Share

Guru bela diri

Mobil melaju di pekatnya malam dengan perlahan karena jalan perkampungan itu cukup banyak yang berlubang sehingga mobil tidak bisa jalan dengan mulus.

"Terima kasih, Nathan. Kamu udah mau bantu aku."

"Santai saja, Brother."

"Sekarang, kita mau ke mana, Nat?"

"Kamu harus ikut denganku dan harus menuruti perkataan ku jika kamu ingin menebus semua kesalahanmu."

Beberapa tahun Rey berada di negeri bambu. Dengan bantuan Nathan Rey merubah wajah dan identitasnya demi menebus semua kesalahan yang sudah ia perbuat.

Kini ia berganti nama menjadi Jonathan Kendrick. Seorang CEO dari perusahaan GOLDEN STAR. Milik keluarga Kendrick. Ia di angkat menjadi CEO sekaligus kakak dari Nathan Kendrick.

Keluarga Nathan juga sangat berterima kasih pada Jona atas semua kebaikan yang ia lakukan pada Nathan.

Jona sangat cepat beradaptasi dan belajar dengan semua yang sudah diajarkan padanya.

sungguh pencapaian yang luar biasa bagi seorang Reynaldi Pratama seorang mantan napi menjadi Jonathan Kendrick seorang CEO perusahan besar.

Jonathan ingin pulang ke Indonesia dengan meninggalkan semua yang sudah ia peroleh dari Nathan. Suatu saat ia akan kembali memimpin perusahaan jika urusannya sudah selesai dengan keluarga pak Burhan.

Rey sudah mencari informasi tentang Claudya kalau dia akan pergi ke sebuah pondok pesantren di jawa timur. Sebuah kebetulan yang besar.

Dengan menaiki bus jurusan jombang jawa timur Jona memantapkan langkah menuju jalan yang diridhoi Allah. Butuh beberapa jam untuk sampai di sana. Di dalam bus Jona sebangku dengan seorang gadis yang badannya cukup berisi.

"Maaf permisi, mbak, ini bangku saya. Bisa mbaknya geser ke sana?"

"Mbak, mbak! Emang aku mbak mu opo?" geram si gadis.

"Eh, maaf, geser? Mas aja yang di sana! Aku gak mau duduk di situ." lanjut gadis itu.

Karena tak mau ribut akhirnya Jona pun mengalah.Si gadis bangkit dari duduknya untuk membuka jalan. Tempat duduk sempit serta suara dengkuran yang sangat mengganggu membuat Jona tak bisa memejamkan mata meski sangat mengantuk. Perjalanan masih cukup jauh, tapi ia sudah merasa seluruh tubuhnya kaku karna sulit untuk bergerak.

Jona pun memutuskan pindah tempat duduk di samping supir. Sepanjang perjalanan sang kernet dan supir mengajaknya bercerita. Hal itu membuat Jona tidak merasa kesepian.

Sepuluh jam sudah ia lalui , sebentar lagi sampai di tempat tujuan. Jona bersiap-siap dengan barang bawaannya. Di ujung jalan sudah terlihat gerbang pesantren. Ia memberitahu sang supir untuk berhenti tepat di depan gerbang. Kini di hadapannya terpampang gapura bertuliskan pesantren Darul Ulum.

Kita tidak bisa melawan takdir dan kehendak yang maha kuasa. Tanpa mereka sadari Allah mempertemukan Jona dan Claudya di pondok pesantren tempat mereka memperdalam ilmu agama.

Sebelum masuk Jona menelepon ustaz Sobri. Ustaz yang akan membimbingnya selama di pondok pesantren ini. Ustaz itu juga yang sebelumnya sudah Jona hubungi untuk menjadi santri.

"Assalamualaikum, Ustaz. Saya sudah sampai di depan gerbang pesantren," ucap Jona sambil mengusap wajahnya dengan selembar tissu. Karena cuaca siang itu cukup terik.

"W*'alaikumsalam, oh iya, nak Jo tunggu saja di situ nanti akan ada santri yang akan menjemput nak Jona."

"Ok, Ustaz. Saya tunggu."

'Tak berselang lama datang seorang santri.'

"Assalamualaikum, mas Jo, ya? Saya Rizal utusan ustaz Sobri." ia memperkenalkan diri.

"Iya, saya Jo." balas Jo sambil mengangkat ransel ke bahunya.

"Ayo mas ikut saya."

"Ini kamar kita mas, kita akan jadi teman sekamar." Rizal menunjukkan kamar yang akan Jona tinggali.

Jona menatap seluruh bangunan yang ada di sana. Bangunan yang cukup luas dengan fasilitas lengkap. Pemandangan dan udara yang masih sejuk tanpa banyak polusi membuat siapapun akan merasa nyaman berada di sana.

Selama di pondok Jona tinggal sekamar dengan para santri. Tidak ada perbedaan, semua sama dalam menuntut ilmu.

"Silahkan beristirahat, Mas. Nanti ba'da maghrib ada kultum di masjid. Mas harus cepat ke sana ya!"

"Iya, Terima kasih, Rizal, nanti mas cepat datang ke masjid."

Adzan maghrib berkumandang. Memanggil umat muslim untuk segera menghadap sang khalik. Semua penghuni pondok beramai-ramai datang ke masjid untuk melaksanakan solat maghrib berjamaah.

Jona mengenakan kain sarung dan baju koko berwarna putih itu terlihat tampan dan berkharisma. Orang tidak akan menyangka jika ia adalah Reynaldi seorang mantan napi yang berubah menjadi Jonathan Kendrick.

Dari informasi yang ia dapat jika salah anak pak Burhan berada di pesantren ini. Oleh karena itu Jona menyamar sebagai santri guna mendekati Claudya anak pak Burhan.

"Assalamualaikum ustaz Sobri," sapa Jona ketika hendak melewatinya.

"W*'alaikumsalam, oh, nak Jo. Gimana sudah cukup istirahatnya?" tanya ustaz Sobri.

"Alhamdulillah sudah lebih baik. Terima kasih dan mohon bimbingannya, Ustaz."

"Insya Allah, nak Jo. Mari kita solat dulu ada banyak hal yang musti saya sampaikan."

Jona menganggukkan kepalanya dan mempercepat langkahnya menuju masjid. Setelah solat dan mendengarkan kultum Jona menemui ustaz Sobri di shaf barisan depan.

"Assalamualaikum, Ustaz. Ada perlu apa, Ya?"

"Mas Jona bisa bela diri?"

"Dari mana ustaz tahu, kalau saya bisa bela diri?"

"Dari gestur tubuh mas Jo?"

"Maaf memangnya kenapa, ustaz?"

"Mas Jo bisa menjadi guru buat para santri? Sebagai pelajaran ekstrakulikuler di pesantren ini."

Jona tidak bisa langsung menjawab permintaan ustaz Sobri. Ia harus memikirkan hal itu karena misi dia masuk ke pesantren bukan untuk menjadi seorang pengajar. Ustaz Sobri mengerti dengan diamnya Jona.

"Mas Jo tidak perlu menjawabnya sekarang. Pikirkanlah terlebih dahulu."

"Maaf, Ustaz, kalau gitu saya permisi dulu."

POV Rey.

Tepat pukul tiga dini hari Rizal sudah membangunkan ku. Hawa dingin menusuk tulang. Aku yang belum terbiasa bangun pagi jadi terasa berat membuka mata. Memang tidak bisa diajak kompromi, nih mata.

"Mas, mas bangun! Kita solat tahajud yuk! Yang lain udah di masjid." suara Rizal yang tak kalah dari toak masjid sambil menggoyangkan tubuh ku.

"Iya, Zal, iya mas bangun ini ...." jawabku dengan malas. Alih alih ke kamar mandi justru ku tarik kembali selimut menutupi seluruh tubuh yang kedinginan.

"Loh, kok malah selimutan lagi toh, Mas ... cepetan bangun ... Eh, ustaz Sobri. Assalamualaikum ustaz." Rizal mencoba menarik selimut yang sedang ku gunakan.

Ucapan Rizal berhasil membuat mataku terbuka sempurna. Mendadak hawa dingin menguar entah kemana.

"Hahahaha ... Makanya bangun ...!" tawa Rizal menggema. Itu membuatku kesal bukan main. Baru satu hari di sini udah dikerjain sama bocah. Tanpa pikir panjang langsung cepat-cepat membersihkan diri trus pergi ke masjid sebelum ustaz Sobri beneran datang.

"Kampret, tuh anak, aku dikerjain. Dia tidak tahu siapa aku. Ku pites jadi kutu baru rasa." omelku sambil berjalan ke masjid.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status