공유

Bab 3

작가: Rona
Di seberang telepon, terdengar napas berat.

Raisa berpikir, kalau saat ini dia berdiri tepat di hadapan Wira, mungkin dia sudah dicekik mati sebelum satu bulan berlalu.

Sebelum Wira sempat melontarkan sumpah serapahnya, Raisa tertawa. "Wira, kali ini aku nggak main-main. Tapi, aku punya satu syarat."

Wira tidak menjawab.

Raisa tidak peduli, melanjutkan kata-katanya, "Aku mau kamu temani aku melakukan sepuluh hal. Setelah sepuluh hal itu selesai, aku akan mengambil akta cerai. Aku janji setelah itu, aku akan benar-benar lenyap dari hidupmu."

Kalimat itu terlalu menggiurkan.

Wira mengerutkan kening. "Sepuluh hal terlalu banyak, lima saja."

Raisa terkekeh-kekeh. "Oke."

Hal pertama, Raisa meminta Wira menemaninya ke sebuah gala amal. Dia berdandan dengan sangat anggun. Ketika Wira menjemputnya, jari-jarinya sibuk menggesek layar ponsel, matanya bahkan tidak melirik ke arah Raisa.

Raisa tidak peduli. Dia tahu dari mulut Wira tidak akan pernah keluar kata-kata manis. Namun anehnya, saat sudah duduk di mobil, Wira akhirnya melirik dan langsung mengerutkan alis.

"Kamu diet ya? Wajahmu pucat banget. Jelek."

Jari-jari Raisa menegang, tetapi pandangannya tetap lurus ke depan. Dia tidak menanggapi.

Saat turun dari mobil, Wira menarik tangannya. Ketika melihat wajah Raisa yang menegang, dia bertanya dengan nada menghina, "Kenapa? Bukannya kita pernah pegangan tangan? Yang lebih dari ini juga sudah pernah. Ngapain sok kaget?"

Tangan Raisa yang dingin dibungkus oleh telapak tangan Wira yang hangat. Ini memang bukan pertama kalinya Wira memegang tangannya, tetapi ini pertama kalinya dia melakukannya secara sukarela.

Orang-orang di sekeliling mereka memandang heran saat melihat keakraban aneh antara mereka berdua.

Acara lelang dimulai. Raisa melihat barang yang diinginkannya. Tanpa sadar, dia mengangkat papan lelang, tetapi seorang pria di sampingnya sudah lebih dulu mengangkatnya.

Itu adalah lukisan peninggalan seorang pelukis luar negeri yang telah wafat. Banyak orang menyukainya dan berlomba menawar.

Namun, pada akhirnya Wira yang berhasil memenangkannya dengan harga tinggi. Ada kehangatan aneh menyusup ke dalam hati Raisa.

"Wi ...."

"Kirimkan lukisan ini ke rumah Keluarga Taulany di Kota Nemar."

Tangan Raisa yang hendak diulurkan langsung membeku di udara. Ternyata lukisan itu bukan untuknya. Hatinya dipenuhi kegetiran, seolah-olah ingin menenggelamkan seluruh dirinya.

Dia tiba-tiba berdiri dan melangkah ke luar. Wira mengerutkan alis dan mengejar, langsung mencengkeram lengannya.

"Belum selesai, kamu mau ke mana?"

Raisa berusaha menarik diri, tetapi tak berhasil melepaskan diri dari cengkeramannya.

Wira mulai kesal. "Kamu yang minta aku ke sini, sekarang malah marah sendiri? Sakit jiwa!"

Kata "sakit jiwa" itu seperti tusukan tajam ke dalam hati Raisa.

"Ya, aku memang sakit." Raisa melepaskan tangannya dengan paksa dan berjalan pergi tanpa menoleh.

Selama seminggu, Raisa tidak menghubungi Wira. Dia juga sudah pindah dari rumah mereka. Awalnya Wira tak terlalu peduli. Namun, setiap kali memikirkan empat hal yang tersisa, dia merasa tidak tenang.

Seolah-olah kalau tidak cepat-cepat diselesaikan, Raisa akan kembali menempel padanya seperti dulu. Akhirnya, dia tidak tahan dan menelepon Raisa.

Saat panggilan masuk, Raisa baru saja selesai menjalani radioterapi. Penyakitnya semakin memburuk, sekujur tubuhnya terasa nyeri.

"Masih ada empat hal lagi. Raisa, jangan coba-coba main tipu muslihat ya."

Raisa terdiam sejenak. "Aku mau pergi ke Tiber."

Wira mengernyit. "Sekarang?"

"Ya, sekarang juga."

Wira benar-benar merasa Raisa sudah gila. Namun, demi cerai, demi terlepas dari wanita itu, dia langsung membeli tiket ke Tiber tanpa berpikir panjang.

Raisa memakai pakaian yang tebal dan tertutup. Saat dia sampai, Wira sudah tampak kesal karena menunggunya.

"Kamu ngapain sih? Aku mau jemput, kamu nolak. Sekarang malah datang telat begini."

Mendengar omelannya, Raisa hanya diam dan menyerahkan koper ke tangannya. "Bawel."

Wira tersenyum dingin, lalu secara refleks mengambil semua barang bawaan Raisa. Gerakan spontan itu bahkan tak disadari olehnya sendiri.

Pesawat hampir lepas landas. Tiba-tiba, ponsel Wira berdering. Raisa berdiri di dekat gerbang, memandangnya dari kejauhan.

Wira menggenggam erat ponselnya, tubuhnya menegang. "Maaf, Raisa. Aku nggak bisa ikut ke Tiber."
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Cinta yang Dipaksakan Berakhir Tragis   Bab 25

    Melihat kondisi Wira saat ini, Yola sangat senang. Kalau saja boleh mengambil foto, dia pasti sudah memotret momen ini dan membakarnya untuk diperlihatkan kepada Raisa di alam sana.Sambil menatap Yola, Wira menjilat bibirnya yang kering dan pecah-pecah. "Tali merahnya mana?"Yola sama sekali tidak menyebut soal tali itu, hanya menunduk dan mengeluarkan sebuah buku catatan dari dalam tasnya. Mata Wira tak lepas dari setiap gerak-geriknya.Yola menempelkan buku catatan itu ke dinding kaca."Apa itu?" Wira bingung. Yang ingin dia lihat adalah tali merah, bukan buku.Yola tidak menjawab, hanya membuka buku itu dan memperlihatkannya. Begitu melihat isi halaman, mata Wira langsung membelalak.Setiap halaman, setiap baris, penuh dengan tulisan tangan yang tak rapi. Yola tak mengatakan apa-apa, tetapi Wira sudah tak mampu menahan getaran di bibirnya.Setelah waktu yang lama, Yola baru berkata, "Wira, surat yang kamu terima waktu itu bukan ditulis oleh Raisa. Kamu tentu nggak tahu gimana dia m

  • Cinta yang Dipaksakan Berakhir Tragis   Bab 24

    Wira perlahan mengangkat kepalanya. "Lebih baik apa?"Nada dingin dan tajam dari pertanyaannya membuat orang yang berbicara tadi seketika bungkam. Sorot matanya pun tampak ketakutan. Dia buru-buru bersembunyi di belakang.Melihat itu, Wira menyeringai sinis. "Kenapa? Nggak berani ngomong? Menyesal dulu nggak bawa anak haram itu pulang?"Ayahnya punya anak di luar nikah. Semua anggota keluarga besar tahu tentang ini, kecuali dirinya. Saat itu, dia hanya mengalami kecelakaan mobil dan kehilangan penglihatan, tetapi semua orang sudah berebut kekuasaan, ingin dia turun dari posisinya.Kalau bukan karena Raisa yang merawatnya dengan sepenuh hati, menemaninya melewati masa-masa kelam itu, mungkin dia sudah dimakan hidup-hidup oleh orang-orang ini.Pikiran itu langsung membuat dadanya sesak dan sakit. Melihat wajah mereka yang terkejut, seolah-olah tak percaya dia bisa tahu semua itu, ekspresi Wira semakin dingin dan kejam."Aku bukan cuma nggak akan kasih Grup Sutrisno ke kalian, tapi parasi

  • Cinta yang Dipaksakan Berakhir Tragis   Bab 23

    "Raisa, boleh aku membalaskan dendammu?" Suara Wira pelan.Begitu ucapan itu dilontarkan, dia mengangkat botol bir di atas meja dan menghantamkan botol itu ke kepalanya sendiri berulang kali. Darah langsung mengucur deras, membasahi kemeja putihnya.Kemudian, dia berbaring di sofa sambil memeluk foto kenangan Raisa. Tiba-tiba, ponsel berdering."Maaf, Pak Wira. Banyak orang yang menelepon untuk mengabari soal pencarian tali merah itu, tapi nggak ada satu pun yang berhasil menemukannya.""Ya ...." Wira memejamkan mata dalam kepedihan.Beberapa saat kemudian, dia menyuruh asistennya memesankan tiket pesawat. Kalau tidak bisa menemukannya, dia akan memintanya lagi. Tali merah yang sama persis, dari sumber yang sama.Beberapa jam kemudian, pesawat mendarat. Wira menempuh perjalanan sulit hingga tiba di kaki gunung. Kata warga sekitar, kuil itu berada di puncak gunung.Namun, hanya mereka yang benar-benar tulus dan memiliki niat suci yang akan diberi kesempatan untuk bertemu dengan sang gur

  • Cinta yang Dipaksakan Berakhir Tragis   Bab 22

    Ponsel Wira tiba-tiba menerima banyak pesan ucapan ulang tahun. Dia baru tersadar bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya.Dia seperti mesin yang rusak, otaknya berhenti bekerja. Jarinya menggulir layar tanpa sadar. Entah bagaimana, dia membuka pesan-pesan lama dari Raisa.[ 27 Mei 2024, pukul 00.00: Wira, selamat ulang tahun. ][ 27 Mei 2023, pukul 00.00: Wira, selamat ulang tahun. ][ 27 Mei 2022, pukul 00.00: Wira, selamat ulang tahun. ]....Tulisan-tulisan di layar ponsel itu seperti monster yang siap memangsanya. Seluruh tubuhnya menggigil hebat dan kesakitan, seolah-olah ada makhluk tak kasatmata yang mencabiknya.Ponsel terlepas dari tangannya dan terjatuh ke lantai dengan suara keras. Apakah Raisa terlalu memahami dirinya? Raisa tahu dirinya tidak akan pernah membaca pesan yang dikirimnya.Itu salahnya karena terlalu kejam. Dia bahkan tak pernah menyadari bahwa setiap tahun, Raisa adalah orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya.Dadanya terasa sakit. Dia

  • Cinta yang Dipaksakan Berakhir Tragis   Bab 21

    Wira mengurung Jennifer di vila itu. Dia menyita ponselnya, mengambil semua barang miliknya, dan tidak meninggalkan sedikit pun makanan di dalam.Meskipun Jennifer terus berteriak, Wira tetap mengunci pintu rapat-rapat dan pergi tanpa menoleh.Ponsel Wira hampir meledak karena terus-menerus dihubungi asistennya. Begitu dia mengangkat, suara lega langsung terdengar dari seberang. "Pak Wira, akhirnya Bapak angkat juga. Ada urusan penting yang harus segera Bapak tangani."Namun, Wira tidak menanggapi. Ekspresinya datar saat memberi perintah, "Belikan beberapa kotak bir, kirim ke rumahku."Tanpa menunggu jawaban, dia langsung mematikan telepon dan tak peduli lagi pada ponselnya.Jendela-jendela kamar ditutup rapat, tirai pun diturunkan hingga tak ada cahaya masuk. Wira memeluk bantal yang dulu digunakan Raisa, menghirup dalam-dalam aroma yang masih tertinggal.Namun, tak butuh waktu lama hingga dia menyadari bahkan aroma tubuh milik Raisa pun perlahan menghilang.Semua emosi yang selama in

  • Cinta yang Dipaksakan Berakhir Tragis   Bab 20

    Wira berjongkok, tampak hampa seolah-olah tubuhnya tak memiliki jiwa. Dengan hati-hati, dia mengeluarkan uang arwah dan melemparkannya ke dalam tungku pembakaran.Dia sangat ingin tahu di mana Raisa dimakamkan. Dia sangat merindukannya hingga tak bisa tidur semalaman.Dia bertanya kepada asistennya, tetapi si asisten memberitahunya bahwa kabar kematian Raisa datang dari sepucuk surat anonim.Dalam surat itu, ada foto Raisa saat mencabut identitas kependudukannya, juga salinan rekam medisnya. Satu-satunya informasi tentang makam hanyalah sebuah nisan dengan nama tertulis, tanpa alamat, tanpa lokasi. Asistennya tak tahu Raisa dikuburkan di mana.Wira seakan-akan disambar petir mendengar itu. Namun, tak lama kemudian, pikirannya tertuju pada Yola, wanita yang membalas dendam dengan kejam itu.Yola adalah sahabat Raisa, pasti tahu di mana Raisa dimakamkan. Bisa jadi Yola sendiri yang menguburkannya.Tanpa pikir panjang, Wira langsung meluncur ke rumah Yola. Namun, begitu sampai, dia malah

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status