericuhan yang membuat suasana kelas semakin rusuh.

“DIAM!” Bentak Beni tiba-tiba, dengan suaranya yang seperti bariton, atau sebuah bazooka yang sedang melesatkan peluru besarnya. Membuat suasana kelas seketika hening dan tidak ada yang berani berkutik sedikitpun. Termasuk Joana yang langsung mendongakkan kepalanya, dengan air mukanya yang menegang.

“Dan, satu hal lagi, saya akan menyampaikan beberapa peraturan yang akan selalu berlaku ketika jam mata kuliah saya.” Tutur Beni dengan membentak.

Seluruh mahasiswa semakin mematung. Tidak ada yang bisa membuka suara. Bahkan, berdehem pelan saja, rasanya tidak mampu mereka lakukan.

“Tidak ada yang boleh berisik, tidak mengerjakan tugas, titip absen, berpakaian minim, dan ….”

“KREKK.” Pintu kelas terbuka, dan ada Flo di sana. Semua pasang mata langsung tertuju pada Flo. Menatap Flo dengan tatapan cemas dan penuh ketakutan.

“… datang terlambat.” Beni menuntaskan penjelasannya mengenai peraturan yang akan berlaku di jam mata kuliah, seraya menatap tajam ke arah Flo. Namun, Flo menatap dosen barunya dengan santai, lalu melenggang begitu saja, menuju kursinya.

“TUNGGU!” Bentak Beni, dan langkah kaki Flo langsung terhenti. Flo memutar arah tubuhnya, menghadap ke sosok laki-laki muda dan tampan yang ia yakini adalah dosen barunya.

“Selamat siang, Pak.” Sapa Flo dengan ekspresi datar.

“Selamat siang. Anda tidak diperkenankan masuk ke kelas saya!” Bentak Beni dengan suaranya yang menggelegar.

“Ck.” Respon Flo, hanya memutar kedua bola matanya. Malas. Seolah menganggap enteng bentakan Beni.

“Sapaan saya kurang sopan ya, Pak?” Tanya Flo dengan santainya. Hanya Flo, satu-satunya mahasiswa di kelasnya yang berani bertingkah sesantai ini dengan dosen baru yang langsung memberikan image galak.

“Kamu terlambat dan gaya berpakaian kamu tidak sopan!” Bentak Beni sekali.

Flo langsung menatap dirinya sendiri. Dimulai dari ujung kaki. Ia mengenakan rok levis selutut dan kemeja berlengan pendek yang kancing bagian atasnya terbuka. Seolah Flo memang sengaja melakukan itu. Flo bersedekap di depan dosennya, lalu menatap jarum jam tangannya. “ Terlambat? Setahu saya, mata kuliah ini mulainya jam satu siang, dan sekarang baru jam satu lewat sepuluh menit.” Jelas Flo dengan santainya, tanpa menatap Beni yang sudah geram.

“Sama saja! Kamu tetap terlambat! Terlambat sepuluh menit, anak malas!”

Flo menatap dosennya dengan tatapan jengah. “Pak, saya cuman terlambat sepuluh menit. Biasanya, saya terlambat sampai tiga puluh menit. Dan, satu hal lagi, Pak, cuman Bapak, dosen yang baru datang dan langsung kejam sama para mahasiswanya. Iya kan, guys?” Sorot mata Flo mengarah kepada seluruh teman-temannya. Flo sedang mencari pembelaan. Namun, yang ia dapatkan hanya keheningan kelas, laksana hutan tanpa manusia. Sunyi senyap. Teman-temannya tidak ada yang berani berkutik. Jangankan berkata ‘iya’, mengangguk saja tidak ada yang berani.

‘Duh, mampus dah si Flo! Kenapa sih, itu anak selalu saja bikin masalah?!’ Gerutu Rasya kesal dalam hati.

“Hah, nggak usah cari pembelaan, Nak. Nggak ada yang mau membela anak malas seperti kamu.” Sarkas Beni dengan senyum miring.

Flo berdecak sebal, dan menatap tajam dosen barunya yang menurutnya sok galak dan sok kegantengan. Padahal, memang ganteng.

“Keluar!” Titah Beni sekali lagi.

“Ck. Dasar aneh lo!” Dengan beraninya Flo membentak seorang dosen yang jelas-jelas nilai mata kuliahnya ada di dalam kekuasaan dosen barunya tersebut.

Beni membelalakkan kedua matanya. “KAMU!”  Mereka saling beradu tatap, dan menjadi pusat perhatian satu kelas. Tidak ada yang berani melerai dua manusia yang sedang beradu otot mata. Meski Flo dan Beni berbeda dari luar, tapi mereka punya satu kesamaan yang benar-benar signifikan. Sama-sama keras kepala.

“Keluar, atau__”

“Atau apa, Pak?” Flo langsung memotong ucapan Beni dengan nada menantang.

“Atau, saya akan tarik paksa kamu keluar.” Sejurus kemudian, Beni langsung menarik paksa lengan Flo dengan kasar, tanpa permisi. Beni seolah sedang menarik keluar seekor hewan yang mengamuk di dalam kelasnya.

“EH! EH, PAK! LEPASIN, NGGAK!” Bentak Flo, tidak terima diperlakukan kasar. Namun, Beni tidak menghiraukan sama sekali teriakan Flo. Begitupula dengan Rasya yang tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak mungkin melawan dosen yang akan mengajarnya. Ia hanya bisa menghela napas berat dan kecewa.

Lain halnya dengan Clara. Ia tampak bahagia, saat Flo diperlakukan layaknya seorang pesakitan oleh dosen baru. ‘Heh, emang enak, Flo? Haha.’ Clara menggumam, dan tersenyum licik.

“PAK LEPASIN! DASAR GENIT!” Bentak Flo ketika keduanya sudah berada di luar ruang kelas. Beni langsung melepaskan genggaman tangannya.

“KAMU.” Beni mengacungkan jari telunjuknya. Tepat di depan wajah Flo yang sudah merah padam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status