Share

Bab 4. Dijodohkan

Author: Dian Chikara
last update Last Updated: 2025-07-27 10:00:50

"Kamu, aaaargh ...!" jerit Antoni.

Sabrina segera berlari setelah tangannya dilepas Antoni yang kepedasan karena cabai. Untung saja dia cepat mengambil dan meremas cabai tersebut dan tanpa ragu ia lemparkan ke mata Antoni.

Sabrina sudah di depan rumah Nuraeni dengan nafas ngos-ngosan. "Assalamualaikum, Bibi, Sofia."

Mendengar suara ibunya Sofia langsung keluar dan menghampiri Sabrina. "Mama."

"Kok baru pulang?" Nuraeni keluar dengan wajah masam.

"Maaf, Bi, cabainya sudah tidak banyak yang tua jadi nyarinya lama, harus di semua pohon," ujar Sabrina.

"Ya sudah sana timbang dulu," titah Nuraeni.

"Baik, Bi." Sabrina segera masuk dan menimbang cabai tersebut agar cepat pulang.

Nuraeni mengikuti Sabrina masuk dan mengawasinya menimbang cabai. Seperti biasa cabai yang dipetik Sabrina tidak pernah kurang, lebihnya pun hanya sedikit. Itu semua karena Sabrina sudah terbiasa dan hafal dengan beratnya.

"Cabainya lima kilogram, Bi, semua sudah aku bungkus dan ini lebihnya," kata Sabrina.

"Ya sudah. Kalian jangan pulang dulu, bibi masak banyak," balas Nuraeni.

Sabrina mengangguk meski sebenarnya ia ingin segera pulang. Ia takut Antoni datang dan takut juga untuk membicarakan tentang Antoni yang mencegatnya di jalan tadi.

"Pulang juga kamu," sinis Ferdi yang baru keluar dari kamar mandi.

"Iya, Paman." Sabrina menjawab sambil menundukkan kepalanya.

"Sudah bertemu orangnya?" Tanya Ferdi.

"Orang?" Sabrina tidak mengerti.

"Antoni," jelas Ferdi singkat.

"Jadi Paman yang menyuruhnya mencegatku?" tanya Sabrina.

"Mencegat? Hei apa-apaan itu? Dia itu calon suamimu yang paman pilihkan," jawab Ferdi.

"Aku tidak mau dengannya, Paman," tolak Sabrina.

"Tidak ada penolakan," tegas Ferdi.

"Bi, aku nggak mau sama Antoni, Bi, tolong aku jelasin sama paman," mohon Sabrina.

"Sudahlah Sabrina, turuti saja kata pamanmu. Antoni itu anak orang kaya, dia pasti mampu membahagiakanmu," saran Nuraeni.

"Aku nggak mau, Bi, aku nggak mau nikah lagi," tolak Sabrina.

"Kenapa? Masih menunggu Nathan? Yang tidak jelas asal-usulnya itu diharapkan, mending kalau jadi," sindir Ferdi.

"Tidak, Paman, aku tidak akan menikah dengan siapapun." Sabrina menolak, keputusannya untuk tidak menikah lagi sudah bulat.

"Kamu pikir kalau terus sendirian begitu kamu bisa bayar hutang-hutangmu yang sudah puluhan juta itu?" desak Ferdi.

"Akan ku usahakan, Paman." Sabrina berlalu pulang. "Aku pulang ya, Tante," pamit Sabrina.

"Tunggu sebentar, Sabrina, masakan Tante sebentar lagi siapa," teriak Nuraeni.

"Biarkan saja, kalau tidak habis kasih kucing saja." Perkataan Ferdi masih bisa di dengar oleh Sabrina.

Sabrina mengajak Sofia pulang dengan perasaan sedih. "Bu, Pak, aku rindu," lirih Sabrina.

Menjadi sebatang kara sejak kecil membuat Sabrina dipaksa untuk menjadi kuat dalam segal keadaan. Nuraeni yang merupakan adik kandung ayahnya tidak bisa di harapkan. Meski ia sering berharap di sayangi oleh bibinya seperti anak sendiri, tapi itu tidak pernah terjadi. Padahal Nuraeni dan Ferdi tidak memiliki anak, hanya Sabrina yang mereka rawat sebagai anak mereka. Tapi Sabrina diperlakukan buruk oleh Nuraeni dan Ferdi sejak ia kecil.

"Nur, besok terus bujuk Sabrina agar mau menikah dengan Antoni," titah Ferdi.

"Iya, Bang." Nuraeni yang tidak punya pilihan selalu mengiyakan saja perintah suaminya.

"Bagaimana pun caranya dia harus menikah dengan Antoni," lanjut Ferdi.

"Memangnya kenapa, Bang?" tanya Nuraeni memberanikan diri.

"Dia adalah alat untuk membuat kita semakin kaya di desa ini," jelas Ferdi.

"Alat?" tanya Nuraeni.

"Sudah jangan banyak tanya, lakukan saja apa yang ku perintahkan," titah Ferdi.

Kalau sudah begitu Nuraeni tidak bisa bertanya lagi. Jika ia bersikeras untuk tahu, bukan jawaban yang ia dapat tetapi pukulan dan murka suaminya. Sebenarnya Nuraeni sudah tidak tahan tinggal bersama Ferdi. Tetapi ia terus bertahan demi Sabrina dan Sofia yang tidak tahu apa-apa. Ia merencanakan untuk mengambil kembali hak milik Sabrina yang dikuasai suaminya.

"Bang Ikhsan, aku akan pastikan Sabrina mendapatkan haknya," batin Nuraeni.

Keesokan harinya Sabrina keluar dengan hati-hati, ia takut Antoni kembali menghadangnya di jalan seperti kemarin. Pekerjaan sehari-harinya tidak bisa ia tinggalkan, kalau tidak ingin kelaparan. Ferdi selalu tega tidak memberinya upah jika  ia tidak bekerja. Kalau sakit pun dia tetap harus bekerja, kecuali jika ia benar-benar tidak bisa bangun dari tempat tidurnya.

"Lagi nyari siapa, Sabrina?" Nuraeni yang melihat Sabrina berjalan dengan waspada jadi penasaran.

"Astaghfirullah, Bibi, tidak mencari siapa-siapa, Bi," jawab Sabrina.

"Lalu kenapa berjalan seperti itu?" tanya Nuraeni lagi.

"Tidak, Bi, tidak ada apa-apa," kata Sabrina.

"Kamu mencari Antoni?" tanya Nuraeni.

Sabrina terkejut karena tebakan Nuraeni benar. Padahal dia tidak nyaman mendengar nama Antoni di sebut, tapi malah ada saja yang menyebut namanya.

"Bibi, kok tahu? Apa dia ada di rumah Bibi?" tanya Sabrina.

"Tidak ada," jawab Nuraeni.

"Syukurlah," lirih Sabrina, langkah kakinya ia percepat agar segera sampai ke sawah.

"Tapi ...." Nuraeni ragu untuk bicara.

"Tapi apa, Bi?" Sabrina penasaran.

"Tapi, kamu harus menikah dengannya," tukas Nuraeni.

"Bibi juga menyuruhku menikah dengan Antoni?" Mata Sabrina berkaca-kaca.

Sabrina tidak menyangka kalau bibinya melakukan hal yang sama lagi. Seperti dulu, ia menikah juga karena perintah Ferdi. Nyatanya pernikahan mereka tidak bahagia dan kandas saat Sabrina baru saja mengandung.

"Iya, Sabrina, kamu harus menikah. Tidak baik kalau kamu lama sendirian begitu," tutur Nuraeni.

"Tapi aku tidak mau, Bi, kenapa harus Antoni? Bibi pernah melihatnya? Dia bukan orang baik, Bi," protes Sabrina.

"Apa kamu masih mengharapkan Nathan?" tanya Nuraeni.

Sabrina terdiam, dugaan Nuraeni benar tapi dia tidak ingin siapapun tahu tentang perasaannya.

"Bukan begitu, Bi, aku memang tidak ingin menikah lagi," terang Sabrina.

"Yakin?" Nuraeni memastikan.

"Yakin, Bi," jawab Sabrina.

"Bagaimana kalau pamanmu memaksa?" tanya Nuraeni.

Sabrina kembali terdiam, jika bicara dengan Ferdi maka perintahnya adalah mutlak, tidak ada siapapun yang boleh membantahnya.

"Bi, tolong, bantu aku jelasin sama paman, bantu bujuk paman agar tidak memaksaku menikah," mohon Sabrina.

Nuraeni menghentikan langkahnya ditatapnya lekat keponakannya itu. "Sabrina, kamu sendiri tahu kan bagaimana sikap pamanmu, bagaimana kerasnya dia? Apa kamu mau bibi tiada karena membelamu?"

"Mama, onyet." Sofia yang dari tadi diam berteriak sambil menunjuk ke depan.

Sabrina dan Nuraeni bergegas menghalau kawanan monyet yang sedang menikmati buah mangga di dekat gubuk tempat Sofia di tinggal sementara Sabrina bekerja. Sabrina mengambil ketapel yang selalu ia bawa untuk menghalau monyet yang selalu datang menyerbu kebun paman dan bibinya. Sofia yang ia gendong di punggung Sabrina sama sekali tidak takut, ia malah tertawa kegirangan.

Sabrina fokus membidikkan ketapelnya ke atas, tanpa ia sadari seekor monyet berada tidak jauh dari kakinya.

"Sabrina, awas!"

Sabrina terkejut bukan main saat seekor monyet berlari tepat di hadapannya. Kalau tidak ada yang memanggilnya Sabrina masih tetap fokus pada monyet yang di pohon mangga.

Sabrina menatap orang yang baru saja memanggilnya. "Kamu ...?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 9. Kabur

    "Ka ...." Jaka menghentikan ucapannya setelah melihat Martin mendekat ke arahnya."Apa yang kalian lakukan di belakang rumah saya?" Martin melangkah semakin mendekat, menatap satu persatu wajah Jaka dan teman-temannya bergantian."A-anu, Pak. Kami ...." Jaka kebingungan."Mereka habis memperbaiki gudang, Pak," jawab Rahma.Martin menatap Rahma, asisten rumah tangganya itu mengangguk dengan wajah tenang. "Benarkah? Tapi saya rasa gudang dalam keadaan baik-baik saja, tidak ada yang perlu diperbaiki."Martin melangkah menuju gudang untuk memeriksa, tetapi dengan cepat Rahma menahannya. "Maafkan saya, Pak, sebaiknya anda jangan masuk, di dalam berbahaya. Saya tidak sengaja membuat kaca jendelanya pecah."Martin berbalik dan menatap Rahma dengan tatapan curiga lalu bertanya, "Pecah? Kok bisa?""I—iya, Pak, saat menaruh barang di gudang saya tidak sengaja menyenggol tangga dan membuat tangga itu roboh tepat mengenai kaca jendela," jawab Rahma yang tentu saja berbohong.Jaka dan teman-temann

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 8. Wajah Oval Bertubuh Mungil

    "Anu .... Mungkin dia merindukan papanya? Iya, rindu," ajar Amelia gelagapan.Nathan mengangguk tanpa bertanya lagi, ia memperhatikan Sofia yang diam dalam pelukannya. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu, sebuah kerinduan yang dalam pada gadis kecil yang sedang memeluknya erat."Apa alasan ibunya membuang gadis kecil yang malang ini?" tanya Nathan.Amelia terdiam sejenak, ia menatap Rahma dan memberi kode untuk meninggalkan mereka bertiga saja. Setelah Rahma pergi, Amelia menjawab pertanyaan Nathan yang tentu saja dengan jawaban yang ia karang."Kalau ku lihat-lihat ibunya seperti mengalami gangguan jiwa, ia terlihat depresi. Makanya aku berinisiatif membawa anaknya. Aku takut kalau Sofi terus ikut dengan ibunya akan mengalami hal yang merugikan buat masa depannya."Jawaban Amelia begitu meyakinkan, ia menjawab dengan wajah serius seakan-akan jawabannya memang benar sehingga Nathan percaya saja padanya."Siapa namanya tadi, Sofi?" tanya Nathan."Iya, namanya Sofi," jawab Amelia. Ia sengaja

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 7. Papa

    "Aku .... Than, kamu benar-benar tidak ingat Sabrina?" tanya Leon."Sabrina siapa sih, kok kamu dari kemarin nanyain dia?" Nathan penasaran."Astaga, Nathan, aku harus jelasin bagaimana lagi sih? Dia itu orang yang selama ini kamu kejar sampai ke luar pulau," ujar Leon."Hah, segitunya?" Nathan tidak yakin.Leon menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Hilangnya Sabrina belum ada titik terang dan sekarang Nathan malah datang di waktu yang tidak tepat."Sini masuk, biar ku jelaskan semuanya."Leon mengajak Nathan masuk ke rumahnya untuk menceritakan tentang Sabrina, berharap Nathan bisa mengingatnya. Ia pikir mumpung Amelia tidak ada merupakan kesempatan bagus, sebab biasanya Nathan selalu bersama Amelia yang selalu menghalangi Leon untuk menceritakan tentang Sabrina."Duduk dulu, aku haus mau ambil minum. Kamu mau minum apa?" tanya Leon.Nathan duduk sambil menjawab pertanyaan Leon. "Apa aja boleh kok, Le."Leon bergegas ke dapur lalu menyiapkan minuman dan cemilan untuk menemani mereka

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 6. Mencari Sabrina

    Di sebuah ruangan yang lembab dengan sedikit pencahayaan yang masuk terbaring seorang wanita yang tidak sadarkan diri. Ruangan itu sedikit kotor dan berdebu karena jarang dikunjungi, gudang.Sudah hampir satu jam wanita itu tak kunjung sadar. Hingga ia terkejut dan langsung terbatuk-batuk akibat sedikit parfum yang disemprotkan ke wajahnya.Amelia, pelaku penyemprotan parfum tersebut berkata dengan sinis, "Akhirnya, sadar juga.""Di mana aku?" Sabrina masih belum bisa mencerna karena baru saja siuman."Oh, masih linglung rupanya. Mau ku bantu ingatkan?" tanya Amelia."Anda siapa?" Sabrina menatap wajah Amelia."Hei, jangan melihatku seperti itu!" bentak Amelia."Ma-maaf." Sabrina tergagap.Sabrina yang masih bingung berusaha keras mengingat-ingat sebelum ia berada di gudang tersebut. Perlahan ia ingat ketika akan berangkat ke Jakarta untuk menemui Leon."Sofia, di mana anak saya?" Sabrina langsung menanyakan keberadaan Sofia pada Amelia, matanya langsung memindai isi gudang ters

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 5. Bukan Dia

    "Kamu ... kenapa ada di sini?" tanya Sabrina dengan kesal."Mengikuti mu.""Untuk apa? Aku tetap tidak akan mau," tegas Sabrina."Aku akan berusaha."Sabrina menatap tidak suka pada orang di depannya yang tidak lain adalah Antoni. Kali ini Antoni mengenakan pakaian yang lebih rapi untuk menemui Sabrina. Tetapi Sabrina tidak peduli, sekalipun Antoni berubah menjadi baik tapi hati Sabrina masih menyimpan Nathan. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Nathan di hatinya."Jangan harap," sinis Sabrina.Ekspresi wajah Antoni sedikit berubah ada kemarahan yang tidak bisa langsung ia hilangkan. Tetapi kali ini Sabrina tidak takut lagi terhadap Antoni, sebab para pekerja sudah mulai berdatangan. Tidak mungkin Antoni berani melakukan hal yang buruk padanya di saat seperti itu.Karena ada Antoni, Sabrina tidak meninggalkan Sofia sendirian di gubuk. Ia membawa Sofia untuk membersihkan rumput saja di kebun cabai yang sudah mulai tinggi. Sementara Antoni duduk di teras gubuk sambil terus mengamati

  • Cinta di Balik Perbedaan   Bab 4. Dijodohkan

    "Kamu, aaaargh ...!" jerit Antoni.Sabrina segera berlari setelah tangannya dilepas Antoni yang kepedasan karena cabai. Untung saja dia cepat mengambil dan meremas cabai tersebut dan tanpa ragu ia lemparkan ke mata Antoni.Sabrina sudah di depan rumah Nuraeni dengan nafas ngos-ngosan. "Assalamualaikum, Bibi, Sofia."Mendengar suara ibunya Sofia langsung keluar dan menghampiri Sabrina. "Mama.""Kok baru pulang?" Nuraeni keluar dengan wajah masam."Maaf, Bi, cabainya sudah tidak banyak yang tua jadi nyarinya lama, harus di semua pohon," ujar Sabrina."Ya sudah sana timbang dulu," titah Nuraeni."Baik, Bi." Sabrina segera masuk dan menimbang cabai tersebut agar cepat pulang.Nuraeni mengikuti Sabrina masuk dan mengawasinya menimbang cabai. Seperti biasa cabai yang dipetik Sabrina tidak pernah kurang, lebihnya pun hanya sedikit. Itu semua karena Sabrina sudah terbiasa dan hafal dengan beratnya."Cabainya lima kilogram, Bi, semua sudah aku bungkus dan ini lebihnya," kata Sabrina."Ya sudah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status