Share

Sebenarnya Siapa Kamu?

Luke menyeringai ketika melihat Rena, ia terus melangkah mendekati Rena. Seketika bau darah menyeruak menusuk hidung Luke, matanya membulat tak percaya.

‘Jadi ini alasan Marco menolong manusia ini. Sekarang aku tahu betapa spesialnya darah wanita itu, ini gila. Aku tidak bisa menahan tubuhku agar tidak menikmati darah lezat miliknya.’ Dengan sekuat tenaga Luke menahan hasratnya, ia memilih untuk pergi dari kamar Rena dan menenangkan diri.

Rena menghela napas lega setelah mendengar suara pintu yang di tutup secara kasar dan keras. “Aku benar-benar tidak paham di mana aku dan apa yang terjadi denganku.”

Keesokan paginya Marco sudah berada di dalam kamar Rena bersama dokter Louise. Marco ingin memastikan bahwa Rena tidak memiliki kondisi yang serius.

“Selamat pagi, nona Rena. Ada keluhan setelah kau bangun?” tanya dokter Louise ramah.

“Pagi, dok. Aku merasa jauh lebih baik sekarang meskipun terkadang kepalaku masih merasa pusing.” Rena bukan mengeluhkan kondisi tubuhnya setelah rencana bunuh diri yang gagal, tapi ia mengeluhkan tentang situasi saat ini.

Marco hanya tersenyum, bersandar di daun pintu sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Dokter Louise memeriksa tubuh Rena dengan teliti dan tersenyum setelahnya. “Kondisimu sudah pulih, hanya saja jangan terkena angin dingin untuk sementara. Terlebih di luar sedang turun salju.”

“Baik, dok. Terima kasih.” Rena mengangguk paham. Selama ini Rena tidak pernah keluar dari kamar bagaikan tahanan rumah.

Ada rasa senang, takut dan juga bosan. Rena senang karena dirinya tinggal di tempat yang nyaman serta semua kebutuhannya selalu terpenuhi, meskipun dirinya bosan harus berada di dalam kamar. Di sisi lain dirinya juga takut karena ia tidak tahu siapa pria yang menolongnya dan merasakan bahwa pria itu sangat berbahaya.

“Kalau begitu saya permisi,” pamit dokter Louise setelah selesai memeriksa Rena.

Sedangkan Marco masih berada di kamar Rena, ia ingin menjelaskan semua akan tetapi Marco tidak ingin maksud dan tujuannya membuat Rena semakin ketakutan.

“Sebenarnya siapa kamu?” Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir merah muda Rena.

“Jangan khawatir, aku tidak bermaksud jahat. Aku hanya menolong mu, anggap saja aku penolong hidup mu.” Marco menjawab tanpa beban.

Sikapnya yang dingin dan misterius malah membuat Rena semakin penasaran. “Dari mana kau tahu kalau aku mati karena seorang pria?”

“Aku melihatmu dari kejauhan, saat kau pergi setelah melihat seorang pria sedang berjalan bersama wanita dan kau begitu sangat terkejut.” Memang benar bahwa Marco melihat kejadian itu dan ia berada di sana.

Kata-kata Marco lebih masuk akal dibandingkan dengan mengatakan bahwa dirinya bisa membaca pikiran Rena.

Rena terdiam dan tertunduk, ada rasa malu bahwa seorang telah memperhatikan dirinya di saat pikirannya sedang kalut. “Terima kasih atas pertolonganmu. Karena aku sudah baik-baik saja maka tidak ada alasan bagiku untuk tetap tinggal di sini.”

“Tunggu. Kau bisa tinggal di sini beberapa hari lagi untuk memulihkan kondisimu.” Marco berusaha menahan Rena agar tetap tinggal tanpa harus dipaksa.

Rena hanya tersenyum lembut dan menggelengkan kepalanya. “Aku tidak ingin membuatmu kerepotan, terlebih masih banyak yang perlu aku urus di luar sana. Sekali lagi terima kasih atas bantuan, tuan.”

“Marco. Namaku Marco.” Marco memperkenalkan dirinya sebelum Rena pergi, setidaknya wanita itu tahu namanya.

Lagi-lagi Rena tersenyum dan pergi meninggalkan mansion milik Marco.

Luke melihat kepergian Rena dari balik kaca ruang kerja Marco, perasaannya lega karena Rena pergi dari hadapannya dan Marco.

“Luke! Aku harus bagaimana? Dia pergi begitu saja, lihat bahkan dia tidak menoleh sedikit pun,” keluh Marco gelisah.

“Hahahaha ... Kenapa kau panik? Tidak ada yang mengincar wanita itu, kau hanya butuh waktu untuk mendekatinya dengan tenang. Justru kalau dia terlalu lama di sini akan mendapatkan masalah besar.” Luke mencoba menenangkan sahabatnya.

Ucapan Luke memang benar, Marco mulai bisa tenang dan memikirkan bagaimana cara untuk mendekati Rena. Kali ini dia merasa bahwa langit sedang berpihak padanya, menemukan cara agar memulihkan klan vampir yang hampir binasa.

Selama ini Marco terus mencari keturunan penyihir hebat ke seluruh dunia dan di saat dirinya mulai menyerah justru dia bertemu dengan Rena yang memiliki ciri-ciri sama seperti buku kuno.

Rena keluar dari mansion bergaya klasik, lebih mirip sebuah kastil sebenarnya. Bangunan besar tersebut dibangun dengan batu-batu yang dipahat, dengan hiasan patung Gargoyle bertaring dan bersayap di berbagai sudutnya. Melangkahkan kakinya di halaman berumput, hangatnya sinar mentari pagi segera menyentuh kulitnya, nyaman. Entah mengapa dia merasa beban hidup tak seberat kemarin, seolah dia lupa kalau baru sehari yang lalu hendak menghabisi hidupnya sendiri.

Cahaya pagi segera membuatnya otomatis memicingkan mata. Baru dia sadari kalau semua ruangan yang disinggahi di mansion milik Carlos jendelanya selalu tertutup rapat oleh korden tebal. Semua penerangan berasal dari lampu, seolah sinar matahari memang tak dibiarkan lolos ke dalamnya.

Matanya segera beradaptasi bersamaan dengan buyarnya pikiran tentang interior mansion yang baru akan dia tinggalkan, berkat pekerja berseragam kemeja putih berlapis vest hitam yang mengangguk sopan padanya. Rena membalas anggukan pria berkumis putih tersebut dan segera berlalu saat melihatnya melanjutkan menyapu daun-daun kering yang berguguran di halaman.

Ada yang aneh dengan tempat itu, gapi mungkin saja Carlos hanya salah satu orang super kaya yang suka gaya hidup eksentrik. Rena berusaha mengenyahkan pikiran tentang si tuan rumah yang tampan sekaligus menakutkan tersebut saat tangannya menyentuh pintu gerbang dan mendorongnya sedikit membuka sebelum menyelip keluar dari sana.

Dilihatnya jalan lebar yang sepi lengang di depan gerbang. Tangan yang menyentuh bahunya membuat Rena terlonjak kaget dan sontak menoleh ke samping. Entah sejak kapan pak tua yang baru saja menyapu halaman ada di sampingnya, raut rasa bersalah mewarnai wajahnya. Mungkin merasa tak enak telah mengagetkannya.

“Maaf mengagetkanmu, Nona,” ujarnya.

Rena mengangguk. Tak hanya rumahnya, penghuni, bahkan para pelayan di rumah itu sedikit aneh.

“Kau tak akan menemukan taksi di sini. Berjalanlah ke arah timur, lalu belok kiri, tak jauh dari sini ada jalan raya. Di sana baru kau akan menemukan taksi,” imbuh si staff rumah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status