"Sofia, saatnya shalat subuh."
Rayhan mencoba untuk membangunkan Sofia. Jarum jam sudah menunjuk ke arah angka 5.
"Sofia."
Digoyangkannya sedikit tubuh Sofia. Rayhan mengerti, mungkin karena terlalu kelelahan.
Sebenarnya sejak tadi Rayhan ingin mengajaknya shalat malam bersama. Namun, urung dilakukan. Dia berpikir Sofia pasti sangat kelelahan.
"Sofia." Rayhan terus berusaha. Hingga Sofia mengerjapkan mata.
Sofia tersentak saat mendapati sosok yang lain di depan matanya.
Lama baru dia tersadar bahwa sekarang dan seterusnya akan ada Rayhan di sampingnya.
"Maaf, aku tahu kamu lelah. Cuma, sekarang waktunya shalat subuh," ucapnya seraya tersenyum.
Sofia melirik ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya. Segera diubahnya posisi menjadi duduk.
"Aku pergi dulu, ya. Sudah telat. Assalamu'alaikum," pamit Rayhan kemudian berlalu meninggalkan Sofia.
"Wa'alaikumussalam," li
"Sofia, bisa aku memelukmu?" bisik Rayhan saat malam semakin larut.Sofia yang mendengar itu sedikit gugup. Badannya gemetaran, tangannya mengepal kuat suasana berubah jadi panas.Rayhan masih menunggu jawaban istrinya. Biar bagaimana pun, dia lelaki normal. Setelah resmi menikah, hanya bersentuhan tangan dan baru dua kali mengecup kening istrinya.Rayhan paham, Sofia juga butuh proses. Maka dari itu, dia berusaha untuk bersabar hingga Sofia sudah siap."Kamu sudah tidur, ya?" tanya Rayhan lagi.Kali ini Sofia berani menjawab. "B-belum."Rayhan sedikit mendekat kemudian kembali bertanya. "Boleh mas memelukmu? Tenang saja, aku hanya memelukmu dari belakang. A-aku janji tidak lebih dari itu."Sofia berpikir sejenak. Tak ada salahnya jika hanya memeluknya. Toh, mereka juga sah.Sofia membalikkan tubuhnya lalu mendekatkan diri ke dalam tubuh Rayhan. Getaran terasa di antara ke duanya. Dengan sedi
"Sofia, bangun. Kita shalat tahajjud," bisik Rayhan di telingan Sofia.Sofia masih tertidur pulas. Rayhan menjadi tidak tega untuk membangunkannya kembali.Senyum terukir indah di wajah Rayhan. Dia begitu bahagia setelah ibadah bersama semalam.Rayhan melenggang pergi untuk mandi kemudian melaksanakan shalat tahajjud.*Sofia mengerjab kala sayup-sayup terdengar suara seseorang yang sedang melafazkan kalam Allah.Dipandanginya wajah yang beberapa hari ini menjadi suaminya. Kalau bisa jujur, di dalam hati Sofia belum hadir sedikitpun rasa cinta untuk Rayhan. Hatinya masih saja tertuju hanya untuk Rayyan.'Ragaku memang miliknya. Akan tetapi, hati ini masih milik Rayyan. Apa aku berdosa, Ya Allah?" bisik Sofia dalam hati.Sofia juga kadang tak mengerti apakah ini dosa atau bukan. Namun, menjalani biduk rumah tangga dengan seseorang yang sangat asing baginya sungguh sangat menyiksa. Terlebih
"Kamu kenal dia, Mas?" tanya Sofia saat mereka sudah menjauh dari Afifah."Kamu cemburu?" goda Rayhan. Hal itu membuat Sofia sedikit salah tingkah.Tidak. Sofia sama sekali tidak cemburu melihat kedekatan mereka. Hanya saja, Sofia tidak ingin mengetahui kenyataan bahwa Afifah adalah bagian dari masa lalu suaminya.Bagi Sofia, bisa jadi Afifah seperti Rayyan yang memiliki tempat khusus di hatinya.Siapa yang bisa menjamin bahwa tidak ada sesuatu di antara ke duanya. Melihat bagaimana tatapan Afifah pada suaminya dan pengakuan Afifah tentang sosok yang dia kagumi dulu."Apa kamu cemburu?" tanya Rayhan kembali. Sofia terhenyak dari lamunannya."Tidak. Aku hanya bertanya," jawabnya cepat.Rayhan menggenggam tangan istrinya begitu erat. Senyum di wajahnya terukir. Rayhan berpikir, Sofia sudah mulai sedikit membuka hatinya.Rayhan membawa istrinya duduk di taman dekat mesjid pesantren. Ditata
[Temui aku di perpustakaan]Rayyan mengembuskan napas kasar saat membaca sebuah pesan yang masuk dua puluh menit lalu.Tangan kanannya memijit kuat kepalanya. Berulang kali dia mencoba untuk berpikir jernih namun tak bisa. Akhirnya Rayyan memilih untuk mengabaikan pesan itu.*"Mbak, telurnya gosong," tegur salah satu santri ndalem yang sedang membantunya memasak.Sofia tersentak dari lamunannya. Tangaannya dengan cepat mematikan kompor. Bau hangus menyeruak di dalam ruangan.Sofia mundur perlahan kemudian digantikan oleh santri yang menegurnya tadi."Ada apa, Nak?" tegur Umi dengan lembut."Kamu sakit?" tanya Umi Aisyah lagi saat tam mendapag jawaban dari menantunya.Umi Aisyah memandangi wajah menantunya yang sedikit pucat. Segera dia membawanya ke meja makan untuk duduk sebentar.Umi Aisyah memanggil salah satu santri lalu menyuruhnya untuk membawakan segelas air putih. Umi mem
"Ada apa, Dek?" tanya Rayhan khawatir saat mendapati istrinya terduduk di lantai."Aku baik-baik saja, Mas."Rayhan tidak semudah itu percaya. Akhir-akhir ini Sofia terus menangis tanpa dia tahu apa penyebabnya.Rayhan membawa tubuh Sofia di dalam pelukannya. Sungguh, dia tidak tahu harus berbuat apa."Rindu bunda?" tanyanya lagi.Sofia tetap memilih diam. Saat ini hatinya begitu terluka. Pertanyaan dari suaminya pun dia abaikan.Rayhan dengan sabarnya tetap menunggu jawaban dari istrinya. Baginya, dia harus mencari tahu penyebab Sofia akhir-akhir ini menangis.*Sofia gegas menuju ruang makan setelah membersihkan diri. Berulang kali dia mengecek matanya yang tambak sedikit membengkak karena terus-terusan menangis. Dia tidak ingin mertuanya tahu.Setelah yakin semua tampak baik-baik saja, Sofia melangkah dengan penuh keyakinan.Di ruang makan tampak para santri ndalem
Dua minggu semenjak kejadian itu hubungan Rayyan dan Sofia semakin menjauh. Rayyan selalu berusaha menghindari Sofia di mana pun dia berada.Berada di dalam satu atap adalah ujian terberat bagi mereka. Bertemu setiap hari bahkan harus menahan api cemburu kala Sofia mengurus suaminya di depan Rayyan.Tak menampik, semua itu justru membuat Rayyan sedikit terusik. Namun, sebisa mungkin Rayyan menghilangkan perasaannya.Berbeda dengan Sofia. Bertemu dan tidur bersama dengan laki-laki yang mirip dengan masa lalunya membuatnya semakin susah melupakan Rayyan. Terlebih, mereka selalu di pertemukan secara tidak sengaja."Hoek. Hoek."Sofia sejak subuh sudah merasakan mual yang luar biasa. Sebisa mungkin dia menahan diri agar tak terlihat seperti orang sakit.Saat ini dia berada di kamar sendiri. Rayhan yang sudah lebih dulu keluar dari kamar tak mengetahui keadaan istrinya.Wajahnya memucat denga
"Mas, aku ingin makan rujak," rengek Sofia.Rayhan yang baru saja mendengarkan setoran hapalan mendudukkan dirinya di sofa.Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam. Rayhan menarik napas dalam kemudian mengembuskannya."Ini sudah larut, Dek. Pedangang rujak sudah pulang sejak tadi," bujuk Rayhan."Tapi, Mas, aku ingin sekali makan rujak."Rayhan akhirnya mengalah. Dia bangkit dari tempat duduknya kemudian berlalu meninggalkan Sofia."Mas." Rayhan membalikkan badan."Pakai sepeda ya?" pintanya."Dek, ini sudah larut loh. Mobil saja ya?" pintanya.Sofia mengerucutkan bibirnya kemudian meninggalkan Rayhan.Rayhan menarik napas lebih dalam lagi."Baiklah."Senyum di wajah Sofia tercipta. Dia melepaps kepergian suaminya dengan suka cita.Tangannya mengelus perutnya yang mulai nampak masih rata. Usia kandungan delapan minggu membuat ngidam
"Tapi, kamu tidak masalah kan berada di sekitar Rayyan?"Pertanyaan Rayhan sontak membuat Sofia terkejut.Di dalam benak Sofia dia takut kalau Rayhan sebenarnya tahu tentang hubungan mereka."M-maksud, Mas?"Rayhan terdiam sejenak pandangannya berfokus pada langit-langit kamar."Maksud mas ..... kamu tidak apa kan berada satu atap dengan ipar? Ya, biasanya setiap orang memiliki privasi. Bisa jadi kamu kurang nyaman berada di sekitar Rayhan yang bukan muhrim kamu."Sofia bernapas lega. Dia hampir saja gegabah untuk menjawab. Sofia semlat berpikir Rayhan sudah mencium bau-bau kedekatan mereka."A-aku tidak apa-apa, Mas. Sungguh."Rayhan tersenyum lega. Selama ini dia berpikir sikap Sofia seperti itu karrena tidak nyaman dengan kehadiran Rayyan.Tangannya mengelus elan kepala yang berbalut khimar berwarna peach itu."Mas janji akan selalu membahagiakan kamu. Kalau kamu tidak nyaman akan