Share

Pak Panji

Author: Ara putri
last update Huling Na-update: 2021-09-05 15:50:51

Melihat dengan jeli setiap angka dilayar komentar benar-benar membuat ia kelelahan. Menjadi staf administrasi benar-benar menyiksa bagi Nana, meskipun bakatnya disana tapi suatu hari juga bisa buat dirinya jenuh.

Ingin rasanya berhenti, tapi setelah itu ia mau kerja apa? Dapat bekerja dengan posisi seperti ini dirinya sudah sangat bersyukur. Jangan sampai karena tak bisa hidup sendiri lagi, keluarganya datang memaksanya pulang ke Jakarta, ia tidak mau itu terjadi.

Mungkin ia hanya berhenti bekerja saat dirinya menikah nanti, setelah itu ia hanya perlu bersantai di rumah, tak perlu bekerja lagi. Dirinya hanya perlu menyambut dengan senyum manis suaminya saat pulang dari bekerja.

Nana menggeleng geli dengan pikiran gilanya, bagaimana ia bisa berpikir begitu jauh. Untuk membuka hatinya rasanya sangat sulit, lalu bagaimana ia bisa mendapatkan suami?

Kejadian dua hari lalu membuat dirinya menyadari, sikapnya mulai berubah.. Tapi ia pikir itu tidaklah benar! Nan kembali seperti biasa, dingin cuek, keras kepala, bagaimana pun ia tidak perlu berubah begitu cepat hanya karena orang baru.

Nana rasa ini hanya sikap biasa setiap orang yang merasa jenuh dengan kesendirian.

.

Tugasnya sudah selesai! Nana melihat sekeliling ruangan, astaga ... Ternyata dirinya ditinggalkan sendirian didalam ruangan yang sudah sepi. Saking fokusnya dengan pekerjaan, ia tidak menyadari jika jam kantor sudah berakhir dari setengah jam yang lalu. Buru-buru ia menyusun barang-barangnya untuk segera pulang, bisa mati berdiri nanti jika terlalu lama dengan suasana sunyi seperti ini.

“Dasar menyebalkan! Mengapa tidak ada yang memanggilku saat pulang? Mereka meninggalkan ku sendiri, benar-benar buruk.” Nana mengumpat  kesal.  

Sudah tahu dirinya sangat takut kesunyian, jika seperti ini pasti bayang-bayang makhluk halus selalu menghantuinya.

Dengan Langkah terburu-buru ia keluar dari ruangan kerjanya, karena tak fokus dengan jalannya ia malah menabrak sesuatu yang terasa keras, bukan dinding apalagi kaca, tapi sepertinya dirinya menabrak seseorang.

Bughh...

Nana mengasuh kesakitan saat merasa bokongnya menyentuh lantai dengan kasar. Untung ia pakai celana panjang, jika pakai rok keadaannya pasti lebih memalukan lagi.Wanita itu mendongak melihat siapa orang yang baru saja ia tabrak, ohh astaga!

Nana sulit percaya ini, bagaimana bisa ia menabrak Bos-Nya lagi? Apa kali ini akan mendapat hukuman karena kelancangannya.

Buru-buru Nana berdiri dari jatuhnya, menepuk pelan celana belakang yang mungkin saja kotor karena menyentuh lantai tadi. Ia meringis malu melihat siapa yang baru saja ia tabrak, sepertinya pria ini tidak akan lagi memaafkannya begitu saja.

“Maaf, pak. Saya tidak sengaja,” ucap Nana takut-takut. Bisa tamat riwayatnya nih.

“Ini yang kedua kali kamu menabrak saya! Apa kamu sengaja melakukannya?” Panji menyipit matanya, seorang sedang mengalami interogasi seorang penjahit.

“Ehh, gak pak.” 

“Halah ... Saya sudah hafal dengan kelakuan karyawan seperti ini. Benar-benar menjijikkan,” Ucapnya menepuk-nepuk pelan baju yang baru bersentuhan dengan Nana tabrak tadi dengan jijik.

Nana mendelik kesal mendengar tuduhan itu. “Maksudnya, pak? Saya ingin merayu bapak, gitu?” tanya Nana tak percaya. Bagaimana bisa bosnya berpikir begitu jauh.

“Memangnya apa lagi? Kamu bahkan menunggu saya sampai selarut ini,” 

Sungguh Nana tidak percaya ini. Apa sekarang ia sedang dituduh sebagai penggoda bosnya sendiri? Apa-apaan itu! “Pak panji nuduh saya?” tanya Nana setengah tak percaya.

Panji tak menjawab lagi, ia pergi meninggalkan Nana yang mulai megap-megap tak karuan, seolah ingin menyampaikan sesuatu tapi tak terlaksana.

“Apa dia baru saja menuduh ku penggoda?” gumamnya masih tak percaya. “Dasar bos gila! Memangnya setampan apa dia! Benar-benar menjijikkan!” maki Nana menggebu-gebu. Tentu saja hanya berani di belakang, kalau didepan orangnya pasti langsung dipecat.

Tapi ia rasa tak peduli, disini harga dirinya sedang di pertaruhkan!!

Kemarahan jelas terlihat dimatanya, wajahnya memerah menahan gejolak amarah yang seakan ingin menggebu keluar. Nana dengan sedikit mengentak kakinya keluar dari gedung tinggi itu, bahkan ia seakan lupa jika dirinya sangat takut kesunyian dan makhluk halus.

Karena sudah mulai malam Nana langsung pulang dengan taksi yang sudah dipesan beberapa saat lalu sebelum keluar gedung.  

***

Nana keluar dari taksi dengan wajah lesu tak bersemangat. Dilihatnya di teras rumah tetangganya, ternyata disana ada Intan yang sedang heboh bergosip dengan ibu Dewi si asisten tetangga sebelah. Hari ini memang Intan libur bekerja, karena itu sampai membuat Nana tertinggal sendiri.

“Intan!” panggil Nana berteriak.

Merasa namanya dipanggil, intan menoleh dengan tampang ogah-ogahan, mungkin gadis itu kesal karena acara gosipnya terganggu.

“Apaan?”  tanya intan kesal. Pasalnya temannya itu sudah mendiaminya beberapa hari ini, sikap Nana yang terkesan kembali dingin benar-benar membuat Intan tak suka.

“Pengeng curhat,” gumam Nana, tapi hanya bisa didengar dirinya sendiri. Pada akhirnya ia hanya menggeleng, “tak ada, hanya ingin menyapamu. Aku masuk dulu, permisi Bu Dewi,” ucap Nana sembari menyapa Bu Dewi.

Kepergian Nana diikuti dengan tatapan bingung dua manusia berbeda generasi itu. Wajah yang kusut, pulang sudah larut, Intan penasaran apa sesuatu sudah terjadi?

“Kenapa taman mu, Tan?” tanya Bu Dewi bingung.

“Gak tahu buk. Aku pulang dulu ya Bu, nanti kita lanjut lagi ngerumpinya.” Bu Dewi mengangguk Setuju, lagi pula sebentar lagi bosnya juga pulang.

“Hati-hati,”

“Apanya Bu? Kan Cuma ke sebelah.”

Bu Dewi Menyengir kuda, “kebiasaan nak, jadi suka lupa.” Intan tertawa mendengar itu, kebiasaan memang sering membuat orang kilat. 

Intan masuk ke rumah dengan wajah kawatir. Tidak biasanya Nana pulang setelat ini, jikapun Nana singgah di taman seperti biasa, itu juga tidak selarut ini, apalagi wajah sahabatnya itu terlihat tidak baik-baik saja.

“Na? Kamu kenapa?” tanya intan saat melihat wanita itu sedang di dapur.

“Aku? Gak kenapa-napa kok, Tan. Cuman lagi capek aja,” ucapnya tanpa menoleh.

“Jangan bohong, aku bisa lihat dari wajah kamu itu. Apa terjadi sesuatu?”

Selesai mencuci gelas bekas minumannya, Nana berbaik dengan wajah yang sama seperti tadi. Untuk membohongi Intan itu sangat sulit, karena dia tipe wanita yang mudah peka, sedikit saja perubahan dari wajah temannya ia akan tahu. “Hari ini sungguh sial!” ucap Nana kesal saat mengingat kejadian tadi.

“Kenapa? Ceritakan padaku,” pinta intan tak sabaran mendengarnya.

“Pak Panji ... Aku membuat masalah dengannya,”

Intan yang tadi sudah bersemangat sekarang bertambah semangat saat mendengar nama bos tampannya disebut.“Kenapa?” tanya semakin tertarik.

“Aku menabraknya lagi! Oh tuhan, dia bahkan menghinaku begitu buruk.” Keluhnya, seolah ia sangat menderita.

“Lagi? Memangnya kamu berapa kali nabrak dia masih?” Intan malah tidak fokus dengan curahan hati sahabatnya, ia sekarang tertarik dengan bos tampak.

“Dua kali ... Dan apa kau tahu apa yang dia katakan?” 

“Apa?”

“Dia bilang, aku sengaja menggodanya. Dia benar-benar membuat ku marah!” 

Intan tidak peduli, malah berkata, “aku iri padamu, Na.”  Sambil mengerucut bibirnya.

  

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta dan Dilema   Mudah tersinggung

    Sore hari ternyata Adri benar-benar membawa Nana keliling dengan sepeda motor. Tak tahu kemana tujuan mereka akan pergi, tapi bagi mereka lebih memilih menikmati perjalanan ini dengan berkeliling saja.Nana awalnya ingin protes, karena dari tadi motor Adri tak kunjung berhenti, tapi saat pria itu berkata 'kita nikmati saja senja dengan begini, akan terasa indah' Dan wanita itu malas membantah, toh begini lebih baik.“Mau makan apa?” tanya Adri saat mereka mulai bosan.“Terserah kamu aja,”Adri terkekeh geli mendengar jawaban Nana, “cewek memang gitu ya, setiap aja jalan pasti bilang terserah. Tapi kalau gak sesuai dengan keinginannya pasti pas pulang mengambek.”“Gak kok. Aku serius, terserah kamu pilih aja.” Jawab Nana meyakinkan.Adri membawa Nana ke sebuah restoran yang cukup terkenal, untuk hari ini ia ingin membuat perempuan ini terkesan padanya. Setelah sampai mereka langsung masuk.

  • Cinta dan Dilema   Penakluk hati

    Jika rasa sudah sudah tumbuh, tak ada yang bisa melarang lagi. Adri sadar ia sudah dewasa, tak ada gunanya lagi berlagak seperti ABG yang sedang jatuh cinta. Tapi ia sendiri juga merasa bingung bagaimana cara menyampaikan isi hatinya, karena kesalahannya sekarang menyukai sang tetangga sendiri. Ia tak ingin merusak hubungan yang sudah beberapa lama ini terjalin baik dengan dia.Adri bertanya-tanya, apa gadis itu juga menyukainya?Itulah kegelisahan yang dirasakannya, ia bahkan tak tahu apapun tentang Nana, tapi ia bisa memastikan jika benih-benih cinta sudah tumbuh dihatinya untuk sang tetangga cantik.“Dokter Adri, kenapa melamun?”Dokter Farah mengguncang pelan bahu pria yang asyik melamun itu. Adri gelagapan sendiri. Iss, kenapa ia bisa melamun saat bertugas seperti ini.“Ada apa dokter Farah?”“Dari tadi saya memanggil anda, dokter. Kita harus memeriksa pasien sekarang.”Adri mengang

  • Cinta dan Dilema   Surat cinta

    Nana tersenyum manis melihat pria didepannya, sedangkan yang dipandang hanya berwajah datar saja, tak peduli dengan yang dilakukan Nana.“Kenapa kamu memandang ku seperti itu?” Tanya dokter tampan itu jutek. Ia mulai merasa risih saat ditatap begitu intens.“Gak ada ... Hanya melihat ciptaan Allah yang sempurna,” Ucapnya tanpa malu.Wajah Adri langsung memerah. Jangan salah, meskipun dia seorang pria tapi tidak dilarang untuk baper kan? Toh, dirinya punya perasaan.“Kamu gombal saya?”“Gak kok, dokter. Hanya berkata jujur.” Entah apa yang merasuki Nana hari ini, tapi ia suka saat mengganggu Adri.Setelah membaca novel romantis tadi ia menjadi ingin menjadi gadis di novel itu, yang selalu mengejar cinta. Ah betapa anehnya wanita ini.“Kamu sehat kan? Atau jangan-jangan setelah kecelakaan itu otak kamu geser.”Nana mendengus kesal mendengarnya, mana mun

  • Cinta dan Dilema   Ternyata kakak ipar

    Nana mengusap wajahnya pelan, ia merasa lelah setelah seharian bekerja. Karena terlalu lama libur bekerja membuat pekerjaan menumpuk, dan sekarang ia harus menyelesaikannya.Seminggu sudah berlalu. Nana maupun Intan sudah kembali bekerja seperti biasa. Tapi belakangan ini Nana sedikit terganggu dengan gosip tentang dirinya, permasalahan waktu pak Panji membawanya ke rumah sakit menyebar luas, bahkan banyak pula dari mereka yang menambah-nambahkan membuat gosip itu semakin menarik, padahal kenyataannya tak seperti itu.Tapi Nana tidak ambil pusing, selagi hidupnya tidak diganggu dan tidak berlebihan ia akan memilih untuk diam saja.“Na, makan siang yuk?”Nana melihat Lisa sudah berdiri menunggu dirinya, “Iya ... Aku simpan dokumen ini dulu.” Lisa mengangguk setuju.Setelah itu mereka menuju kantin kantor yang sudah mulai terlihat penuh, semua karyawan sepertinya sudah siap untuk menyantap makan siang mereka.

  • Cinta dan Dilema   Dokter mesum

    Nana mengerang saat merasakan cahaya matahari menerpa wajahnya. Dia mengerjap matanya beberapa kali untuk mengembalikan kesadarannya, seketika matanya melebar saat melihat jam yang ada didinding.“Astagfirullah! Aku telat bangun lagi!” pekik wanita itu penuh kesal.Nana segera menghambur masuk kedalam kamar mandi. Setelah lima belas menit berlalu Nana sudah keluar dari kamar dengan pakaian rapinya. Ia segera menuju taksi yang sudah dipesannya, seperti biasa.Saat diruang tamu ia melihat Intan yang sedang bersantai menikmati sarapan bersama jus buahnya, Nana mendengus kesal. “Dasar teman durhaka! Bukannya membangunkan ku, kamu malah bersenang-senang,” ucap Nan kesal. Sedangkan gadis itu malah tertawa bahagia.Intan masih menikmati masa liburannya yang masih tersisa empat hari lagi, kesempatan itu tidak disia-siakan oleh gadis itu, katanya waktu dirumah orang tuanya ia tak bisa bersenang-senang. Jadi sekarang gadis itu sungguh

  • Cinta dan Dilema   Tak ada kesempatan

    Nana dan Adri sampai di bandara setelah lima belas menit berlalu. Mereka segera mencari keberadaan Intan yang katanya menunggu di lobi bandara. Wanita itu dengan gesit melihat setiap orang-orang yang ada Disana, tapi ia tak kunjung menemukan keberadaan Intan. Merasa sedih putus asa wanita itu kembali mencari di tempat tunggu penumpang, akhirnya yang dicarinya ketemu juga.Tepat di sebuah kursi panjang tempat penumpang menunggu, terlihat seorang perempuan yang tertunduk diam disana, Nana yakin itu pasti intan yang masih menangis. Dengan cepat aku segera mendekati gadis itu agar bisa lekas pulang.“Itu dia!” Nana segera menghampirinya. Sedangkan Adri tak ikut karena ia malas ikut campur urusan para wanita. Iya yakin sekali pasti ada drama yang terjadi jika suasana sudah seperti ini.“Intan?” Panggil Nana dengan pelan.Perempuan yang dipanggil itu segera menonggak melihat siapa yang memanggilkannya, ternyata dia memang intan yang terl

  • Cinta dan Dilema   Memilih pergi

    Intan tiba di bandara setelah berjuang lepas dari cengkaman kedua orang tuanya. Ya, setelah pertengkaran itu Intan memutuskan untuk langsung pulang ke Jakarta. Bagaimana bisa ia tinggal lebih lama disana, sedangkan Pandu selalu datang mengganggu hari-harinya. Butuh waktu dua jam agar lolos dari ayahnya, mereka kembali berdebat setelah itu, karena ayah intan yang mencoba menahannya.Intan hanya bisa membawa tas kecil yang berisi beberapa pakaian, dompet, ponsel dan kartu identitasnya saja. Tentu saja tidak bisa bawa barang banyak-banyak, namanya juga orang mau kabur, kalau bawa perlengkapan lengkap itu namanya mau kamping.Intan masuk kedalam pesawat, menuju kursi ekonomi yang sudah ditentukan. Sebentar lagi pesawat akan lepas landas, Intan berharap setelah ini semuanya akan baik-baik saja. Meninggalkan orang tua dalam keadaan marah, sebenarnya Intan sedikit takut, tapi bagaimana lagi dirinya tidak mau menikah dengan mantan makanya pemberontakan ini ia lakukan.S

  • Cinta dan Dilema   Suara bagaikan kotoran

    Jika gelap tidak selalu diartikan malam, bagaimana bisa semua cerita akan bisa berakhir bahagia. Karena perjuangan saja masih bisa menghianati hasil, apalagi jika hati hanya mengandalkan takdir.Matahari sudah mulai menampakkan dirinya, membangunkan orang-orang yang masih masih betah dengan bergelung Manja ditempat tidur. Nana membuka matanya yang masih terasa sangat mengantuk, wanita itu tidak bisa tidur sepanjang malam karena tubuhnya yang terasa sakit. Ia bahkan hanya tidur dua jam telah Subuh, dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.Adri masuk setelah mengetuk pintu sebelumnya, ia membawa semangkuk sup dan obat untuk tetangganya itu. Sungguh perhatian!“Kamu sudah bangun?”“Ya,” jawab Nana.Nana bersandar pada kepala ranjangnya. Penglihatannya masih terasa kabur, kepalanya juga masih berdenyut-denyut, meskipun tidak seberapa sakitnya lagi. Ia bersyukur mendapat bantuan dari Adri, jika tidak ia bisa men

  • Cinta dan Dilema   Perhatian Adri

    Angin malam menghembus hingga ketulang, membelai wajah pucat yang terbaring lemah ditempat tidur itu, semakin membuat tubuh rapuh itu bergetar kedinginan. Hampir seharian wanita itu tak bangun-bangun membuat seseorang yang menjaganya dari siang tadi menjadi sangat cemas.Nana mulai membuka matanya yang masih terasa perih, ia mengerjap pelan menghindari sinar lampu yang menyilaukan matanya. Ia seakan menjadi linglung, mungkin karena terlalu lama menutup mata, apalagi kepalanya masih berdenyut sakit, meskipun tak separah tadi pagi.“Ohh, aku kenapa?” Wanita itu melihat tangannya yang terasa sakit, Ahh ternyata ada jarum infus terpasang disana.Nana melihat tempat ia berada, ternyata masih didalam kamarnya, tadi ia sempat berpikir jika dirinya dibawa ke rumah sakit.Tapi ... Bukankah tadi siang ia pingsan sendiri? Lalu siapa yang membawanya ke kamar dan juga memasang infus ini? Kapan benda ini ada?“Kamu sudah bangun?”D

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status