Share

Pacar Baru

Debi tersenyum saat melihat bayangannya di cermin. Cantik, itulah pujian pertama yang terucap dari bibir ranumnya. Debi mengambil tas kerjanya. Dengan kaki yang ringan. Debi melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar.

Langkah Debi terus berderap keluar dari dalam kos-kosannya. Huh, udara sejuk membelai mesra wajah cantik Debi. Debi tersenyum menambah kecantikannya. Bahkan sang mentari pun sampai tersipu malu di ufuk timur. Merasa tak rela menerpa wajah cantik Debi dengan sinarnya.

"Aku harus semangat bekerja. Yah, ini demi kelangsungan hidupku."

Seperti biasa. Debi melangkahkan kakinya menuju tempat kerja.

Sesampainya Debi di tempat kerja. Debi sudah disambut dengan obrolan Maya yang tidak mengenakkan hatinya. Debi berjalan mendekati dan sembunyi di balik pintu dapur.

"Jangan sentuh aku," bentak Maya pada Lisa.

"Kalau kamu tidak mau aku menyentuhmu. Cepat kerja dan jangan banyak tingkah kamu."

"Apa kamu tuli? Bukankah tadi aku sudah bilang sama kamu, kalau hari ini aku akan keluar dari cafe ini."

"Tidak usah banyak gaya kamu. Kalau kamu keluar dari sini, kamu mau makan apa? Mau jadi gembel kamu? Aku tahu orang tua kamu itu tidak tajir. Tapi tingkah kamu sok-sokan kayak anak orang kaya."

"Jaga ya ucapakan kamu. Aku memang tidak terlahir dari keluarga yang kaya, tapi sekarang aku punya pacar, dan pacarku itu tajir melintir. Jika aku menggunakan uangnya, itu tidak akan habis tujuh turunan."

"Masih tidur kamu? Bangun. Mimpi jangan ketinggian kamu. Kalau jatuh sakit tahu rasa kamu."

"Aku tidak sedang bermimpi. Aku berkata yang sebenarnya."

Lisa pun tertawa, hingga tawanya menggema keseluruh ruangan. Maya yang melihat itu pun semakin kesal. Maya mengepalkan tangannya. Merasa tidak terima karena telah ditertawakan Lisa.

"Sekarang kamu bisa tertawa, tapi aku yakin setelah kamu tahu pacarku, kamu akan langsung pingsang karena iri denganku."

"Maya, Maya, kamu pikir aku orang b*doh. Mana ada laki-laki yang mau sama wanita kejam seperti nenek sihir kayak kamu ini."

"Jaga ya ucapan kamu."

"Kenapa? Aku bicara yang sebenarnya bukan?"

Debi mengerutkan keningnya. Debi merasa penasaran dengan sosok laki-laki yang dikatakan Maya tadi.

"Maya punya pacar? Sejak kapan Maya punya pacar? Perasaan seingatku Maya gak punya pacar deh."

Debi tersadar dari pikirannya saat mendengar suara gaduh. Debi kembali melihat Lisa dan juga Maya. Saat itu Debi melihat mereka yang tengah bertengkar.

"Ya Tuhan, Lisa, Maya."

Debi berlari mendekati mereka yang saling menjambak.

"Lisa, Maya, hentikan."

Debi berusaha melerai mereka, namun Debi terpental karena dorong Maya. Debi berdiri dari lantai. Ia pun kembali mendekati mereka.

"Lisa, Maya, hentikan. Jika kalian ketahuan sama manager kita. Bisa-bisa kalian kena hukuman."

"Diam kamu. Jangan ganggu kami," bentak Maya yang masih sibuk menjambak rambut Lisa, begitu juga Lisa sebaliknya.

Pertengkaran mereka pun mengundang perhatian dari karyawan lainnya. Mereka berkerumun sembari melihat kearah mereka. Namun ada salah satu diantara mereka yang juga melaporkan kejadian itu kepada manager mereka.

"Lisa, hentikan. Lihat, kamu ditonton sama banyak karyawan."

"Tidak bisa Debi. Aku tidak bisa membiarkan si nenek sihir ini. Aku harus membalasnya. Enak saja tadi dia menamparku."

Mereka masih terus bertengkar. Meski Debi berulang kali melerai mereka, tetap saja Debi tidak bisa.

"Hentikan."

Satu ucapan keras mampu mengehentikan pertengkaran Maya dan juga Lisa. Mereka menundukkan kepala mereka sembari merasakan kecemasan dan khawatir.

"Apa-apaan kalian ini. Bukannya bekerja malah bertengkar. Memangnya saya menggaji kalian untuk bertengkar dan membuat keributan di sini?"

Maya diam begitu juga Lisa. Mereka tidak berani menjawab ucapan manager mereka yang terkenal kiler.

"Sekarang kalian berdua ikut dengan saya ke ruangan saya sekarang juga."

"Ba-baik Pak."

Lisa dan juga Maya melangkahkan kaki mereka berjalan di belakang manager mereka.

"Masuk."

"I-iya Pak."

Pak Gibran masuk ke dalam ruangan, dan langsung duduk di kursi kebesarannya. Sementara Maya dan juga Lisa duduk berhadapan dengan manager mereka.

"Ceritakan. Kenapa kalian bisa bertengkar tadi?"

"Ini semua gara-gara Lisa, Pak."

"Bohong Pak. Kalau tadi Maya tidak menampar saya dulu. Saya tidak mungkin membalasnya."

"Kalau kamu tidak menghina aku, aku juga tidak mungkin menampar kamu."

"Aku tidak menghina kamu, tapi aku sedang berbaik hati mengingatkan kamu yang sedang mengkhayal tinggi."

Brakkkk

Seketika Maya dan juga Lisa terdiam saat Pak Gibran menggebrak meja.

"Sudah cukup berdebatnya? Sekarang diam dan jawab pertanyaan saya dengan dengan."

"Ma-maaf Pak."

Maya dan juga Lisa tertunduk. Mereka merasa khawatir dengan hukuman yang akan diberikan manager mereka kepada mereka.

Di tengah kesibukan Debi mengantarkan pesanan ke meja pengunjung. Pandangan Debi sesekali melihat ruangan managernya. Debi menunggu Lisa yang tak kunjung keluar dari dalam ruangan managernya. Debi khawatir jika Lisa akan mendapatkan hukuman berat dari managernya. Secara Debi tahu betul bagaimana kilernya managernya.

"Mbak."

Debi mengalihkan pandangannya saat mendengar seseorang memanggilnya. Ternyata itu pengunjung yang baru saja datang. Debi melangkahkan kakinya berjalan mendekati mereka.

"Iya Mas, ada yang bisa saya bantu?"

"Saya mau pesan makanan dan juga minuman Mbak."

"Iya Mas, mau pesan apa?"

Setelah Debi mencatat semua pesanan pengunjung itu, ia pun langsung pamit pergi.

"Di tunggu pesanan ya Mas! Kalau begitu saya permisi dulu."

Tap tap tap

Langkah Debi berderap menuju dapur untuk mengantarkan penasaran pengunjung.

Cklek

Debi mengalihkan pandangannya. Saat itu Debi melihat Lisa dan juga Maya yang tengah berjalan masuk ke dalam dapur.

"Syukurlah kamu sudah keluar dari dalam ruangan Pak Gibran," kata Debi tersenyum senang.

"Iya, setelah aku mendapatkan omelan dan juga hukuman," balas Lisa dengan wajah kesal.

"Memangnya kamu mendapatkan hukuman apa?"

"Pak Gibran memintaku untuk membersihkan toilet setiap kali mau pulang kerja."

"Tidak apa-apa, itu masih untung daripada kamu dipecat."

"Semua ini gara-gara nenek sihir itu. Jika dia tidak membuat masalah, aku tidak mungkin dihukum seperti ini."

Maya yang saat itu masih berada di dalam ruangan itu pun mendengar ucapan Lisa.

"Heh, kamu pikir aku juga tidak dihukum? Aku juga dihukum yang sama seperti kamu tahu."

"Kalau kamu sih memang pantas dihukum, tapi tidak denganku. Kamu kan memang pembuat masalah."

"Apa kamu bilang?"

Maya melangkahkan kakinya berjalan mendekati Lisa. Tatapan tak bersahabat lagi-lagi diberikan Maya.

"Tadi kamu bilang apa?"

"Aku bilang kalau kamu memang pembuat masalah."

"Jaga ya ucapan kamu!"

"Kenapa? Kamu mau marah? Orang benar kamu tukang pembuat masalah."

"Mulut kamu ini benar-benar minta dijejelin pakek sambel ya!"

Maya melayangkan tangannya. Maya menggenggam tangannya, dan siap ia layangkan kepada Lisa.

"Cukup!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status