Sabrina, seorang janda muda beranak satu itu merasa terguncang begitu mengetahui kabar kekasihnya—Nathan mengalami amnesia. Dengan bantuan dari teman Nathan, Sabrina mencoba menyadarkan kekasihnya. Saat di Jakarta Sabrina mengalami berbagai macam masalah. Ditambah lagi dengan orang tua Nathan yang tidak merestui hubungan mereka membuat Sabrina hampir putus asa. Apakah Sabrina akan menyerah dan membiarkan Nathan menikahi wanita pilihan orang tuanya?
もっと見る"Ka ...." Jaka menghentikan ucapannya setelah melihat Martin mendekat ke arahnya."Apa yang kalian lakukan di belakang rumah saya?" Martin melangkah semakin mendekat, menatap satu persatu wajah Jaka dan teman-temannya bergantian."A-anu, Pak. Kami ...." Jaka kebingungan."Mereka habis memperbaiki gudang, Pak," jawab Rahma.Martin menatap Rahma, asisten rumah tangganya itu mengangguk dengan wajah tenang. "Benarkah? Tapi saya rasa gudang dalam keadaan baik-baik saja, tidak ada yang perlu diperbaiki."Martin melangkah menuju gudang untuk memeriksa, tetapi dengan cepat Rahma menahannya. "Maafkan saya, Pak, sebaiknya anda jangan masuk, di dalam berbahaya. Saya tidak sengaja membuat kaca jendelanya pecah."Martin berbalik dan menatap Rahma dengan tatapan curiga lalu bertanya, "Pecah? Kok bisa?""I—iya, Pak, saat menaruh barang di gudang saya tidak sengaja menyenggol tangga dan membuat tangga itu roboh tepat mengenai kaca jendela," jawab Rahma yang tentu saja berbohong.Jaka dan teman-temann
"Anu .... Mungkin dia merindukan papanya? Iya, rindu," ajar Amelia gelagapan.Nathan mengangguk tanpa bertanya lagi, ia memperhatikan Sofia yang diam dalam pelukannya. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu, sebuah kerinduan yang dalam pada gadis kecil yang sedang memeluknya erat."Apa alasan ibunya membuang gadis kecil yang malang ini?" tanya Nathan.Amelia terdiam sejenak, ia menatap Rahma dan memberi kode untuk meninggalkan mereka bertiga saja. Setelah Rahma pergi, Amelia menjawab pertanyaan Nathan yang tentu saja dengan jawaban yang ia karang."Kalau ku lihat-lihat ibunya seperti mengalami gangguan jiwa, ia terlihat depresi. Makanya aku berinisiatif membawa anaknya. Aku takut kalau Sofi terus ikut dengan ibunya akan mengalami hal yang merugikan buat masa depannya."Jawaban Amelia begitu meyakinkan, ia menjawab dengan wajah serius seakan-akan jawabannya memang benar sehingga Nathan percaya saja padanya."Siapa namanya tadi, Sofi?" tanya Nathan."Iya, namanya Sofi," jawab Amelia. Ia sengaja
"Aku .... Than, kamu benar-benar tidak ingat Sabrina?" tanya Leon."Sabrina siapa sih, kok kamu dari kemarin nanyain dia?" Nathan penasaran."Astaga, Nathan, aku harus jelasin bagaimana lagi sih? Dia itu orang yang selama ini kamu kejar sampai ke luar pulau," ujar Leon."Hah, segitunya?" Nathan tidak yakin.Leon menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Hilangnya Sabrina belum ada titik terang dan sekarang Nathan malah datang di waktu yang tidak tepat."Sini masuk, biar ku jelaskan semuanya."Leon mengajak Nathan masuk ke rumahnya untuk menceritakan tentang Sabrina, berharap Nathan bisa mengingatnya. Ia pikir mumpung Amelia tidak ada merupakan kesempatan bagus, sebab biasanya Nathan selalu bersama Amelia yang selalu menghalangi Leon untuk menceritakan tentang Sabrina."Duduk dulu, aku haus mau ambil minum. Kamu mau minum apa?" tanya Leon.Nathan duduk sambil menjawab pertanyaan Leon. "Apa aja boleh kok, Le."Leon bergegas ke dapur lalu menyiapkan minuman dan cemilan untuk menemani mereka
Di sebuah ruangan yang lembab dengan sedikit pencahayaan yang masuk terbaring seorang wanita yang tidak sadarkan diri. Ruangan itu sedikit kotor dan berdebu karena jarang dikunjungi, gudang.Sudah hampir satu jam wanita itu tak kunjung sadar. Hingga ia terkejut dan langsung terbatuk-batuk akibat sedikit parfum yang disemprotkan ke wajahnya.Amelia, pelaku penyemprotan parfum tersebut berkata dengan sinis, "Akhirnya, sadar juga.""Di mana aku?" Sabrina masih belum bisa mencerna karena baru saja siuman."Oh, masih linglung rupanya. Mau ku bantu ingatkan?" tanya Amelia."Anda siapa?" Sabrina menatap wajah Amelia."Hei, jangan melihatku seperti itu!" bentak Amelia."Ma-maaf." Sabrina tergagap.Sabrina yang masih bingung berusaha keras mengingat-ingat sebelum ia berada di gudang tersebut. Perlahan ia ingat ketika akan berangkat ke Jakarta untuk menemui Leon."Sofia, di mana anak saya?" Sabrina langsung menanyakan keberadaan Sofia pada Amelia, matanya langsung memindai isi gudang ters
"Kamu ... kenapa ada di sini?" tanya Sabrina dengan kesal."Mengikuti mu.""Untuk apa? Aku tetap tidak akan mau," tegas Sabrina."Aku akan berusaha."Sabrina menatap tidak suka pada orang di depannya yang tidak lain adalah Antoni. Kali ini Antoni mengenakan pakaian yang lebih rapi untuk menemui Sabrina. Tetapi Sabrina tidak peduli, sekalipun Antoni berubah menjadi baik tapi hati Sabrina masih menyimpan Nathan. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Nathan di hatinya."Jangan harap," sinis Sabrina.Ekspresi wajah Antoni sedikit berubah ada kemarahan yang tidak bisa langsung ia hilangkan. Tetapi kali ini Sabrina tidak takut lagi terhadap Antoni, sebab para pekerja sudah mulai berdatangan. Tidak mungkin Antoni berani melakukan hal yang buruk padanya di saat seperti itu.Karena ada Antoni, Sabrina tidak meninggalkan Sofia sendirian di gubuk. Ia membawa Sofia untuk membersihkan rumput saja di kebun cabai yang sudah mulai tinggi. Sementara Antoni duduk di teras gubuk sambil terus mengamati
"Kamu, aaaargh ...!" jerit Antoni.Sabrina segera berlari setelah tangannya dilepas Antoni yang kepedasan karena cabai. Untung saja dia cepat mengambil dan meremas cabai tersebut dan tanpa ragu ia lemparkan ke mata Antoni.Sabrina sudah di depan rumah Nuraeni dengan nafas ngos-ngosan. "Assalamualaikum, Bibi, Sofia."Mendengar suara ibunya Sofia langsung keluar dan menghampiri Sabrina. "Mama.""Kok baru pulang?" Nuraeni keluar dengan wajah masam."Maaf, Bi, cabainya sudah tidak banyak yang tua jadi nyarinya lama, harus di semua pohon," ujar Sabrina."Ya sudah sana timbang dulu," titah Nuraeni."Baik, Bi." Sabrina segera masuk dan menimbang cabai tersebut agar cepat pulang.Nuraeni mengikuti Sabrina masuk dan mengawasinya menimbang cabai. Seperti biasa cabai yang dipetik Sabrina tidak pernah kurang, lebihnya pun hanya sedikit. Itu semua karena Sabrina sudah terbiasa dan hafal dengan beratnya."Cabainya lima kilogram, Bi, semua sudah aku bungkus dan ini lebihnya," kata Sabrina."Ya sudah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
コメント