[Temui aku di perpustakaan]
Rayyan mengembuskan napas kasar saat membaca sebuah pesan yang masuk dua puluh menit lalu.
Tangan kanannya memijit kuat kepalanya. Berulang kali dia mencoba untuk berpikir jernih namun tak bisa. Akhirnya Rayyan memilih untuk mengabaikan pesan itu.
*
"Mbak, telurnya gosong," tegur salah satu santri ndalem yang sedang membantunya memasak.Sofia tersentak dari lamunannya. Tangaannya dengan cepat mematikan kompor. Bau hangus menyeruak di dalam ruangan.
Sofia mundur perlahan kemudian digantikan oleh santri yang menegurnya tadi.
"Ada apa, Nak?" tegur Umi dengan lembut.
"Kamu sakit?" tanya Umi Aisyah lagi saat tam mendapag jawaban dari menantunya.
Umi Aisyah memandangi wajah menantunya yang sedikit pucat. Segera dia membawanya ke meja makan untuk duduk sebentar.
Umi Aisyah memanggil salah satu santri lalu menyuruhnya untuk membawakan segelas air putih. Umi mem
"Ada apa, Dek?" tanya Rayhan khawatir saat mendapati istrinya terduduk di lantai."Aku baik-baik saja, Mas."Rayhan tidak semudah itu percaya. Akhir-akhir ini Sofia terus menangis tanpa dia tahu apa penyebabnya.Rayhan membawa tubuh Sofia di dalam pelukannya. Sungguh, dia tidak tahu harus berbuat apa."Rindu bunda?" tanyanya lagi.Sofia tetap memilih diam. Saat ini hatinya begitu terluka. Pertanyaan dari suaminya pun dia abaikan.Rayhan dengan sabarnya tetap menunggu jawaban dari istrinya. Baginya, dia harus mencari tahu penyebab Sofia akhir-akhir ini menangis.*Sofia gegas menuju ruang makan setelah membersihkan diri. Berulang kali dia mengecek matanya yang tambak sedikit membengkak karena terus-terusan menangis. Dia tidak ingin mertuanya tahu.Setelah yakin semua tampak baik-baik saja, Sofia melangkah dengan penuh keyakinan.Di ruang makan tampak para santri ndalem
Dua minggu semenjak kejadian itu hubungan Rayyan dan Sofia semakin menjauh. Rayyan selalu berusaha menghindari Sofia di mana pun dia berada.Berada di dalam satu atap adalah ujian terberat bagi mereka. Bertemu setiap hari bahkan harus menahan api cemburu kala Sofia mengurus suaminya di depan Rayyan.Tak menampik, semua itu justru membuat Rayyan sedikit terusik. Namun, sebisa mungkin Rayyan menghilangkan perasaannya.Berbeda dengan Sofia. Bertemu dan tidur bersama dengan laki-laki yang mirip dengan masa lalunya membuatnya semakin susah melupakan Rayyan. Terlebih, mereka selalu di pertemukan secara tidak sengaja."Hoek. Hoek."Sofia sejak subuh sudah merasakan mual yang luar biasa. Sebisa mungkin dia menahan diri agar tak terlihat seperti orang sakit.Saat ini dia berada di kamar sendiri. Rayhan yang sudah lebih dulu keluar dari kamar tak mengetahui keadaan istrinya.Wajahnya memucat denga
"Mas, aku ingin makan rujak," rengek Sofia.Rayhan yang baru saja mendengarkan setoran hapalan mendudukkan dirinya di sofa.Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam. Rayhan menarik napas dalam kemudian mengembuskannya."Ini sudah larut, Dek. Pedangang rujak sudah pulang sejak tadi," bujuk Rayhan."Tapi, Mas, aku ingin sekali makan rujak."Rayhan akhirnya mengalah. Dia bangkit dari tempat duduknya kemudian berlalu meninggalkan Sofia."Mas." Rayhan membalikkan badan."Pakai sepeda ya?" pintanya."Dek, ini sudah larut loh. Mobil saja ya?" pintanya.Sofia mengerucutkan bibirnya kemudian meninggalkan Rayhan.Rayhan menarik napas lebih dalam lagi."Baiklah."Senyum di wajah Sofia tercipta. Dia melepaps kepergian suaminya dengan suka cita.Tangannya mengelus perutnya yang mulai nampak masih rata. Usia kandungan delapan minggu membuat ngidam
"Tapi, kamu tidak masalah kan berada di sekitar Rayyan?"Pertanyaan Rayhan sontak membuat Sofia terkejut.Di dalam benak Sofia dia takut kalau Rayhan sebenarnya tahu tentang hubungan mereka."M-maksud, Mas?"Rayhan terdiam sejenak pandangannya berfokus pada langit-langit kamar."Maksud mas ..... kamu tidak apa kan berada satu atap dengan ipar? Ya, biasanya setiap orang memiliki privasi. Bisa jadi kamu kurang nyaman berada di sekitar Rayhan yang bukan muhrim kamu."Sofia bernapas lega. Dia hampir saja gegabah untuk menjawab. Sofia semlat berpikir Rayhan sudah mencium bau-bau kedekatan mereka."A-aku tidak apa-apa, Mas. Sungguh."Rayhan tersenyum lega. Selama ini dia berpikir sikap Sofia seperti itu karrena tidak nyaman dengan kehadiran Rayyan.Tangannya mengelus elan kepala yang berbalut khimar berwarna peach itu."Mas janji akan selalu membahagiakan kamu. Kalau kamu tidak nyaman akan
Sofia terus merenungi curahan hati suaminya. Dia tak menyangka Rayhan merasakan sikapnya.Sofia sudah berusaha untuk menghadirkan cinta di dalam hatinya. Akan tetapi perasaannya pada Rayyan justru masih ada."Nak, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Bunda Halimah saat mereka datang menjenguk Sofia.Ayah, Bunda, Mas Alfi dan Mbak Sarah hari ini datang berkunjung. Saat ini hanya ada Sofia yang tengah berdua dengan Bunda.Halimah, yang lain sedang menikmati obrolan ringan di ruang tengah."Sofia baik-baik saja, Bunda.""Hubungan kalian baik-baik saja 'kan?"Sofia mengangguk seraya berusaha tersenyum."Kamu nyaman tinggal di sini?" tanya Bunda Halimah lagi."Nyaman, Bunda.""Meskipun seatap dengan ..... "Bunda Halimah sengaja menggantung ucapannya demi melihat respon dari Sang putri.Sofia memilih bungkam. Dia juga tidak tahu jawaban apa yang cocok.
"Alhamdulillah, bayinya sehat, Ustaz," ucap dokter Widya. Salah satu dokter langganan keluarga Sofia."Alhamdulillah," ucap mereka bersamaan."Dok, kalau boleh tahu, calon bayi kami jenis kelaminnya apa ya?" tanya Rayhan penasaran.Dokter Widya tersenyum menanggapi."Saya cek dulu, ya, Ustaz."Dokter Widya menggerakkan kembali alat di sekitar perut Sofia. Pandangannya berfokus pada layar monitor berukuran 14 inch."Menurut hasil USG, bayinya berjenis kelamin laki-laki, Ustaz.""Alhamdulillah. Bisa jadi penerus pondok," ujar Ustaz Luthfi."Apapun jenis kelaminnya patut kita syukur, Abi. Hal yang terpenting adalah ibu dan bayinya sehat," tegur Umi Aisyah.Rayhan tersenyum melihat kedua orang tuanya. Berbeda dengan Sofia, sejak tadi dia hanya bisa tersenyum simpul.Dokter Widya yang menyadari sikap yang ditunjukkan Sofia berusaha berpikir positif bahwa itu adalah bawaan
"Keadaannya baik meskipun sedikit melemah, Ustazah. Wajar karena ini persalinan pertama. Alhamdulillah sudah pembukaan empat. Lebih cepat dari yang diperkirakan. Mungkin karena menjelang persalinan ibunya aktif bergerak.""Alhamdulillah," ucap mereka."Kami bisa masuk kan, Bu?" tanya Bunda Halimah."Sangat boleh, Ustazah, mengingat pasien butuh dorongan."Mereka akhirnya masuk ke ruangan pasien. Beruntung saat ini hanya ada dua pasien yang tengah menunggu proses persalinan.Rayhan segera mengampiri istrinya. Di elusnya punggung tangan Sofia dengan sayang."Bunda ....." lirih Sofia. Air matanya meluruh."Iya, Sayang. Kamu harus kuat ya, demi bayi kalian," ucap Bunda Halimah menenangkan.Sofia mengangguk. Wajahnya meringis berusaha menahan sakit. Bunda Halimah duduk di sisi kirinya seraya membelai lembut kepala Sofia yang berbalut khimar.Umi Aisyah berada di samping Rayyan. Gantian beli
Semenjak kehadiran Si bayi mungil, kebahagiaan dua keluarga begitu terasa. Bayi menggemaskan yang berjenis kelamin laki-laki itu membawa suka cita yang begitu berarti.Muhammad Al Fatih nama yang disematkan dengan harapan kelak dia akan seperti Sultan Muhammad Al Fatih yang begitu gagah berani dalam sejarah Islam. Sang Penakluk Konstatinopel yang saat itu masih berusia sangatlah muda. Namun, berkat keberanian serta kegigihannya lah akhirnya Konstatinopel jatuh di tangannya.Seperti itu lah harapan yang tersemat di dalam diri Rayhan sebagai seorang ayah. Nasehat dari Kiyai Jalaluddin selaku kakeknya agar memberikan nama yang begitu bermakna dan menjadi do'a untuk cucunya kelak."Nama yang sangat bagus dan Abi setuju," ucap Ustaz Luthfi."Kakek harap kalian sebagai orang tua mendidik anak kalian dengan baik agar nama yang disematkan bukan hanya sebuah nama semata. Akan tetapi, berguna untuk agama kita." Begitu nasehat dari Kiyai Jala