Ketika tombak cinta menghujam hati. Di saat itu lah tangis pecah tak terelakkan. Meski bibir berucap aku tak mencinta. Nyatanya Debi tak sanggup membendung tangisnya. Di depan pintu kos-kosannya yang ia kunci rapat-rapat. Debi menangis histeris. Dadanya terasa sakit dan juga perih melihat Marko bersama Maya tadi. "Apakah yang dimaksud Maya tadi adalah Marko? Tapi kenapa? Kenapa tiba-tiba Marko bisa bersama dengan Maya? Bukankah dulu jelas-jelas Marko tidak tertarik sama sekali dengan Maya?"Sekeras apapun Debi memikirkannya, tetap saja hatinya terluka. Ini terlalu menyakitkan, dan Debi baru pertama kalinya merasakan."Ya Tuhan, kenapa rasanya sesakit ini? Mungkinkah selama ini aku mencintai Marko tanpa aku sadari? Tidak. Itu tidak mungkin terjadi. Dulu, aku dan Marko hanya bersahabat, dan tidak ada cinta di hatiku."Debi menepis perasannya, meski air matanya tak bisa membohonginya. Marko melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Marko terus menambah kecepatan motornya yang beririn
Ada banyak sekali kenangan Debi bersama Marko di kos-kosannya ini. Debi melihat meja makan. Debi masih ingat betul bagaimana Marko selalu datang setiap pagi hanya untuk membawakan sarapan untuknya. Tapi tidak untuk sekarang. Semuanya sudah berubah, seperti halnya perasaan Marko kepadanya.Memori Debi mengingat saat pertemuannya dengan Marko di cafe. Marko terlihat terkejut saat menyadari keberadaannya, tapi Debi juga melihat tatapan yang amat sulit Debi artikan saat itu. Entahlah, apa yang ada di dalam pikiran Marko. Yang jelas Debi sakit saat melihat Marko bersama dengan Maya. Tok tok tokDebi terkejut saat tiba-tiba mendengar suara pintu kos-kosannya ada yang mengetuk. Debi mendengarkannya lagi. Siapa tahu Debi salah dengar."Debi, keluar kamu." "Itu kan suaranya Ibu kos? Mau apa Ibu kos malam-malam ke kos-kosanku?"Debi menghapus air matanya. Setelah ia memperbaiki penampilannya yang berantakan. Debi membukakan pintu."Ada apa ya Bu?""Saya datang hanya ingin mengingatkan kamu. J
Debi mengambil tasnya yang ada di dalam loker. Langkah Debi berderap mendekati Lisa yang masih sibuk mengganti bajunya. "Kamu sudah selesai?" tanya Lisa sembari mengancingkan bajunya."Iya, aku sudah selesai.""Sepertinya kamu semangat banget pingin kerja di tempat baru.""Gimana ya Lis. Demi kebutuhan, aku harus semangat dalam melakukan apapun.""Iya, iya, aku paham kok bagaimana yang kamu rasakan." Setelah selesai mengganti baju. Lisa segera mengambil tasnya."Aku sudah selesai. Ayo kita berangkat.""Iya."Debi dan juga Lisa melangkahkan kaki mereka berjalan keluar dari dalam ruangan. Mereka yang tengah buru-buru sampai melupakan Maya yang memperhatikan mereka sedari tadi. "Mereka mau kemana ya! Daripada aku penasaran, mending aku ikutin saja mereka." Maya menyambar tas miliknya, dan berjalan mengikuti Debi dan juga Lisa. Angin malam menerpa wajah cantik Debi yang mengenakan helm. Karena perjalanan yang cukup jauh. Debi mengiyakan tawaran Lisa untuk naik motornya."Apa masih ja
Maya langsung menutup telinganya saat suara musik yang begitu keras memekakkan telinganya. Rasanya Maya ingin secepatnya pergi dari dalam sana jika ia tidak mencari tahu keberadaan Debi."Di mana anak haram ya!"Maya mengedarkan pandangannya. Ada banyak sekali pengunjung yang keluar masuk di tempat itu, membuat Maya kesusahan dibuatnya."Susah banget sih nyari anak haram itu."Maya hampir saja menyerah. Saat ia hendak keluar dari dalam club malam itu. Maya tidak sengaja melihat Debi. "Bukankah itu anak haram? Bajunya kok sudah ganti ya! Apa dia kerja di sini?"Maya mengedarkan pandangannya. Baju yang dipakai Debi mirip sekali dengan karyawan yang bekerja di tempat itu. Selain itu Maya juga melihat Debi yang tengah mengantarkan minuman ke setiap pengunjung."Sepertinya Debi memang bekerja di tempat ini. Aku harus mengabadikannya dan memamerkannya ke banyak orang." Maya buru-buru mengambil ponselnya. Maya tersenyum senang setelah dia mendapatkan foto Debi yang tengah melayani pengunju
Tin tin tinDebi mengalihkan pandangannya saat mendengar suara klakson. Debi melihat ada sebuah mobil yang berhenti di sampingnya. Saat itu Debi melihat seorang laki-laki yang membuka kaca mobilnya. Laki-laki itu tersenyum kepada Debi."Mau bareng sama saya?" tawarnya. Debi merasa asing dengan laki-laki itu. Ini pertama kalinya Debi melihatnya. Mendapatkan tawaran seperti tadi. Debi malah menjadi takut. Siapa tahu laki-laki itu orang yang tidak baik yang ingin berbuat jahat kepadanya. "Kenapa kamu diam? Ayo masuk. Biar saya antarkan kamu pulang.""Tidak perlu, saya bisa pulang sendiri.""Malam-malam begini, gadis kecil seperti kamu tidak baik pulang sendiri. Kamu tidak usah khawatir, saya bukan orang jahat kok.""Tidak. Terima kasih." Debi melangkahkan kakinya kembali. Debi tidak ingin meladeni laki-laki yang tidak ia kenal itu. Debi mempercepat langkahnya, namun mobil itu malah mengikutinya. Debi semakin takut. Debi yakin jika pemilik mobil itu ingin berniat tidak baik kepadanya.
"Seperti itu lah Om kamu. Keras kepala kalau dibilangin. Mama tidak mau kamu juga seperti Om kamu.""Iya Ma."Marko diam dan kembali sibuk dengan sarapannya. Marko memilih diam karena nasib yang dialami omnya, itu pun juga dialami Marko. Yah, Marko mencintai Debi, namun cintanya terhalang status Debi yang sudah pasti tidak akan mendapatkan restu dari orang tuanya. Selain itu, baru saja Marko meyakinkan dirinya, tapi cintanya sudah langsung ditolak Debi. Buru-buru Marko menghabiskan makanannya. Yah, Marko tidak ingin berlama-lama dan mendengarkan mamanya yang tengah ngomel. Biasalah, jika Om Rafa datang dengan masalah baru. Mamanya tidak akan berhenti untuk membicarakannya."Aku berangkat kuliah dulu Ma.""Kenapa buru-buru?""Iya Ma, karena hari ini aku ada janji sama dosen pembimbingku. Aku berangkat dulu ya Ma."Setelah Marko meminta izin. Marko langsung berjalan keluar dari dalam ruang makan. Tap tap tapLangkah Marko berderap keluar dari dalam rumah. Marko berjalan menuju mobilny
"Berhenti di sini Pak.""Iya Mbak." Debi turun dari motor, dan melepas helm yang ia kenakan."Ini ongkosnya Pak.""Iya Mbak, terima kasih.""Iya Pak, sama-sama."Debi yang saat itu buru-buru. Dia langsung berjalan masuk ke dalam kampusnya. Langkah Debi terus berderap dengan riang tanpa beban. Saat itu Debi langsung menuju ruangan dosen pembimbingnya. Debi tidak ingin membuat dosen pembimbingnya menunggu lebih lama. Dari kejauhan. Debi melihat ada banyak sekali mahasiswa yang tengah berkerumun di depan mading. Entah apa yang mereka kerumunan. Debi yang melihat hal itu sampai penasaran. "Mereka sedang melihat pengumuman apa ya? Coba aku ikut melihat pengumuman dulu deh." Debi melangkahkan kakinya mendekati mereka, namun setiap kali Debi melangkah. Saat itu ada banyak sekali pasang mata yang melihat kearahnya. Debi pun menjadi heran melihat itu. "Kenapa orang-orang melihat kearah seperti itu ya? Ada apa memangnya?" bisik Debi dalam hati."Eh, Debi. Ternyata kamu wanita malam ya!" k
Marko berlari, hingga langkahnya sampai di parkiran. Saat itu Marko mengedarkan pandangannya dan mencari Debi bersama sosok laki-laki yang membawanya. "Di mana Debi?"Marko terus mengedarkan pandangannya, tapi tetap saja Marko tidak menemukan keberadaan Debi. Marko semakin cemas dan juga khawatir. Marko takut jika orang yang membawa Debi adalah orang jahat yang ingin melukai Debi. "Aku harus mencari Debi di mana lagi?"Marko yang kelelahan dan juga bingung. Menghentikan langkahnya di tengah parkiran. "Semua ini gara-gara Maya. Aku akan membuat perhitungan sama Maya jika terjadi apa-apa sama Debi." Marko kembali melangkahkan kakinya untuk mencari Maya. CklekLaki-laki yang menolong Debi beranjak dari kursi tunggu saat mendengar suara pintu ruangan Debi terbuka. "Apakah dia baik-baik saja?""Iya Pak, pasien baik-baik saja.""Bagaimana dengan lukanya? Apakah tidak membuat dia kesaktian?""Tidak Pak, kami sudah mengobatinya.""Syukurlah kalau begitu. Apakah saya boleh bertemu dengan