Sinar lembut matahari pagi kini telah terpancar indah menyinari bumi, juga wajah polos sosok gadis yang masih betah terlelap di bawahnya. Seakan-akan matahari itu telah memberikan kehangatan juga ketenangan pada gadisnya yang tampak rapuh, membuat sinarnya menganggu tidur nyenyak sang gadis.
"Eughh.." lenguh si gadis malang yang bernama Arsyilla Bellvania Azzahra, yang lebih akrab dipanggil Syilla.
Gadis itu mengeliat lucu karena tidur nyenyaknya terganggu, sehingga memaksanya bangun di sertai ringisan sambil memegang kepalanya yang agak nyeri.
Mungkin karena semalaman ia berteriak dan menangis kesetanan membuatnya makin lemah pagi ini. Seketika terukir senyuman devil di bibir merahnya, diiringi mata bening yang sembab tengah sedang menatap sunrise nan indah juga menyejukkan di atas tebing. Dimana hanya tempat itu yang bisa membuat ia menumpahkan semua beban juga amarahnya semalam.
Cukup lama Syilla menatap sinar matahari pagi nan sejuk itu, hingga kini terasa udara pagi sangat panas, kemungkinan besar karena kini memasuki cuaca panas. Entah, apa yang di fikirkan gadis itu, ia hanya menyungingkan senyumnya sedari tadi. Setelah puas menatap sinar matahari yang lama-lama akan membuatnya pingsan nanti, karena ia tidak dapat menahan terlalu lama terik sinar matahari. Syilla beranjak pergi dari tempat curam mematikan itu tanpa berkata apa-apa lagi, wajah yang selama ini terpancar kepolosan dan keluguannya. Kini berubah menjadi datar juga dingin, tatapannya berubah menjadi tajam dan menusuk, siapapun yang melihatnya akan bergemetar ketakutan karena perubahan draktis sosok polos itu.
Ketika Syilla baru membuka pintu kamarnya, diatas ranjang miliknya sudah ada sosok perempuan paruh baya menatapnya nyalang bak siap menerkamnya bulat-bulat. Ini pertama kali Syilla sehari-semalam penuh tak pulang membuat sang Nenek yang terkenal cerewet dan tegas itu menangisinya semalaman suntuk, karena tak pulang-pulang dari bermain, bahkan baju kemarin sore masih melekat ditubuh mungil gadis itu.
"Dari mana saja kau, huh! semalaman tak pulang, keluyuran kemana saja kau?" cerca Neneknya frustasi, sambil memegang bahu Syilla dengan tangan gemetaran.
"Bukan urusanmu." Desis gadis itu dingin dan menusuk.
Dengan sekali hempasan Syilla terbebas dari cengkraman wanita paruh baya itu. Dengan santai Syilla mengemas beberapa potong bajunya ke dalam ransel kecil, tak peduli Neneknya yang menatap bingung akan tingkah nekadnya.
Hal itu membuat Neneknya panik dan akhirnya tersadar dengan apa yang akan dilakukan cucunya itu? Frustasi melihat hal yang tak Nenek inginkan, Nenek langsung mengeluarkan baju-baju yang dikemas Syilla dengan kasar.
"Apa yang kau lakukan, huh! Apa--"
"DIAM." Bentak gadis itu dengan aura membunuh, membuat Neneknya tertegun juga ketakutan, karena bentakan Syilla terdengar begitu kejam.
Setelah selesai berkemas Syilla beranjak keluar dari rumah yang sudah memberinya kehidupan suka-duka, selama 17 tahun lamanya tanpa pamitan pada sang Nenek yang menangis meraung-raung bak orang gila.
Entah, apa yang dipikirkan gadis mungil itu sehingga memutuskan meninggalkan rumah tanpa berkata apapun, hanya aura dingin yang menyelimuti sekitar. Bahkan, para tetangga sebelah mundur ketakutan saat melihat perlakukan kejam Syilla.
"Syillaaa... kamu mau kemana, Nak... jangan pergi hiks hiks... kembalilah, Nak... SYILLA...." teriakan pilu si Nenek mengema.
Syilla yang merasa bersalah telah kasar pada Neneknya, hanya bisa menulikan pendengarannya, berharap setelah ini akan baik-baik saja. Hanya ego yang kini menyelimuti pikiran dan hatinya, bahkan ia malah mempercepat langkah kakinya tanpa sedikitpun menoleh ke belakang.
Kini, Syilla menginjakkan kakinya di kota yang mungkin cukup asing bagi seorang Arsyilla Bellvania Azzahra. Tetapi, cukup membuat orang lain berlari berbirit-birit ketakutan. Karena kota itu sudah dijuluki kota mati. Konon, beberapa tahun lalu ada pembantaian massal di kota khusus yang dipimpin Seorang Mafia plus Psycopath kejam berdarah iblis bersama wanitanya yang memiliki julukan otak licik 'Queen Frederich'.
Entah, apa motivasi Mafia itu melakukan pembantaian pada manusia tak berdosa. Syilla hanya bisa mengangkat bahu acuh dan tetap berjalan menelusuri gang perumahan yang tampak mengerikan dan angker tak berpenghuni.
Tembok-tembok pagar dan rumah-rumah kompleks sudah usang penuh percikan darah yang sudah mengering dan dibiarkan ditumbuhi tanaman liar. Tengkorak dan kerangka manusia pun berceceran di sana, sepertinya perumahan itu bekas pertempuran sengit bersejarah.
Tanpa rasa takut sedikitpun gadis itu berjalan santai memasuki hutan, setelah berjalan cukup panjang dari perumahan Jalan Elizabeth dan Jalan Albert Titanous tadi.
Di tengah-tengah hutan sana, dari kejauhan terlihat Rumah minimalis bergaya Tionghoa berdiri kokoh dengan dikelilingi pagar besi yang dirancang khusus dengan tegangan listrik mematikan. Sehingga siapapun yang mencoba menerobos masuk gerbang itu, maka siap-siap akan mati sia-sia.
Di gerbang masuk sudah disuguhi empat ekor anjing liar, yang bertugas menjaga paviliun megah itu. Anehnya, Syilla masuk dengan mudah bahkan saat menyentuh pagar bertegangan listrik pun ia seakan menyentuh pagar besi biasa, seolah tahu jika majikannya pulang, empat anjing itu hanya menunduk patuh.
Gadis itu terus berjalan dengan angkuh, melewati taman beraneka bunga termasuk mawar, tulip dan melati yang menghias indah halaman paviliun megah bertema alam.
Tanpa rasa takut di dorongnya pintu kayu cendana yang terdapat ukiran naga yang membentang indah, menghiasi pintu besar dua sisi.
Walaupun disisi kanan-kirinya ada dua bodyguard yang berjaga, tapi Syilla tak peduli. Hal pertama yang membuat orang-orang takjub dan rasa takut hilang seketika adalah? Rumah itu rapi dan beraroma terapi mawar dan cengkeh juga mint, tak ada penampakan angker atau hal mistis lainnya, hanya rasa sejuk dan menenangkan yang ada.
Ruang tamu yang tak begitu jauh dari pintu utama, menampakkan keindahannya dengan sofa mahal berlapis busa dan kulit harimau asli terjejer rapi hingga terbentuk huruf 'L'.
Di depannya juga ada meja kaca berukiran kayu cendana dengan kolam ikan kecil di bawahnya untuk menambah kesan keindahan bahan alam. Di sana, juga ada karpet busa tebal digelar begitu cantik, guci kristal juga lampu lampion merah juga bergelantungan dilangit-langit, rumah itu dari luar memang menampakan kesan sederhana. Tetapi saat masuk akan disuguhkan keindahan alam yang menyejukan karena bertema alam yang sangat kental.
Kaki jenjang Syilla melangkah ke arah undak-undakan tangga menuju lantai dua, karena saat mendeskripsikan keindahan ruang tamu barusan telinganya yang sensitif mendengar tangisan bayi dari lantai atas, ia harus mencari sumber suara itu cepat-cepat.
Tibalah didepan kamar utama yang di desaign khusus, karena sumber suara tangisan bayi barusan berasal dari kamar utama. Tanpa mengetuk dulu gadis itu langsung mendorong knop pintu, tak ada ucapan permisi sedikitpun, dan ketika masuk langsung disuguhkan kamar bernuansa hitam-putih.
Mata indahnya menemukan sosok lelaki yang berdiri kokoh dibalkon kamarnya, dan tetap fokus menatap taman belakang rumahnya. Dengan lengan kokohnya mengendong gumpalan lemak yang tak lain tak bukan adalah.
Seorang Bayi laki-laki yang sudah terlelap karena habis menangis beberapa menit lalu, terlihat bibir mungilnya sedang mengenyot silikon susu botolnya dengan lahap.
Tak ada gerakan sedikitpun dari lelaki itu ketika Syilla mendekatinya, bahkan untuk sekedar menoleh atau menyambut gadis itu pun tidak ada. Seperti sudah biasa jika rumahnya menjadi tempat pelarian Syilla sejak dulu, Syilla masuk kamar itu tanpa memikirkan sopan-santun lagi, hingga berdiri tepat di samping lelaki itu.
Mata indahnya menatap sayu bayi yang tampak tenang di lengan kekar lelaki itu. Syilla tak menyapa atau hanya sekedar basi-basi mengajak ngobrol Tuan rumah itu yang biasa tamu lakukan. Gadis itu tak terlihat ketakutan atau malu, atau tak enak hati sudah lancang masuk rumah orang tanpa permisi.
Di usaplah kepala bayi itu lembut, mengecup hangat dahi si bayi seakan menyampaikan kerinduan yang amat sangat pada gumpalan lemak bernyawa itu. Tak ingin berlama-lama gadis itu keluar dari sana menuju kamar lain, untuk membersihkan diri yang amat terasa lengket karena sedari kemarin tak mandi.
Seesoknya Syilla tetap masuk sekolah seperti biasa, kini sebuah mobil sports hitam jenis buggati divo keluaran terbaru, mendarat mulus didepan halte yang cukup jauh dari tempat Syilla menimba ilmu. Gadis itu tetap tak beranjak keluar dari mobil, malah terlihat asyik bersenda gurau dengan bayi laki-laki yang terus tertawa dipelukannya.
##Li.Qiaofeng
Hanya memberi waktu tujuh hari untuk Syilla membolos sekolah, karena gadis itu butuh waktu menenang jiwa dan pikirannya yang terguncang. Bahkan selama seminggu ini Syilla tinggal bertiga dengan Mr. Freezer dan Baby Boy (sebutan ala Syilla). Lelaki blasteran China-Rusia yang sialnya mirip dengan kekasih hatinya yang selama seminggu ini ia tinggalkan, namun ia seperti tak pedulikan hal itu. Sementara lelaki yang duduk tenang dikursi pengemudi tetap fokus kedepan, saat mata elangnya melirik tingkah gadis di sampingnya yang sedang asyik menggoda bayinya tanpa menyadari jika mereka sudah sampai, hingga terlontar pertanyaan singkat dari bibir sexy nya yang akan membuat siapapun melihatnya akan agresif ingin menciumnya. "School or go home?" Satu pertanyaan pertama muncul dari bibir sexy lelaki itu. Suaranya y
Syilla yang merasa paling tersakiti disini, memutuskan untuk pergi dengan cepat ia mengemas buku-bukunya. Saat hendak pergi dari hadapan pemuda yang sangat ia cintai itu tiba-tiba lengannya dicekal erat oleh lelaki itu membuat Syilla meringis. Izzuddin mulai menunjukkan tatapan tajam, akan jawaban gadisnya yang mengisi hatinya selama tiga tahun lebih. Kecewa, sakit, cinta, penghianatan melebur menjadi satu dalam hati Izzuddin, bagaimana bisa gadis itu menghianatinya seperti ini. Di manakah janji setianya dulu? Di manakah gadis kecilnya dulu? Hari ini, detik ini Izzuddin tak lagi melihat mata indah miliknya dulu terpancar begitu indah, ia hanya bisa melihat tatapan membunuh itu menghumus dalam kedalam kornea sepasang mata coklatnya. "Bukan urusan anda." potong Syilla dingin. Ini pertama kalinya
Walaupun sebenarnya ia tak sanggup berdiri, berjalan tertatih keluar perpustakaan karena hatinya terasa sangat nyeri, jika berlama-lama ditempat saksi bisu perpisahannya dengan Izzuddin barusan. Menghapus kasar sisa air matanya tanpa peduli Siska yang menatapnya iba, dengan sekuat tenaga ia berlari kearah Taman belakang Sekolah yang jarang dikunjungi para siswa-siswi Sekolah. Di taman itu, dibawah pohon belimbing manis yang cukup lebat, Syilla menangis histeris lagi, lagi dan lagi. Sambil menutup wajahnya, menjambak rambut panjangnya, gadis itu tampak frustasi, ia kalut ia hancur tak tersisa lagi. 'Aaarrrggghhh... aku benci ini, aku benci.. hiks..' bathinnya menjerit tak terima. Tiba-tiba gadis itu meringis karena kepalanya terasa begitu nyeri, pandangannya mulai memburam, dalam hitungan detik ia merasa pandangannya mulai mengelap hingga hilang sudah kesadarannya dan tumbang tergeletak disana.
"Aduhhh... sakit, sayang! Aduhh.. ampunn..." ringis Izzuddin ketika Syilla menghadiahinya cubitan pedas di pinggangnya. "Dasar menyebalkan, mentang-mentang pintar, sombongnya minta ampun, makanya ajarin Syilla. Jangan cuma bicara doang tapi nggak di ajarin." Gerutu gadis itu sambil mencebik lucu. "Mau minta ajarin, hm? Tapi Kakak nggak pintar-pintar amat, tapi kalo minta ajarin panas-panasan diranjang, wah... ayo, hari ini juga Kakak siap, gimana?" goda Izzuddin sedikit, padahal ia hanya menjahili kekasihnya saja. "Kyaa... dasar mesum, tenggelam sana di lautan... bugh.. bugh.." pekik Syilla geregetan sendiri sambil memukul-mukul lengan lelaki itu dengan brutal. Si korban pun bukannya meminta ampun malah tertawa berbahak-bahak, sore ini pasangan Zuddilla terisi dengan canda-tawa bersama, membuat yang menyaksikan tawa sepasang kekasih itu iri dibuatnya. "Syilla." Panggil lelaki itu tiba-tiba dengan nada mengi
Izzuddin Elbarak, hanya bisa memandangi wajah polos gadis kecilnya miris dengan keadaan terlelap dikamar pribadinya. Lelaki itu membawa gadis kecilnya ke Apartemen pribadinya pasca tak sadarkan diri beberapa jam lalu, dari mata indahnya yang masih setia tertutup. Lelaki itu bisa menganalisis jika gadis kecilnya ini kebanyakkan menangis juga memikul beban berat yang selama ini ia tutupi dengan senyuman polos nan manjanya. Bukan berarti Izzuddin tak peka selama ini, tapi sudah beberapa kali ia menanyakan; 'ada masalah apa? Ceritakan sama Kakak keluh kesahmu, bukannya selama ini kamu menganggap Kakak bukan hanya kekasihmu, tapi juga seorang Kakak pada adiknya?' Bukannya menjawab, Gadis kecilnya itu malah berlagak bodoh dan polosnya minta ampun. Hanya untuk mengalihkan perhatian dengan alasan lapar, haus, ngantuk kadang manja bak anak kecil pada Ayahnya. Izzuddin
"Jika dengan membunuhku bisa membuatmu sembuh, maka lakukanlah sekarang... itu jauh lebih baik daripada setelah memukulku, kamu malah repot-repot membawaku ke Rumah sakit dan pergi begitu saja. Inikah cinta yang selalu kamu ucapkan padaku? Membiarkan diriku opname di Rumah sakit tanpa kamu rawat sendiri, Oh... barusan kamu mengigau minta agar aku tak pergi, tapi kamu sendiri yang menyuruhku pergi, lalu katakan apa mau mu, hm?" Tanpa banyak kata-kata yang keluar dari bibirnya, Izzuddin mencium dahi, pipi, hidung dan terakhir bibir merah yang berani-beraninya melumat bibirnya dengan agresif, bibir yang tak pernah ia sentuh. Biarlah di tanggal ini, di jam ini sebagai saksi bisu dua pasang kekasih tak saling mencintai itu merasakan apa yang dinamakan first kiss untuk pertama dan terakhir kalinya. Ciuman yang paling menyakitkan hingga tanpa sadar lelehan cairan bening di sudut mata lelaki itu menetes. Kini sinar matahari pagi m
Dunia itu bagaikan roda berputar, kadang kita ada dibawah, kadang kita ada diatas, semuanya terjadi tanpa kita sadari. Manusia hidup di bumi hanya untuk menjalani skenario yang Tuhan susun begitu rapi disaat kita dilahirkan ke dunia. Skenario itu bisa saja berubah sesuai doa dan permohonan kita pada sang kuasa, tapi yang tidak bisa kita ubah adalah Jodoh, Rezeki dan Ajal. Seperti hidup gadis malang yang menatap kosong isi kamar, sudah dua bulan lebih 7 hari ralat sudah 9 minggu Syilla tak melakukan apapun dikamar milik lelaki yang telah meninggalkan rumahnya 2 bulan lalu. Bagaikan mayat hidup terkena penyakit kering, tubuh mulai mengkurus, pipi mulai menirus, kantong mata menghitam karena insomnia, jejak air mata yang mengering pun terlihat, sementara kedua tangannya bergemetar sambil memeluk dua bingkai foto yang selama dua bulan ini menjadi kekuatannya untuk tetap h
Kini gadis itu duduk tegak didepan Victo, seakan siap untuk di interview. Victo tersenyum geli ketika melihat raut wajah tegas gadis itu. Seakan tahu jika Victo tak menerima Syilla sebagai karyawannya, maka gadis itu akan mengamuk atau merayunya, licik benar gadis berwajah polos di depannya itu. "Ceritakan?" "Ceritakan apanya? Syilla tak punya pengalaman pekerjaan." Jawab gadis itu polos. "Maksudku? Selama ini kamu tinggal di-" "Kakak ingin menginterogasiku atau menginterview ku?" Potongnya kesal. "Melamarmu? Bagaimana apa diterima?" Jawabannya enteng. "Kau benar-benar menyebalkan, apa kau tak takut pada sepupumu itu?" "Ngapain harus takut sama Izzu, jika sama-sama suka makan nasi." jawab Victo enteng. "Oh," jawab Syilla hanya ber'oh ria saja sambil mengangguk polos. "Syilla, katakan bagaimana bisa kamu berada di daerah