Cinta adalah karunia Tuhan yang dititipkan pada hati setiap Hamba-Nya. Kata orang, kita semua berhak untuk jatuh cinta bahkan memperjuangkan cinta. Tapi, bagaimana jadinya jika selama ini cinta yang kita perjuangkan justru ditentang oleh takdir? Adalah kisah cinta Sofia dan Rayyan. Dua insan yang memiliki perasaan yang sama kemudian memutuskan untuk membawa namanya dalam doa dan setiap sujud panjangnya. Lebih memilih memendam dan tak terikat karena hukum islam mengharamkannya. Berkomitmen untuk saling menjaga hingga Rayyan bisa menghalalkannya. Namun, kisah cinta yang mereka rawat dengan baik harus berakhir luka saat keputusan sepihak membangun dinding pemisah di antara ke duanya. Seseorang telah memetik buah cinta yang sekian lama mereka rawat. Perjodohan bukan hal mustahil dan bahkan sering terjadi. Rayyan harus menerima kenyataan bahwa Sofia harus ia ikhlaskan karena titah Sang Abi untuk Rayhan saudara kembarnya sendiri. Bagaimana kisah cinta mereka? akankah mereka menerima atau bahkan menolak takdir yang sedang berjalan?
Lihat lebih banyak"Rayyan, bawa aku pergi!"
Rayyan mengernyitkan dahi tak mengerti apa yang dimaksud Sofia."Bawa pergi ke mana?"Sofia semakin gelisah. Tangannya sibuk memilin ujung khimarnya. Sikap Sofia saat ini justru membuat Rayyan semakin tak mengerti.Perlahan isak tangis terdengar. Rayyan memberanikan diri menatap wajah kekasihnya."Ada apa, Sofia?""A-ayah menjodohkan a-aku dengan seseorang," ucapnya dengan suara terbata.Rayyan terdiam. Ini bukan hal yang mudah. Dia begitu mengenal bagaimana watak Ustadz Azzam-Ayah Sofia.Rayyan mengembuskan napas berat. Pandangannya lurus ke depan. Ada rasa yang tak mampu dia ungkapkan."Rayyan, aku tidak ingin dijodohkan. Kamu tahu rasa ini tertuju untuk siapa. Aku mohon Rayyan, bantu aku!" pinta gadis cantik berbalut khimar cokelat susu dengan gamis berwarna hitam."Aku harus bagaimana, Sofia? Tidak mungkin aku melawan keinginan Ustadz Azzam.""Bawa aku pergi! Ke mana pun kamu pergi, aku akan ikut. Asal bersamamu.""Kawin lari?" tanya Rayyan hati-hati. Sofia mengangguk mantap.Rayyan menyenderkan tubuhnya pada kursi kafe tempat mereka bertemu. Dia tidak menyangka sama sekali, wanita yang dia kenal selama ini, berani mengambil keputusan seperti itu."Tidak, Sofia! Aku tidak bisa melakukannya," jawab Rayyan setelah diam beberapa saat.Sofia semakin terisak hingga membuat beberapa pengunjung menoleh ke arahnya.Sofia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Aku mencintaimu, bagaimana bisa aku menikah dengan orang lain?""Tapi, itu perintah Ayahmu. Aku bisa apa, Sofia?" tanya Rayyan frustrasi.Dari lubuk hati Rayyan, dia juga tak rela melepaskan Sofia. Wanita yang selama ini mengisi relung hatinya.Menjaga batasan karena hukum Islam mengharamkannya membuat Rayyan memilih berkomitmen untuk menghalalkan Sofia setahun setelah kelulusan. Namun, baru beberapa bulan menyelesaikan pendidikannya, justru orang lain yang lebih dulu memetik bunga yang sudah lama dia rawat dengan penuh cinta."Dulu kamu janji akan terus mencintaiku. Katanya kamu akan berjuang. Sekarang, aku bisa menagih janjimu kan?""Tapi, tidak dengan membawamu kabur. Aku ingin menikahimu baik-baik. Kamu harus ingat, Sofia, siapa ayahmu."Sofia tertegun. Benar kata Rayyan. Ayahnya adalah pemuka agama yang begitu disegani oleh orang lain. Jika dia nekat, maka dia sudah mencoreng harga diri ayahnya.Tapi, bagaimana dengan cintanya? Bukankah juga harus diperjuangkan? Ayahnya sangat mengenal sosok Rayyan, tidak ada salahnya jika Rayyan datang menentang perjodohan itu. "Kalau begitu, kamu harus datang menghadap pada ayah. Katakan kalau kamu mencintaiku dan akan segera menghalalkanku!" putus Sofia di tengah pikirannya yang semakin kalut."Tapi, Sofia—""Kalau kamu memang benar mencintaiku, simpan kata tapi mu itu!"Sofia berlalu meninggalkan Rayyan yang semakin frustrasi dibuatnya.Rayyan memandang kepergian kekasihnya dengan perasaaan yang kacau.*"Saya setuju-setuju saja, Mas Azzam, kalau apa yang kita rencanakan waktu masih nyantri," ucap Ustadz Luthfi."Kita kan sudah sama-sama kenal satu sama lain. Memang tak ada salahnya jika putra dan putri kita dipersatukan," balas Ustadz Azzam-Ayah Sofia.Sofia yang tengah menjamu tamu ayahnya tanpa sengaja menyentuh cangkir yang berisi teh panas dan mengenai jemari lentiknya."Auw!" pekik Sofia.Mereka yang hadir di ruang tamu sontak mengalihkan pandangan ke arah gadis cantik berbalut khimar biru muda dengan warna gamis yang senada."Kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya Ayahnya.Sofia menggeleng pelan seraya mencoba menormalkan deguban keras dari dalam dada."Sofia baik-baik saja, Ayah. Ijin pamit."Sofia berlalu meninggalkan dua pasang mata yang sejak tadi memperhatikannya.Air matanya luruh begitu saja begitu Sofia tiba di dapur. Isak kecilnya mulai terdengar. Tubuhnya perlahan meluruh ke lantai dengan tatapan penuh luka.Digenggamnya begitu kuat nampan yang terbuat dari kayu jati. Ada tangis yang berusaha dia tahan. Namun, dia wanita lemah, hatinya begitu lembut sehingga tak mampu untuk sekedar bertahan sebentar."Ada apa, Sofia?"Sebuah suara lembut menyentakkan Sofia. Cepat tangannya menghapus jejak air mata yang sejak tadi mengalir di pipi mulusnya.Wanita itu mendekati Sofia seraya membantunya kembali berdiri. Ditatapnya wajah putri kesayangannya."Tidak apa-apa, Bunda," jawabnya pelan.Bunda Halimah menggeleng lembut. " Bunda sudah lama mengenalmu dan kamu putriku. Mana bisa kamu berbohong?"Sofia ragu untuk menjawab. Namun, atas desakan Sang Bunda, akhirnya Sofia berani untuk jujur dan terbuka."Bunda, ayah berencana menjodohkanku dengan anak Ustadz Luthfi. Tapi, Sofia tidak bisa menerimanya."Wajah teduh itu menatap putrinya. "Kenapa?""Sofia sudah ada pilihan lain."Ustadzah Halimah mengembuskan napas berat. Ini begitu berat. Dia tahu suaminya akan sangat marah jika perjodohan itu dibatalkan. Namun, sisi ke-ibu-annya menuntutnya untuk tetap menjadi pembela putrinya."Bunda tidak bisa berbuat banyak, Sayang. Bunda hanya bisa menyarankan, temui laki-laki itu dan suruh dia menghadap sendiri pada ayahmu. Dari situ kamu bisa menilai. Dia melepaskan atau justru mempertahankanmu.""Bagaimana kalau ayah tetap menentang?""Tergantung bagaimana usaha dia. Meskipun kita sama-sama tahu, perjodohan ini akan tetap dilaksanakan."Sofia terus terisak begitu mengingat kejadian semalam saat keluarganya kedatangan tamu. Sofia mengenal Ustadz Luthfi adalah sahabat lama ayahnya. Bukan sesuatu yang tabu jika sahabat ayahnya datang bertamu, karena menurut pengakuan ayahnya mereka sudah lama menjalin hubungan persahabatan dan tak pernah hilang kontak.Sahabat ayahnya memang sering datang bertandang ke rumahnya, kadang bersama istrinya. Namun, kedatangannya kali ini membuat hati Sofia begitu hancur. Dia tak menyangka, ayahnya menyetujui rencana itu tanpa meminta pendapat putrinya dulu.Sofia mengempaskan tubuhnya di atas kasur. Hari ini dia merasa begitu lelah dengan semuanya. Bahkan sampai saat ini ayahnya belum juga membahas soal perjodohan itu.Sebuah panggilan masuk membuyarkan lamunannya. Tertera nama kekasih hati di layar ponsel."Assalamu'alaikum," sapa seseorang dari ujung telpon."Wa'alaikumussalam.""Sudah tiba di rumah?""Iya."Mereka kembali terdiam dengan pikiran masing-masing. Rayyan mengerti perasaan Sofia saat ini. Wanita mana yang tak frustrasi ketika dia dihadapkan pada pilihan yang sulit seperti ini? Seperti kata pepatah, 'Bagai memakan buah simalakama.'Namun, ini juga tak kalah sulitnya dengan Rayyan. Menghadapi Ustaz Azzam bukan perkara mudah, terlebih jika harus menentang keputusannya. Tapi, hatinya tidak bisa berbohong, dia begitu mencintai Sofia dan tak mudah rasanya untuk mengikhlaskannya begitu saja."Rayyan, aku menunggumu. Temui ayahku dan katakan yang sebenarnya terjadi.""Beri aku waktu, Sofia. Ini bukan perkara mudah.""Jangan mengulur waktu atau kamu benar-bebar akan kehilangan aku."Rayyan menarik napas. Saat ini dia merasa dadanya begitu sesak."Bagaimana jika aku tidak berhasil mempertahankanmu?"Kata-kata itu sontak membuat Sofia menangis. Diputusnya sambungan telpon secara sepihak. Dia begitu terluka kala membayangkan nasib cinta mereka yang terancam berakhir dengan sia-sia."Alhamdulillah ya, Allah," pekik Azizah saat dua garis merah tampak di depan matanya. Tubuhnya langsung bersujud dan terus menyebut asma' Allah. Air matanya luruh. Azizah terisak di dalam sujudnya. Penantiannya selama ini terjawab. Allah masih memberinya kepercayaan untuk dititipkan amanah. "Mas Rayyan harus tahu."Azizah bergegas keluar dari kamar. Langkahnya dipercepat. Air mata tak berhenti mengalir dari mata indahnya. Beberapa santriwati yang kebetulan lewat di sana sedikit heran dengan sikap Ustazahnya kali ini. "Mas, lihat Mas Rayyan?"Rayhan yang baru saja selesai mengajar di kelas berhenti sejenak."Sepertinya masih di kantor. Kenapa, Zah?""Aku harus bertemu dengan dia, Mas.""Ada yang mencoba menyakitimu? Bilang sama Mas."Azizah menggeleng. Rayhan tak mengerti karena melihat mata Azizah yang terus mengkristal. "Aku ingin memberi dia kejutan.""Ya sudah, kamu tunggu dia di rumah, biar Mas yang panggilkan dia ya?" bujuk Rayhan.Azizah mengangguk antusias. Dia kemudian b
"Menghadiri undangan itu wajib selama tidak ada halangan syar'i, Dek.""Tapi, Mas ....""Kamu tenang saja. Atau kamu juga mau ikut?"Sofia terdiam. Dia merasa ragu. Namun, atas penjelasan Rayhan akhirnya dia memilih ikut. Sepanjang jalan Sofia memilih diam. Farhan terus berusaha mencairkan suasana dengan bermain bersama Fatih. Perjalanan tiga puluh menit mereka tempuh hingga tampak terlihat janur kuning melengkung. Farhan turun, menyusul Rayhan dan keluarga kecilnya. Mereka memasuki ruangan. Rupanya keluarga calon mempelai pria belum tiba. "Belum tiba, Han.""Biar saja. Kita di sini menunggu."Tiba-tiba datang sosok yang mereka kenal. Ustaz Afwan."Assalamu'alaikum, Rayhan, Farhan."Keduanya mendekat dan mencium punggung tangan gurunya yang sangat mereka hormati. Ustaz Afwan tersenyum lebar dan memeluk satu per satu muridnya. Rasa rindu bertahun-tahun akhirnya terobati. "Apa kabar, Ustaz?""Alhamdulillah, baik. Kalian bagaimana?""Alhamdulillah, Ustaz."Matanya beralih pada dua
Humairah menutup pintu kamarnya. Pertemuan hari ini begitu mengejutkan. Bagaimana tidak, orang yang tak sengaja dia temui di mesjid setelah dipatahkan oleh keadaan adalah sosok laki-laki yang sudah lama dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Dia tidak memungkiri bahwa sikapnya persis dengan sikap Rayhan. Dia mampu memberikan kesejukan saat hatinya rapuh. Bahkan patah. "Ya, Allah, apakah dia jodohku?"Humairah berjalan ke sisian ranjang kemudian mendudukkan dirinya. Disentuhnya dada kiri yang sejak tadi tiba bisa ditahan untuk tidak mengeluarkan detaknya yang tak berirama. Humairah tersenyum tipis. Melihat tatapan teduh dari Hadid membuatnya merasa nyaman. "Astaghfirullah."Humairah buru-buru berdoa agar dijaga hatinya. Suara pintu diketuk. Rupanya ada Umi Hilda. "Sibuk, Nak?""Tidak, Umi."Umi Hilda tersenyum dan duduk di sebelah putrinya. "Bagaimana pendapatmu tentang Hadid?"Humairah menunduk dalam. Kedua jari telunjuknya memilin ujung jilbabnya. "Apa kamu setuju?""Insya Allah,
"Kamu di mana, Nak? Abi ingin bicara penting.""Lagi di mesjid, Bi. Humairah segera ke sana."Humairah menyeka air matanya setelah panggilan terputus. Baru saja ingin mengucapkan terima kasih, sosok laki-laki yang berdiri di sampingnya menghilang. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sosok tadi untuk mengembalikan sisa tisu yang dipakainya, namun orangnya tak kunjung ada. Jarum jam menunjukkan jam dua siang. Humairah memutuskan untuk meninggalkan area mesjid untuk menemui orang tuanya. "Ya Allah, kuatkan hamba."***"Kamu dari mana saja, Mai? Keluarga Ustaz Hilal datang bertamu.""Aku .... Berkunjung ke rumah Rayhan, Bi."Ustaz Hasan mengembuskan napas berat. Usianya sudah kepala tiga namun sampai saat ini putrinya masih menutup diri. Alasannya tetap sama. Masih belum bisa melupakan sosok Rayhan. "Sampai kapan kamu akan terus berharap pada dia, Nak? Ingat, umi sama abi sudah tua. Kami juga ingin melihat kamu bahagia dan hidup bersama dengan orang yang tepat.""Tapi, ti
"Ya, aku sudah menemukan jawabannya tanpa perlu mencari tahu. Mba lupa? wanita baik-baik tidak akan menyakiti sesama wanita. Wanita baik-baik itu berkelas, bukan merendahkan dirinya untuk merebut lelaki yang sudah beristri!"Sebuah tamparan keras dilontarkan Sofia pada Humairah yang sontak membuat mereka tercengang. Bagaimana tidak, mereka tidak menyangka Sofia akan mengatakan hal itu.Azizah tersenyum sumringah. Di dalam hatinya dia bersorak dan memuji keberanian Sofia."Justru aku wanita baik-baik, makanya aku pun memintanya baik-baik," sanggah Humairah. "Aku tidak akan memintamu untuk merasakan posisiku saat ini. Tapi, sebagai wanita cerdas lulusan universitas ternama dunia, tentu Mbak Humairah sudah tahu jawabannya tanpa harus berada di posisiku."Lagi dan lagi Sofia menekan posisi Humairah saat ini. "Lagi pula, aku tidak yakin, Mbak Humairah bisa ada di posisiku. Jadi, pintu ada sebelah sana. Silahkan, Mbak!"Humairah geram dengan sikap Sofia. Secara tidak langsung dia telah m
"Eum, itu bagi Rayhan tapi bagiku, kami lebih dari teman," jawabnya seraya mengukir senyum."Jangan memancing keadaan, Humairah. Nyatanya kita hanya teman biasa," tegur Farhan yang tiba-tiba muncul dari aeah belakang."Ada perlu apa ke sini?" tanya Rayhan."Aku ingin ketemu kamu," jawab Humairah santai. Rayhan mendengus kesal. Sofia dan Azizah sama-sama menyimak pembicaraan mereka. Keduanya sama-sama tidak suka dengan kehadiran Humairah. Farhan yang mengerti suasana hati Sofia merasa tidak enak dengan situasi yang terjadi saat ini. "Humairah, memang dulu kita berteman, tapi kamu harus tahu batasan.""Batasan?"Farhan menyenggol lengan Rayhan. Dia memberi kode untuk peka dengan raut wajah istrinya. Rayhan menangkap maksud dari Farhan. Dia kemudian merangkul Sofia dengan hangat. "Oh iya, aku sampai lupa. Ini istriku, namanya Sofia."Humairah terpaku sejenak melihat sosok wanita cantik yang ada di depannya. Di dalam hatinya dia merasa kalah. Pantas saja Rayhan dulu menolak mentah-m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen