Share

Pak Panji

Melihat dengan jeli setiap angka dilayar komentar benar-benar membuat ia kelelahan. Menjadi staf administrasi benar-benar menyiksa bagi Nana, meskipun bakatnya disana tapi suatu hari juga bisa buat dirinya jenuh.

Ingin rasanya berhenti, tapi setelah itu ia mau kerja apa? Dapat bekerja dengan posisi seperti ini dirinya sudah sangat bersyukur. Jangan sampai karena tak bisa hidup sendiri lagi, keluarganya datang memaksanya pulang ke Jakarta, ia tidak mau itu terjadi.

Mungkin ia hanya berhenti bekerja saat dirinya menikah nanti, setelah itu ia hanya perlu bersantai di rumah, tak perlu bekerja lagi. Dirinya hanya perlu menyambut dengan senyum manis suaminya saat pulang dari bekerja.

Nana menggeleng geli dengan pikiran gilanya, bagaimana ia bisa berpikir begitu jauh. Untuk membuka hatinya rasanya sangat sulit, lalu bagaimana ia bisa mendapatkan suami?

Kejadian dua hari lalu membuat dirinya menyadari, sikapnya mulai berubah.. Tapi ia pikir itu tidaklah benar! Nan kembali seperti biasa, dingin cuek, keras kepala, bagaimana pun ia tidak perlu berubah begitu cepat hanya karena orang baru.

Nana rasa ini hanya sikap biasa setiap orang yang merasa jenuh dengan kesendirian.

.

Tugasnya sudah selesai! Nana melihat sekeliling ruangan, astaga ... Ternyata dirinya ditinggalkan sendirian didalam ruangan yang sudah sepi. Saking fokusnya dengan pekerjaan, ia tidak menyadari jika jam kantor sudah berakhir dari setengah jam yang lalu. Buru-buru ia menyusun barang-barangnya untuk segera pulang, bisa mati berdiri nanti jika terlalu lama dengan suasana sunyi seperti ini.

“Dasar menyebalkan! Mengapa tidak ada yang memanggilku saat pulang? Mereka meninggalkan ku sendiri, benar-benar buruk.” Nana mengumpat  kesal.  

Sudah tahu dirinya sangat takut kesunyian, jika seperti ini pasti bayang-bayang makhluk halus selalu menghantuinya.

Dengan Langkah terburu-buru ia keluar dari ruangan kerjanya, karena tak fokus dengan jalannya ia malah menabrak sesuatu yang terasa keras, bukan dinding apalagi kaca, tapi sepertinya dirinya menabrak seseorang.

Bughh...

Nana mengasuh kesakitan saat merasa bokongnya menyentuh lantai dengan kasar. Untung ia pakai celana panjang, jika pakai rok keadaannya pasti lebih memalukan lagi.Wanita itu mendongak melihat siapa orang yang baru saja ia tabrak, ohh astaga!

Nana sulit percaya ini, bagaimana bisa ia menabrak Bos-Nya lagi? Apa kali ini akan mendapat hukuman karena kelancangannya.

Buru-buru Nana berdiri dari jatuhnya, menepuk pelan celana belakang yang mungkin saja kotor karena menyentuh lantai tadi. Ia meringis malu melihat siapa yang baru saja ia tabrak, sepertinya pria ini tidak akan lagi memaafkannya begitu saja.

“Maaf, pak. Saya tidak sengaja,” ucap Nana takut-takut. Bisa tamat riwayatnya nih.

“Ini yang kedua kali kamu menabrak saya! Apa kamu sengaja melakukannya?” Panji menyipit matanya, seorang sedang mengalami interogasi seorang penjahit.

“Ehh, gak pak.” 

“Halah ... Saya sudah hafal dengan kelakuan karyawan seperti ini. Benar-benar menjijikkan,” Ucapnya menepuk-nepuk pelan baju yang baru bersentuhan dengan Nana tabrak tadi dengan jijik.

Nana mendelik kesal mendengar tuduhan itu. “Maksudnya, pak? Saya ingin merayu bapak, gitu?” tanya Nana tak percaya. Bagaimana bisa bosnya berpikir begitu jauh.

“Memangnya apa lagi? Kamu bahkan menunggu saya sampai selarut ini,” 

Sungguh Nana tidak percaya ini. Apa sekarang ia sedang dituduh sebagai penggoda bosnya sendiri? Apa-apaan itu! “Pak panji nuduh saya?” tanya Nana setengah tak percaya.

Panji tak menjawab lagi, ia pergi meninggalkan Nana yang mulai megap-megap tak karuan, seolah ingin menyampaikan sesuatu tapi tak terlaksana.

“Apa dia baru saja menuduh ku penggoda?” gumamnya masih tak percaya. “Dasar bos gila! Memangnya setampan apa dia! Benar-benar menjijikkan!” maki Nana menggebu-gebu. Tentu saja hanya berani di belakang, kalau didepan orangnya pasti langsung dipecat.

Tapi ia rasa tak peduli, disini harga dirinya sedang di pertaruhkan!!

Kemarahan jelas terlihat dimatanya, wajahnya memerah menahan gejolak amarah yang seakan ingin menggebu keluar. Nana dengan sedikit mengentak kakinya keluar dari gedung tinggi itu, bahkan ia seakan lupa jika dirinya sangat takut kesunyian dan makhluk halus.

Karena sudah mulai malam Nana langsung pulang dengan taksi yang sudah dipesan beberapa saat lalu sebelum keluar gedung.  

***

Nana keluar dari taksi dengan wajah lesu tak bersemangat. Dilihatnya di teras rumah tetangganya, ternyata disana ada Intan yang sedang heboh bergosip dengan ibu Dewi si asisten tetangga sebelah. Hari ini memang Intan libur bekerja, karena itu sampai membuat Nana tertinggal sendiri.

“Intan!” panggil Nana berteriak.

Merasa namanya dipanggil, intan menoleh dengan tampang ogah-ogahan, mungkin gadis itu kesal karena acara gosipnya terganggu.

“Apaan?”  tanya intan kesal. Pasalnya temannya itu sudah mendiaminya beberapa hari ini, sikap Nana yang terkesan kembali dingin benar-benar membuat Intan tak suka.

“Pengeng curhat,” gumam Nana, tapi hanya bisa didengar dirinya sendiri. Pada akhirnya ia hanya menggeleng, “tak ada, hanya ingin menyapamu. Aku masuk dulu, permisi Bu Dewi,” ucap Nana sembari menyapa Bu Dewi.

Kepergian Nana diikuti dengan tatapan bingung dua manusia berbeda generasi itu. Wajah yang kusut, pulang sudah larut, Intan penasaran apa sesuatu sudah terjadi?

“Kenapa taman mu, Tan?” tanya Bu Dewi bingung.

“Gak tahu buk. Aku pulang dulu ya Bu, nanti kita lanjut lagi ngerumpinya.” Bu Dewi mengangguk Setuju, lagi pula sebentar lagi bosnya juga pulang.

“Hati-hati,”

“Apanya Bu? Kan Cuma ke sebelah.”

Bu Dewi Menyengir kuda, “kebiasaan nak, jadi suka lupa.” Intan tertawa mendengar itu, kebiasaan memang sering membuat orang kilat. 

Intan masuk ke rumah dengan wajah kawatir. Tidak biasanya Nana pulang setelat ini, jikapun Nana singgah di taman seperti biasa, itu juga tidak selarut ini, apalagi wajah sahabatnya itu terlihat tidak baik-baik saja.

“Na? Kamu kenapa?” tanya intan saat melihat wanita itu sedang di dapur.

“Aku? Gak kenapa-napa kok, Tan. Cuman lagi capek aja,” ucapnya tanpa menoleh.

“Jangan bohong, aku bisa lihat dari wajah kamu itu. Apa terjadi sesuatu?”

Selesai mencuci gelas bekas minumannya, Nana berbaik dengan wajah yang sama seperti tadi. Untuk membohongi Intan itu sangat sulit, karena dia tipe wanita yang mudah peka, sedikit saja perubahan dari wajah temannya ia akan tahu. “Hari ini sungguh sial!” ucap Nana kesal saat mengingat kejadian tadi.

“Kenapa? Ceritakan padaku,” pinta intan tak sabaran mendengarnya.

“Pak Panji ... Aku membuat masalah dengannya,”

Intan yang tadi sudah bersemangat sekarang bertambah semangat saat mendengar nama bos tampannya disebut.“Kenapa?” tanya semakin tertarik.

“Aku menabraknya lagi! Oh tuhan, dia bahkan menghinaku begitu buruk.” Keluhnya, seolah ia sangat menderita.

“Lagi? Memangnya kamu berapa kali nabrak dia masih?” Intan malah tidak fokus dengan curahan hati sahabatnya, ia sekarang tertarik dengan bos tampak.

“Dua kali ... Dan apa kau tahu apa yang dia katakan?” 

“Apa?”

“Dia bilang, aku sengaja menggodanya. Dia benar-benar membuat ku marah!” 

Intan tidak peduli, malah berkata, “aku iri padamu, Na.”  Sambil mengerucut bibirnya.

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status