Share

Pertanyaan dan Perhatian Dari Rasya

Rasya mengajak Flo ke sebuah café yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus mereka. Mereka duduk di kursi dan satu meja yang letaknya berada di luar café. Flo yang ingin duduk di luar café. Tidak ingin di dalam. Dan Rasya menurut saja.

“Flo, lo mau minum apa?” Tanya Rasya dengan tatapan penuh perhatian.

Bukannya menjawab pertanyaan Rasya, Flo malah mengeluarkan sebungkus rokok, dan pemantik dari dalam tasnya.

“Flo?! Lo?” Rasya terperangah melihat Flo yang sudah memasukkan satu batang rokoknya ke dalam mulutnya dan satu tangannya sudah siap menyalakan pemantik api. Flo hanya menaikkan dua alisnya dengan santai. Sebagai isyarat dari kata tanya, ‘kenapa?’

“Nggak!” Rasya langsung menarik tiba-tiba batang rokok yang sudah bertengger di mulut Flo. Membuat Flo kesal. Dan meletakkan pemantiknya di atas meja dengan kasar.

“Sya! Balikin nggak?!” Bentak Flo kesal.

“Nggak, Flo. Gue bilang nggak, ya, nggak!” Balas Rasya yang langsung mematahkan batang rokok milik Flo tanpa ampun. Seketika membuat Flo terperangah. Mulutnya terbuka lebar, namun Rasya malah menanggapi ekspresi keterkejutan Flo dengan senyum manis. Dengan gayanya yang santai.

“GILA!” Pekik Flo yang langsung mengundang tatapan sinis dari para pengunjung café. Namun tak berlangsung lama. Para pengunjung café langsung kembali dengan urusannya masing-masing.

“Ck! Dasar Flo kurang ajar!” Umpat Clara yang ternyata ada di satu café yang sama dengan Flo dan Rasya. Namun, Clara tidak sendiri. Gadis belasteran itu, duduk bersama dengan dua teman cewekya. Risa dan Joana.

“Haha, lo nggak bakalan bisa dapatin hatinya Rasya, Ra. Nggak yakin gue, kalau lo bisa jatuhin martabat Flo di depan Rasya.” Bukannya membela temannya atau paling tidak menenangkan temannya, Joana malah semakin menyulutkan api amarah di dada Clara.

“Eh, Joan!” Panggil Risa dengan kesal. Ia terlihat tidak terima ketika temannya, Clara, malah mendapatkan ledekan dari Joana.

Please, Risa, call me Joana! Bukan Joan!” Bentak Joana tidak terima.

“Bodo amat, ah!” Risa mendengus kesal.

“Eh, udah-udah deh, nggak usah ribut-ributin hal yang sepele!” Bentak Clara yang langsung membuat Joana dan Risa terdiam.

“Lihat aja, gue bakal bikin Flo malu satu kampus! Bahkan, gue bakal bikin dia di D.O.” Jelas Clara dengan sinisnya, dan tatapannya yang semakin tajam, dan tidak lepas dari Flo yang sedang duduk berdua dengan Rasya.

Back to Flo dan Rasya.

“Sejak kapan lo nge-rokok, Flo?” Tanya Rasya penasaran. Ia bahkan sudah merampas paksa sebungkus rokok yang sepertinya baru saja dibeli oleh Flo.

“Ck!” Flo melipat kedua lengan tangannya di depan dada, lalu membuang muka sesaat dari Rasya. Dan, kembali menatap malas ke arah Rasya. “Bukan urusan lo!” Bentak Flo yang sudah kesal.

“Gue nggak peduli, ini jadi urusan gue atau nggak, tapi gue mau tau, sejak kapan lo jadi perokok, Flo?” Tanya Rasya yang benar-benar tidak kehabisan kata-kata untuk melawan Flo.

“Ih, resek banget lo, ya!” Ketus Flo yang sepertinya sudah naik darah. Emosinya sudah mulai membuncah. “Gue nge-rokok itu semenjak SMA! Puas lo, hah?!” Sekali lagi, Flo membentak Rasya, dan sudah yang kesekian kalinya Rasya menanggapinya dengan sikap tenang, disertai dengan senyuman dan tatapannya yang teduh menenangkan. Parasnya yang tampan dan kecerdasannya, menjadikan dirinya idola seluruh mahsiswi di kampusnya. Kecuali, Flo. Entah mengapa, Flo yang tergolong wanita cantik di kampusnya, tidak menyukai Rasya. Begitu pula dengan Rasya, yang entah mengapa dari sekian banyak mahasiswi di kampusnya, yang tentunya ada yang lebih cantik dari Flo, dan ada yang lebih sopan, berbudi luhur, serta berprestasi dari Flo, justru malah memilih dan menyukai Flo. Mahasiswi yang tidak pernah mendapatkan nilai A sejak semester satu, sering menjadi langganan dari amukan para dosen jika berkaitan dengan masalah tugas dan tentunya Flo pernah mengulang satu semester. Mungkin kutipan bahwa “cinta itu buta” memang benar adanya. Contohnya saja Rasya yang menyukai Flo dengan segala kekurangan yang Flo miliki. Dari mulai etika, dan nilai akademik yang tidak pernah masuk kategori ‘baik’ tapi ‘cukup’. Alih-alih pernah ‘buruk’.  

“Flo,” panggil Rasya dengan nada lembutnya. Meski suaranya terkesan agak berat. Flo yang namanya dipanggil lembut oleh Rasya, hanya bisa menatap tajam kedua netra Rasya yang tenang dan teduh.

“Jangan ngerokok lagi, ya. Oke?” Ucap Rasya dengan tatapannya yang semakin dalam.

“Ck!” Flo langsung menyambar bungkus rokoknya yang berada di tangan Rasya. “Bukan urusan lo, Sya.” Sahut Flo, dan kembali mengambil sebatang rokok, lalu ia masukkan ke dalam mulutnya, kemudian menyalakan alat pemantik untuk membakar ujung batang rokok yang tidak ia isap.

Rasya hanya bisa menggeleng dan tersenyum tipis. Sementara Flo menatap heran Rasya sambil mengisap rokoknya. Sejurus kemudian, dari mulutnya mulai keluar gumpalan asap yang sangat khas dengan bau asap rokok.

“Sya, gue heran deh sama lo,” ucap Flo setelah asap yang berada di dalam mulutnya sudah keluar dan menguap semua ke udara.

“Heran? Heran apanya?” Tanya Rasya dengan senyuman tipis di bibirnya.

“Ya, yaaa … gimana, ya. Heran aja gitu, sama lo, Sya.” Kembali Flo mengisap rokoknya. Menikmati setiap sensai dari rokok yang ia isap. Tak peduli dengan tatapan Rasya yang selalu mengarah kepadanya. Seolah tidak ada objek lain yang bisa ditatap olehnya.

“Hahaha, lo ngomong apa sih, Flo?” Tanya Rasya.

“Ya, heran aja, gue sama lo, Sya. Di kampus kita kan banyak banget cewek-cewek, mahasiswi-mahasisiw yang lebih teladan, baik, sopan, cantik, dan ada yang lebih pinter dari gue, Sya. Tapi, lo kenapa sih, kayaknya nggak ada niatan buat ngedeketin tipikal cewek yang barusan gue sebutin? Secara, ya, lo ganteng, tajir, dan pintar pula.” Jelas Flo panjang lebar, dan Rasya hanya tersenyum manis, menyimak dengan santai penjelasan Flo yang kelewat panjang lebar.

“Terus, yang buat lo heran sama gue, apa, Flo?” Tanya Rasya dengan senyuman manis yang tidak luntur sedikitpun dari bibirnya.

“Yang bikin gue heran sama lo adalah, kenapa lo mau di dekat gue terus, Sya? Gue tuh, nggak baik, sopan aja nggak ada dalam kamus hidup gue. Pintar? Hah, apalagi! Nggak ada di diri gue, Sya.” Jelas Flo dengan emosi yang meluap-luap, lalu kembali mengisap rokok yang sudah setengah batang.

“Hmmm, kenapa, ya?. Nggak tau deh,” jawab Rasya sekenanya.

“Dih, nggak jelas lo! Lo kan mahasiswa smart nih, di kampus, masa iya, nggak punya alasan yang jelas, kenapa lo mau di dekat gue terus?” Tanya Flo mulai mencecar.

“Oh, jadi sekarang lo butuh alasannya, Flo?” Rasya balik bertanya.

Flo mengangguk sambil mengisap lagi rokoknya yang sedikit lagi sudah tidak bisa diisap lagi. “Iyalah,” sahut Flo sekenanya.

“Hahah, emang harus ya, pakai alasan kenapa gue mau di deket lo terus, Flo? Dan, kenapa gue nggak mau di deket mahasiswi yang cantik, baik, dan pintar. Nggak kayak lo yang koplak dan nggak prestasinya sama sekali, “ sarkas Rasya.

“Ck! Nggak usah pakai kalimat yang terakhir itu, bisa nggak sih, Sya?” Bantah Flo tidak terima.

“Hahaha, ya emang kenyataannya, kan?” Tanya Rasya, seolah sedang memaksa Flo untuk menjawab ‘ya’.

“Cepat kasih tau gue, Sya, apa alasan lo, nge-deketin gue terus?!” Bentak Flo sekali lagi.

“Harus, ya, kasih tahu alasan lagi, ke orang yang udah bikin gue nyaman?”

Deg. Kedua bola mata membulat. Dan, kedua netra mereka saling menatap. Jatuh ke arah tatapan yang sama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status