Disebuah rumah sederhana, terdapat beberapa orang tengah berkumpul di ruang tamu, mengobrol sembari membahas tentang pengiring pengantin pria dan wanita pada acara pernikahan Deonartus Surbakti dan Rayla Pramanta.
“Yang akan menjadi bridesmaidnya adalah aku, Bella dan Alice,” ucap Maylin dengan nada yang tak terbantahkan. Ia percaya dengan mitos bahwa hanya wanita single yang boleh menjadi bridesmaid agar mereka dapat menemukan jodohnya di antara barisan groomsmen yang ada.
“Ini pernikahanku, Lin. Biarkan aku yang mengambil keputusan.” Rayla mencebik kesal sebab adiknya dengan seenaknya mengatur pengiring di acara pernikahannya nanti.
“Tapi bagaimana kalau setelah Agatha menjadi bridesmaid, dia dan Peter malah bercerai?” Maylin menyerang Rayla dengan pertanyaan balik.
“Hei! Cinta kami tidak sedangkal itu!” pekik Agatha yang segera memprotes ucapan Maylin yang terdengar sangat mengerikan itu.
“Lalu groomsmennya siapa saja?” tanya Bella mengalihkan topik pembicaraan.
Rayla, Agatha dan Bella adalah sahabat dari sekolah menengah atas. Mulanya Rayla memang meminta Agatha menjadi pengiringnya. Namun, dibantah langsung oleh Maylin. Percuma saja berdebat dengan Maylin yang sangat keras kepala. Pada akhirnya, Rayla pun mengalah.
“Tunangannya Alice dan Elian. Masih kurang satu lagi.” Maylin segera mengucapkan keluar idenya sebelum Rayla berubah pikiran.
“What? Aku?” Elian yang tengah mengobrol bersama Peter, suami Agatha, terperanjat mendengar namanya disebut.
“Iya, kau. Memangnya di sini ada orang lain yang bernama Elian selain kau?”
Helaan napas keluar dari mulut Elian. Jika Maylin sudah mengatur, ia tidak dapat menolaknya. “Baiklah. Aku bersedia. Asalkan aku be—”
Belum selesai Elian menyelesaikan ucapannya, suara interupsi dari Rayla yang mengatakan bahwa Maylin berpasangan dengan Leonel Norman, sahabat Deon, sementara Elian berpasangan dengan Bella, sontak membuat Elian menyatakan keberatannya.
“Tu— tunggu sebentar, La. Kenapa aku tidak berpasangan dengan Maylin saja? Kami berdua sudah saling mengenal satu sama lain. Akan Lebih mudah menjalani peran masing-masing.”
“Lantas bagaimana dengan aku dan Leonel? Kami berdua juga tidak saling kenal,” tukas Bella.
“Aku setuju saja. Yang terpenting sama-sama masih single,” celetuk Maylin penuh semangat.
“Ok, Deal.” Rayla tersenyum puas.
Melihat tak ada kesempatan untuk membuat Rayla berubah pikiran, Elian hanya dapat menahan perasaan kecewanya dalam hati. Padahal, ia berpikir bila berpasangan dengan Maylin menjadi groomsmen, hubungan mereka berdua akan lebih dekat lagi.
Meskipun keakraban mereka telah mengalami kemajuan, tetapi Elian merasakan sikap Maylin terhadapnya masih sedikit menjaga jarak. Elian menyesali perbuatannya yang tidak pernah menghubungi Darwan maupun Maylin walau sekadar menanyakan kabar. Semua hal itu ia lakukan bukan tanpa alasan.
*****
Elian Grayson Carter, seorang remaja kutu buku dan berpenampilan culun. Ia selalu menghabiskan waktu liburan semesternya dengan belajar. Tidak jarang Frida Lewis dan Darwan Bimala menghela napas pasrah ketika Elian sulit dibujuk agar mau meninggalkan bukunya sejenak, kemudian pergi refreshing untuk melepaskan rasa penat dipikiran.
Maylin berpikir ingin membantu mengurangi kekhawatiran Darwan terhadap Elian, maka setiap akan pergi ke suatu tempat, ia pun berusaha mengajak Elian walaupun ditolak oleh pria itu berulang kali pula. Meskipun demikian, Maylin tidak menyerah begitu saja sampai akhirnya Elian pun luluh.
Namun, keluluhan tersebut justru menimbulkan perasaan lain tumbuh dalam hati Elian. Jatuh cinta kepada kekasih adiknya sendiri pun tidak dapat dielakkan.
Salah satu bentuk dari mencintai adalah merelakan orang yang kita sayangi bersama orang lain. Akan tetapi, diperlukan kesabaran dan keteguhan hati sehingga Elian memutuskan pergi ke London, kota kelahirannya.
Berharap tidak lagi bertemu dengan kekasih adiknya, cinta yang bersemayam dalam hatinya pelan-pelan dapat terkikis. Namun, semakin dirinya berusaha untuk melupakan, perasaan cinta itu malah semakin membuncah. Bahkan, seringnya ia harus menahan rasa rindu hingga membuat hatinya terasa sakit.
Alasan itu lah yang membuat Elian tidak berani menghubungi Darwan dan Maylin. Ia khawatir tidak dapat mengontrol perasaannya lagi tatkala mendengar suara wanita yang dicintainya. Atau saat Darwan bercerita tentang hubungannya dengan Maylin, ia terlalu takut berubah membenci sang adik.
Hati tak dapat diatur sesuai keinginan sendiri. Elian hanya dapat memendam perasaan cintanya kepada Maylin selama sembilan tahun, bahkan sampai didetik ini.
*****
Deburan ombak terdengar bergemuruh. Suasana sekeliling pantai telah didekor konsep Bohemian Style sesuai dengan keinginan mempelai wanita. Tinggal menghitung jam, Deonartus Surbakti dan Rayla Pramanta menyongsong resepsi nikah yang digelar hari ini.
Persiapan resepsi terlihat sudah matang, terbukti dengan berbagai dekorasi konsep Bohemian Style, kursi tamu, hingga atas pasir telah dihiasi dengan bunga, semua terlihat indah dan terkesan romantis.
Setelah semua perjuangan yang dilakukan Deon dalam mempertahankan Rayla serta membantu wanita itu mengatasi trauma, akhirnya Rayla memantapkan dirinya untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Terlebih kondisi Rayla kini tengah hamil muda. Ternyata usaha tak akan pernah mengkhianati hasil.
Bibir Maylin mengembang senyum lebar melihat kebahagiaan terpancar di raut wajah kedua mempelai. Ia bersyukur sang kakak telah menemukan cinta sejatinya. Ia berdoa semoga kebahagiaan itu terus menemani dalam rumah tangga mereka.
Gantikan aku untuk mewujudkan impian dengan membangun keluarga yang harmonis dan bahagia, La. Impianku itu selamanya tidak dapat direalisasikan. Doaku selalu menyertaimu. Bahagialah selalu. Kau pantas mendapatkannya setelah apa yang terjadi dalam hidup kita. Batin Maylin.
*****
“Mari kita foto bersama! Kita harus mengabadikan momen hari ini sebagai kenangan yang tidak boleh dilupakan,” Agatha mengucapkannya dengan penuh semangat.
“Kau terlalu berlebihan, Tha.” Rayla menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menerima sebotol air mineral dari suaminya setelah mengucapkan terima kasih.
“Kalau saja ada acara penghargaan kategori kisah sepasang kekasih paling mengharukan, kalian berdua pasti menang. Mempelai prianya seorang play boy—”
Kalimat Agatha terpotong oleh interupsi dari Deon. “Mantan play boy, Tha. Profesiku yang satu itu sudah menjadi masa lalu.”
“Kau sendiri yang mengatakan sekalinya play boy tetap play boy, ‘kan?” Agatha kembali mengingatkan saat Deon mengucapkan janji suci tadi.
“Memang, tapi sejak menjadi pria pertama yang mengambil keperawanan Rayla, profesi play boy ku tinggal sejarah. Aww ….” Deon menjerit kesakitan ketika Rayla mencubit lengannya kuat-kuat.
“Mulutmu itu sepertinya harus disekolahkan lagi.” Rayla melayangkan tatapan maut ke arah suaminya yang sering bersikap spontanitas dalam bertutur kata. Suara gelak tawa melihat pengantin pria tidak dapat berkutik pun terdengar riuh memenuhi sudut ruangan.
Suara ketukan berulang kali terdengar, membuat seluruh orang yang berada di dalam ruangan sontak menoleh ke arah pintu. Seorang crew mengatakan acara berikutnya yaitu melempar bunga pengantin. Kedua mempelai diharapkan agar segera kembali ke pesta.
“Kita berfoto dulu!” ucap Agatha. “Lin, pasangan groomsmenmu ke mana?”
“Tadi dia berkata pergi ke toilet.”
“Cepat cari dia!”
Setengah berlari Maylin bergegas mencari Leonel, tetapi langkahnya berhenti ketika netranya menangkap sesosok pria yang tengah dicarinya berada di sudut lorong, jauh dari keramaian. Ia pun berjalan mendekati pria itu.
Leonel berdiri tegak menyamping dengan tangan kanannya memegang ponsel yang ditempelkan ke telinga. Alisnya saling bertaut. Raut wajahnya terlihat begitu serius. Ia tidak menyadari kehadiran Maylin perlahan-lahan mendekati posisinya berdiri.
“Perkuat sistem keamanan agar virus-virus lainnya tidak dapat masuk ke dalam data kita. Kau selalu memperbaharuinya ‘kan, Dalbert?”
Dahi Maylin mengernyit, mendengar kalimat Leonel di telepon. Pria itu sedang berbicara dengan siapa? Sistem? Virus?
“Bagaimana perkembangan mata-mata kita? Apakah mereka berhasil mencari tahu keberadaan mafia itu?”
Netra cokelat milik Maylin sukses membulat sempurna ketika mendapati suatu kenyataan tentang Leonel Norman. Ternyata pria itu tak hanya seorang playboy seperti kakak iparnya, tetapi juga seorang mafia.
“Kau … sejak kapan berdiri di sana?” Leonel terkesiap melihat Maylin menatapnya dengan tatapan terkejut. “Kau mendengar pembicaraan tadi semuanya?”
Maylin tidak mampu menjawab. Hanya kepalanya yang mengangguk-angguk.
“Oh shit!” Leonel mengumpat seketika. Ia kini dihadapi situasi yang sulit. Perkumpulan organisasinya tidak boleh diketahui oleh pihak luar. Apabila hal itu terjadi, Leonel harus segera mengenyahkan keberadaan orang itu. Tidak peduli apakah orang itu dapat menyimpan rahasia atau tidak.
“Benar ‘kah Kak Leo seorang mafia? Bukannya mafia hanya ada di film bioskop saja, Kak?” Bukannya merasa takut, Maylin malah menunjukkan rasa penasarannya mengenai mafia.
Leonel hanya dapat bergeming. Ia dilema. Keputusan apa yang harus ia ambil? Sedangkan Maylin adalah adik dari istri sahabatnya.
“Aku pernah menonton film mafia. Biasanya mafia pintar menembak, lalu masuk penjara atas perbuatan kriminal mereka.” Maylin memandang Leonel dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. “Apakah Kak Leo bisa menggunakan pistol? Pernah menembak seseorang?”
Helaan napas lega keluar dari mulut Leonel ketika Bella datang menginterupsi. “Kalian sedang apa? Kami menunggu kalian sedari tadi, malah bermesraan di sini. Cepat! Deon dan Rayla harus segera kembali ke acara.”
Leonel dan Maylin segera mengikuti langkah Bella dari belakang. Leonel menyangka urusannya dengan adik ipar sahabatnya itu tidak akan berlanjut. Nyatanya, sepanjang sisa acara Maylin tidak hentinya melontarkan pertanyaan seputar mafia padanya.
“Apa Kak Leo pernah masuk penjara karena status mafia ini? Seperti apa rasanya menjadi bagian dari mafia?”
Walau Maylin bertanya dengan hati-hati dan suara berbisik agar tidak terdengar orang lain, tetap saja Leonel merasa tidak nyaman dibuatnya. Ini kali pertama rahasianya diketahui oleh seorang wanita dan wanita itu sama sekali tidak terlihat takut sedikit pun.
“Aku tidak menuntut banyak penjelasan saat tahu kalau kau sudah mengetahui dari Vlora, rahasia yang selama ini kusimpan rapat-rapat, lalu perubahan sikapmu setelah kita berada di kota ini ….” Maylin menjeda sejenak. Sepasang netranya menatap Elian penuh menyelisik, menunggu reaksi dari pria blasteran itu. “Bahkan, tanpa sepengetahuanku kau menutupi identitas keluargaku agar tidak diketahui Valo,” imbuhnya.Melihat ekspresi kedua mata abu-abu itu tersentak kaget, Maylin menemukan jawabannya. “Kau begitu misterius, Elian. Namun, aku tak akan protes karena itu adalah privasimu. Jadi, aku harap kau pun juga bisa menghargai privasiku.”Keheningan memenuhi mereka, kemudian melanjutkan sarapan dalam diam. Sampai ketika Maylin bangun dari kursinya dan membawa peralatan makan hendak mencucinya, suara Elian memecahkan kesunyian di antara mereka.“Semua yang kulakukan, terlepas dari baik atau buruk ….”Maylin memutar tubuhnya menghadap Elian. Kedua mata mereka kini saling bertemu. Sepasang iris
[Yeah, Deon menyuruhku menghapus semua data kalian untuk berjaga-jaga bila seseorang ingin mencari tahu tentang Frans Pramanta.]“Kalian yang dimaksud apakah mama, Rayla, juga tante Fifi?” Maylin mendelik, terkejut mendengar jawaban Leonel.[Seluruh keluargamu, sweety, termasuk Frans Pramanta. Ada apa? Dari mana kau mengetahuinya?]Serentetan pertanyaan itu menguap begitu saja dari bibir Leonel.“Kalau begitu, apakah diam-diam kak Leonel juga meretas database yang ada di dalam sistem perusahaan Elian, menghapus nama-nama keluarga yang kucantumkan di sana?” Alih-alih menjawab, Maylin balik bertanya. Tidak menutup kemungkinan Leonel melakukannya sebab pria itu memang ahli di bidang tersebut.Tidak ada suara jawaban dari pria itu. Maylin menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap layarnya sejenak mencoba memastikan. Masih tersambung.Maylin menempelkan kembali ponsel di telinga kanannya. “Halo? Kak Leo? Apakah kau masih berada di sana?”[Bukan aku.]“Apa maksudnya?” Dahi Maylin menger
“Jawaban seperti apa yang ingin kau dengar?” Elian balik bertanya dengan datar, “Kak Sio.”“Kau pasti memiliki alasan untuk melakukannya. Aku ingin tahu apa alasan itu.” Sio tersenyum tipis.Suasana menjadi hening beberapa saat. Elian hanya bergeming menatap Sio, menunggu pria itu memutuskan hukuman apa yang harus diterimanya sebagai konsekuensi melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi mereka.“Wanita itu … apakah dia yang menjadi alasanmu mengenyahkan bodyguard-mu sendiri?”Pertanyaan itu sukses membuat ekspresi wajah Elian berubah menjadi tegang. Hanya sesaat, karena sepersekian detik kemudian, ia kembali memasang wajah datarnya.Sio menyeringai menatap Elian. “Apakah uncle sudah tahu?”“Tidak,” jawab Elian singkat. Bagaimanapun juga, ia harus menyelamatkan posisi ayahnya yang telah mencoba menyembunyikan segala perbuatannya.Sio menghembuskan kembali asap rokoknya ke udara. “Kau tahu kalau aku memberikan kepercayaan penuh padamu, bukan? Terus terang aku sangat kece
Mendengar satu nama itu disebut, berhasil melenyapkan ketenangan yang baru saja Maylin dapatkan dari efek alkohol itu. Seketika tubuhnya menjadi kaku. Jantungnya seolah berhenti berdetak. “Kedua orang tuaku ….” Maylin berhenti sejenak.Padahal, ia telah mengubur dalam-dalam semua kenangan yang mengingatkannya pada kebahagiaan sekaligus kepedihan ke dalam lubuk hatinya. Namun, hanya sepersekian detik buih-buih kenangan yang telah lama terpendam itu mendadak berhamburan.Kepalanya tertunduk dalam, berusaha keras menahan rasa sesak serta amarah di dadanya dengan mengepal erat kedua tangannya di bawah meja hingga kuku-kukunya menusuk telapak tangannya.“Mereka membuangku ketika usiaku sepuluh tahun,” ucap Maylin melanjutkan. Kebohongan itu keluar dari mulutnya begitu saja.Kau tidak sepenuhnya berbohong, Lin. Bajingan itu memang meninggalkan kalian terhitung sudah empat belas tahun. Sebuah suara bergema di dalam benaknya.“Bolehkah aku tahu, apa yang telah terjadi?” tanya Valo.Ada keseri
Di depan lorong satu-satunya akses menuju ruang restoran, seorang wanita dengan rambut bergelombang cokelat dan seorang petugas terlihat tengah saling melempar argumen sementara seorang pria lain dengan balutan setelan jas biru dongker-nya berdiri di sebelah wanita itu.Ia hanya diam seraya mendengarkan perdebatan kedua orang dewasa itu yang terus berlanjut. Tidak peduli orang-orang yang berlalu lalang, menoleh ke arah mereka, sebelum kemudian memandang dirinya dengan tatapan memuja.Penampilannya dengan setelan resmi, membungkus tubuhnya yang sempurna. Wajah tampan maskulin, garis rahang yang tegas adalah perpaduan sempurna yang diidam-idamkan seluruh kaum adam di seluruh dunia sekaligus menggoda kaum hawa di saat yang bersamaan.Seolah Tuhan sedang bahagia ketika menciptakannya. Tampan. Kaya. Benar-benar godaan yang terlalu sulit untuk tidak menaruh perhatian, terkecuali Maylin Pramanta. Hanya wanita itu yang tidak terpesona pada seorang Valo Wren Osborn.“Apakah Anda tidak mengerti
Entah sudah berapa lama, Valo masih belum juga kembali. Pria itu hanya menyuruhnya agar menunggu di dalam mobil hingga akhirnya Maylin merasa bosan dan mengambil ponsel untuk mengusir kejenuhan tersebut. Dilihatnya hasil foto yang ada di kameranya seraya senyum-senyum sendiri.Ia kemudian mengirimkan beberapa foto kepada Rayla, bermaksud memamerkan kepada sang kakak. Tidak lama setelah foto terkirim, pesan masuk pun berbunyi.[Elian membawamu ke tempat lokasi syuting film legendaris Robin Hood dan Harry Potter? Kau sangat beruntung, adikku! Akan tetapi, kau menjadi sangat amat menyebalkan! Aku juga ingin berkunjung ke sana!]Maylin terkikik membaca balasan dari Rayla, lalu menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel, mengetik sederet kalimat.[Mintalah pada kak Deon. Suami tercintamu itu tanpa ragu-ragu pasti mengabulkan keinginanmu. By the way, bukan Elian yang membawaku pergi, tetapi teman baruku.]Jemarinya berhenti bergerak untuk sejenak. Membaca sekali lagi pesannya sebelum menek