Share

Bab 7. Papa

Auteur: Dian Chikara
last update Dernière mise à jour: 2025-08-10 11:04:19

"Aku .... Than, kamu benar-benar tidak ingat Sabrina?" tanya Leon.

"Sabrina siapa sih, kok kamu dari kemarin nanyain dia?" Nathan penasaran.

"Astaga, Nathan, aku harus jelasin bagaimana lagi sih? Dia itu orang yang selama ini kamu kejar sampai ke luar pulau," ujar Leon.

"Hah, segitunya?" Nathan tidak yakin.

Leon menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Hilangnya Sabrina belum ada titik terang dan sekarang Nathan malah datang di waktu yang tidak tepat.

"Sini masuk, biar ku jelaskan semuanya."

Leon mengajak Nathan masuk ke rumahnya untuk menceritakan tentang Sabrina, berharap Nathan bisa mengingatnya. Ia pikir mumpung Amelia tidak ada merupakan kesempatan bagus, sebab biasanya Nathan selalu bersama Amelia yang selalu menghalangi Leon untuk menceritakan tentang Sabrina.

"Duduk dulu, aku haus mau ambil minum. Kamu mau minum apa?" tanya Leon.

Nathan duduk sambil menjawab pertanyaan Leon. "Apa aja boleh kok, Le."

Leon bergegas ke dapur lalu menyiapkan minuman dan cemilan untuk menemani mereka ngobrol. Setelah semuanya siap, Leon kembali menemui Nathan lengkap dengan minuman dan juga cemilannya.

"Kok kamu sendiri yang bawa, bibi mana?" tanya Nathan heran.

"Bibi lagi pulang kampung, anaknya lagi sakit," jawab Leon.

Leon duduk di dekat Nathan, diambilnya sebotol minuman bersoda yang ia bawa lalu menuangkannya ke dalam gelas yang sudah berisi es batu.

"Le, Sabrina itu orang yang merawat ku saat aku sedang koma kan?"

Nathan bertanya saat Leon sedang minum sehingga membuat sahabatnya itu tersedak.

"Apa? Merawat? Bukannya di rumah sakit sudah banyak perawat, ngapain nyuruh orang luar?"

Bukannya menjawab Leon malah balik bertanya.

"Ya gak tau, mungkin mama mau orang terpercaya buat merawatku," ujar Nathan.

"Sembarangan kamu. Emang kamu kira perawat di rumah sakit itu tidak bisa dipercaya gitu? Terus orang yang baru di kenal itu yang bisa dipercaya?" tanya Leon.

"Mungkin orang itu butuh kerjaan dan mama kasihan sama dia," jawab Nathan.

"Emang tante Mytha sebaik itu sama orang baru?" tanya Leon sedikit meledek

"Nggak sih, mama kan suka pilih-pilih sama orang," jawab Nathan.

"Nah, itu tau," sahut Leon.

Nathan mencoba mengingat wajah Sabrina, tetapi ia tidak bisa. Yang diingatnya tentang Sabrina hanya saat ia baru bangun dari koma saat di rumah sakit.

Karena tidak bisa mengingat Nathan bertanya pada Leon. "Aku kenal Sabrina gimana? Terus, kok bisa aku kenal sama orang kampungan macam dia?"

Leon melotot mendengar ucapan Nathan. "Kampungan?"

"Iya, kampungan. Kenapa reaksimu begitu?" Nathan heran melihat reaksi sahabatnya itu.

Leon tertegun melihat Nathan yang sangat berbeda. Jikapun dulu Nathan tidak bisa disebut baik, tetapi dia tidak pernah merendahkan orang seperti itu. Apalagi setelah bertemu Sabrina, Nathan jadi sangat baik dan rajin beribadah. Padahal Leon tahu betul bagaimana keluarga Nathan, agama hanya sekedar status di KTP saja. Berbeda dengan setelah bertemu Sabrina, Nathan jadi sangat baik dan rajin beribadah.

"Le, Leon. Woy!" Sedikit berteriak Nathan memanggil Leon yang sedang mengingat Nathan sebelum kecelakaan.

Leon terkejut. "Ya. Kenapa, Than?"

"Lagi mikirin apa sih?" tanya Nathan.

"Nggak. Kamu kenapa bisa bilang kalau Sabrina itu kampung sih? Ini bukan kamu banget, Than," tegur Leon.

"Aku dari dulu begini, kok."

Nathan menjawab sekenanya, padahal dia sendiri tidak sadar kalau sikapnya telah berubah karena mendengar orang tua dan Amelia yang selalu menilai buruk terhadap Amelia. Meski dia sendiri merasa ada yang bertentangan dengan sikapnya yang seperti itu.

"Tidak. Kamu dulu tidak seperti ini, Than. Arghh."

Leon sedikit frustasi melihat perubahan Nathan, ia belum terbiasa dengan hal itu. Ditambah lagi dengan Sabrina yang belum ia temukan membuatnya merasa bersalah. Padahal tujuannya memanggil Sabrina adalah untuk menyadarkan Nathan, tapi ia malah menghilang.

"Kak Sabrina, kamu dimana sih?" bisik Leon pada dirinya sendiri.

"Terus gimana?" Nathan bingung sendiri melihat reaksi Leon yang terlihat aneh di matanya.

"Kamu dulu tidak pernah berkata sejahat ini, Than," ungkap Leon.

"Apa? Jahat?" Nathan salah paham.

"Tidak. Bukan begitu maksudku, Than." Leon kebingungan mau menjelaskan, pikirannya masih fokus mencari Sabrina.

"Ternyata benar ya apa yang mama sama Amelia bilang, kamu buka sahabat yang baik," sungut Nathan.

"Lho, kok gitu? Bukan itu maksudku, Than."

Leon mencoba menjelaskan tetapi Nathan memilih pergi, ia meninggalkan rumah Leon tanpa pamit.

"Ah kenapa jadi begini sih?" Leon mengacak-acak rambutnya, frustasi.

"Kak Sabrina, nanti kalau dirimu sudah kutemukan langsung pulang aja ya. Tidak ada gunanya juga di sini, Nathan sudah berubah." Leon bicara sendiri.

Leon memikirkan berbagai kemungkinan tempat keberadaan Sabrina. Ia juga berniat memulangkan Sabrina jika sudah ditemukan. Mulai menyerah pada perubahan Nathan membuat Leon berpikir untuk tidak membantunya mengingat Sabrina.

Sementara itu, Nathan sedang menepikan motornya di pinggir jalan untuk mengangkat panggilan telepon yang terus bergetar di saku celananya.

"Halo, Mel, ada apa?" tanya Nathan.

[Sayang, kamu bisa kesini nggak?] Dengan manja Amelia bertanya lewat telepon.

"Aku lagi di jalan, Mel, kamu kenapa?" tanya Nathan.

[Kamu suka anak kecil kan, sayang? Kamu ke sini dong, aku ada kejutan buat kamu,] kata Amelia.

"Oke, aku ke sana sekarang. Mau dibawain apa?" tanya Nathan.

[Bawain brownies sama cheesecake ya, sayang,] pinta Amelia.

Nathan menutup sambungan telepon tanpa menjawab, ia langsung menuju toko kue langganan keluarganya.

***

Nathan datang terlambat karena lama menunggu antrian yang panjang.

"Sayang, kamu kok lama sih?" tanya Amelia yang sudah menunggu Nathan.

"Antrian panjang tadi, Mel," jawab Nathan.

Amelia tersenyum senang menyambut kue yang Nathan bawa. Ia mengajak Nathan masuk dan mengajaknya ke dapur.

"Bi Rahma mana, Mel, kok tumben tidak kelihatan? Biasanya menyambut ku." Nathan celingukan.

"Bibi di atas, lagi jagain Fia," jawab Amelia yang sedang membuat minuman.

"Fia siapa?" tanya Nathan.

"Itu ... kemarin aku ketemu anak kecil yang malang, dia ditinggalkan ibunya begitu saja. Jadi, aku bermaksud mengadopsinya," jawab Amelia yang tentu saja berbohong.

"Ya ampun, kasihan banget. Kok ada ya orang tua yang begitu tega sama anaknya?" Nathan prihatin.

"Iya sayang, aku jadi tidak tega melihatnya. Kalau aku adopsi dia tidak apa-apa kan?" tanya Amelia dengan maksud tersembunyi.

"Iya, tidak apa-apa kok, malah bagus. Itu artinya kamu peduli sama anak itu, aku senang kalau kamu mau menjaganya," ucap Nathan.

Amelia tersenyum menanggapi perkataan Nathan. Di pikirannya yang penting Nathan bisa benar-benar menyukainya lewat anak Sabrina yang ia gunakan sebagai ancaman agar Sabrina tidak berani melawannya.

"Aku boleh lihat anak itu?" tanya Nathan.

"Bo ...." Panggilan Rahma menghentikan permainan Amelia.

"Non, bagaimana ini Sofia tidak mau berhenti menangis, apa tidak sebaiknya dikembalikan pada ibunya saja, Non?" Dengan wajah panik Rahma terkejut melihat Nathan.

"Untuk apa dikembalikan, Bi, dia kan dibuang ibunya?" tanya Nathan, ia mendekati Rahma yang menggendong Sofia.

"Itu ...." Rahma menatap Amelia, ia takut salah bicara.

"Janganlah, Bi. Nanti kalau dia dibuang ibunya lagi gimana? Mending kalau ada yang mau merawatnya seperti kita, tapi kalau sebaliknya kan kasihan, Bi?" Amelia lega karena Nathan tidak berpikir macam-macam, padahal ia sudah takutkalau Rahma salah biara dan Nathan menyadarinya.

"Bi, sini biar kubantu." Nathan meraih Sofia yang terus menangis di pelukan Rahma.

Dengan ragu Rahma menyerahkan Sofia pada Nathan. Pelukan erat Sofia pada Rahma terlepas, tangisnya semakin kencang. Sofia takut pada Amelia yang terus membentaknya sehingga ia tidak bearani melihat orang yang bicara dengan Rahama selain Amelia. Namun, ketika melihat Nathan, tangisnya semakin kencang dan begitu menyayat pilu.

"Papa," ucap Sofia begitu melihat Nathan, ia langsung memeluk erat satu-satunya orang yang ia kenali di sana.

"Papa?" Nathan, Amelia dan Rahma berkata hampir berbarengan.

Nathan menatap Amelia penuh tanya.

"Kenapa dia memanggilku papa?" tanya Nathan.

Amelia menjawab, "Anu ... itu ...."

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 9. Kabur

    "Ka ...." Jaka menghentikan ucapannya setelah melihat Martin mendekat ke arahnya."Apa yang kalian lakukan di belakang rumah saya?" Martin melangkah semakin mendekat, menatap satu persatu wajah Jaka dan teman-temannya bergantian."A-anu, Pak. Kami ...." Jaka kebingungan."Mereka habis memperbaiki gudang, Pak," jawab Rahma.Martin menatap Rahma, asisten rumah tangganya itu mengangguk dengan wajah tenang. "Benarkah? Tapi saya rasa gudang dalam keadaan baik-baik saja, tidak ada yang perlu diperbaiki."Martin melangkah menuju gudang untuk memeriksa, tetapi dengan cepat Rahma menahannya. "Maafkan saya, Pak, sebaiknya anda jangan masuk, di dalam berbahaya. Saya tidak sengaja membuat kaca jendelanya pecah."Martin berbalik dan menatap Rahma dengan tatapan curiga lalu bertanya, "Pecah? Kok bisa?""I—iya, Pak, saat menaruh barang di gudang saya tidak sengaja menyenggol tangga dan membuat tangga itu roboh tepat mengenai kaca jendela," jawab Rahma yang tentu saja berbohong.Jaka dan teman-temann

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 8. Wajah Oval Bertubuh Mungil

    "Anu .... Mungkin dia merindukan papanya? Iya, rindu," ajar Amelia gelagapan.Nathan mengangguk tanpa bertanya lagi, ia memperhatikan Sofia yang diam dalam pelukannya. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu, sebuah kerinduan yang dalam pada gadis kecil yang sedang memeluknya erat."Apa alasan ibunya membuang gadis kecil yang malang ini?" tanya Nathan.Amelia terdiam sejenak, ia menatap Rahma dan memberi kode untuk meninggalkan mereka bertiga saja. Setelah Rahma pergi, Amelia menjawab pertanyaan Nathan yang tentu saja dengan jawaban yang ia karang."Kalau ku lihat-lihat ibunya seperti mengalami gangguan jiwa, ia terlihat depresi. Makanya aku berinisiatif membawa anaknya. Aku takut kalau Sofi terus ikut dengan ibunya akan mengalami hal yang merugikan buat masa depannya."Jawaban Amelia begitu meyakinkan, ia menjawab dengan wajah serius seakan-akan jawabannya memang benar sehingga Nathan percaya saja padanya."Siapa namanya tadi, Sofi?" tanya Nathan."Iya, namanya Sofi," jawab Amelia. Ia sengaja

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 7. Papa

    "Aku .... Than, kamu benar-benar tidak ingat Sabrina?" tanya Leon."Sabrina siapa sih, kok kamu dari kemarin nanyain dia?" Nathan penasaran."Astaga, Nathan, aku harus jelasin bagaimana lagi sih? Dia itu orang yang selama ini kamu kejar sampai ke luar pulau," ujar Leon."Hah, segitunya?" Nathan tidak yakin.Leon menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Hilangnya Sabrina belum ada titik terang dan sekarang Nathan malah datang di waktu yang tidak tepat."Sini masuk, biar ku jelaskan semuanya."Leon mengajak Nathan masuk ke rumahnya untuk menceritakan tentang Sabrina, berharap Nathan bisa mengingatnya. Ia pikir mumpung Amelia tidak ada merupakan kesempatan bagus, sebab biasanya Nathan selalu bersama Amelia yang selalu menghalangi Leon untuk menceritakan tentang Sabrina."Duduk dulu, aku haus mau ambil minum. Kamu mau minum apa?" tanya Leon.Nathan duduk sambil menjawab pertanyaan Leon. "Apa aja boleh kok, Le."Leon bergegas ke dapur lalu menyiapkan minuman dan cemilan untuk menemani mereka

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 6. Mencari Sabrina

    Di sebuah ruangan yang lembab dengan sedikit pencahayaan yang masuk terbaring seorang wanita yang tidak sadarkan diri. Ruangan itu sedikit kotor dan berdebu karena jarang dikunjungi, gudang.Sudah hampir satu jam wanita itu tak kunjung sadar. Hingga ia terkejut dan langsung terbatuk-batuk akibat sedikit parfum yang disemprotkan ke wajahnya.Amelia, pelaku penyemprotan parfum tersebut berkata dengan sinis, "Akhirnya, sadar juga.""Di mana aku?" Sabrina masih belum bisa mencerna karena baru saja siuman."Oh, masih linglung rupanya. Mau ku bantu ingatkan?" tanya Amelia."Anda siapa?" Sabrina menatap wajah Amelia."Hei, jangan melihatku seperti itu!" bentak Amelia."Ma-maaf." Sabrina tergagap.Sabrina yang masih bingung berusaha keras mengingat-ingat sebelum ia berada di gudang tersebut. Perlahan ia ingat ketika akan berangkat ke Jakarta untuk menemui Leon."Sofia, di mana anak saya?" Sabrina langsung menanyakan keberadaan Sofia pada Amelia, matanya langsung memindai isi gudang ters

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 5. Bukan Dia

    "Kamu ... kenapa ada di sini?" tanya Sabrina dengan kesal."Mengikuti mu.""Untuk apa? Aku tetap tidak akan mau," tegas Sabrina."Aku akan berusaha."Sabrina menatap tidak suka pada orang di depannya yang tidak lain adalah Antoni. Kali ini Antoni mengenakan pakaian yang lebih rapi untuk menemui Sabrina. Tetapi Sabrina tidak peduli, sekalipun Antoni berubah menjadi baik tapi hati Sabrina masih menyimpan Nathan. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Nathan di hatinya."Jangan harap," sinis Sabrina.Ekspresi wajah Antoni sedikit berubah ada kemarahan yang tidak bisa langsung ia hilangkan. Tetapi kali ini Sabrina tidak takut lagi terhadap Antoni, sebab para pekerja sudah mulai berdatangan. Tidak mungkin Antoni berani melakukan hal yang buruk padanya di saat seperti itu.Karena ada Antoni, Sabrina tidak meninggalkan Sofia sendirian di gubuk. Ia membawa Sofia untuk membersihkan rumput saja di kebun cabai yang sudah mulai tinggi. Sementara Antoni duduk di teras gubuk sambil terus mengamati

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 4. Dijodohkan

    "Kamu, aaaargh ...!" jerit Antoni.Sabrina segera berlari setelah tangannya dilepas Antoni yang kepedasan karena cabai. Untung saja dia cepat mengambil dan meremas cabai tersebut dan tanpa ragu ia lemparkan ke mata Antoni.Sabrina sudah di depan rumah Nuraeni dengan nafas ngos-ngosan. "Assalamualaikum, Bibi, Sofia."Mendengar suara ibunya Sofia langsung keluar dan menghampiri Sabrina. "Mama.""Kok baru pulang?" Nuraeni keluar dengan wajah masam."Maaf, Bi, cabainya sudah tidak banyak yang tua jadi nyarinya lama, harus di semua pohon," ujar Sabrina."Ya sudah sana timbang dulu," titah Nuraeni."Baik, Bi." Sabrina segera masuk dan menimbang cabai tersebut agar cepat pulang.Nuraeni mengikuti Sabrina masuk dan mengawasinya menimbang cabai. Seperti biasa cabai yang dipetik Sabrina tidak pernah kurang, lebihnya pun hanya sedikit. Itu semua karena Sabrina sudah terbiasa dan hafal dengan beratnya."Cabainya lima kilogram, Bi, semua sudah aku bungkus dan ini lebihnya," kata Sabrina."Ya sudah

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status