Home / Rumah Tangga / Cinta yang Disadari Usai Bercerai / Bab 4. Menantu Kebanggaan Ibu

Share

Bab 4. Menantu Kebanggaan Ibu

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2022-12-20 22:31:09

"Kamu dan Nafa harus pulang ke rumah kita! Berkemaslah, Aku tunggu di luar!" Suara bariton Farhan berucap datar dan dingin.

Nadira hanya mematung mendengar perintah suaminya. Sungguh dia tak mengerti dengan jalan pikiran Farhan. Bukankah dulu suaminya itu berkali-kali mengingatkan bahwa setelah dia melahirkan mereka akan bercerai?

Nadira menatap punggung tegap itu hingga menghilang di balik pintu. Perlahan dia masukkan pakaiannya ke dalam tas, sambil menanti perawat yang mempersiapkan kepulangannya dan bayi Nafa.

"Hendak kemana suamimu, Dira? Sini ibu bantu berkemas!"

Bu Ani terheran melihat wajah Nadira yang murung.

"Ada apa sebenarnya, Nak?" Wanita berhijab lebar yang tak lagi muda itu menyentuh lengan Nadira karena tak mendengar pertanyaannya.

"Eh, ... maaf tadi ibu bilang apa?" Nadira terperangah dan gugup.

"Suamimu mau kemana? Tadi ibu lihat dia sedang berjalan di lorong rumah sakit ini. Nampaknya Farhan sedang kesal. Apa kamu sudah membuatnya marah?"

Nadira menggeleng.

"Uda Farhan mungkin hanya kelelahan saja, Bu."

Sejak awal Nadira memang tak pernah bercerita pada Ibu dan mamaknya tentang keadaan rumah tangganya yang sebenarnya. Sejujurnya dia pernah berharap agar suaminya mengurungkan niatnya untuk bercerai dan membina rumah tangga yang bahagia bersamanya. Hampir tiap hari Nadira memanjatkan doa di sepertiga malam, memohon pada Sang Pemilik hati. Karena hanya Dia Maha membolak balik hati manusia.

Namun keputusasaan akhirnya merajai hati. Nadira pasrah dan mulai mempersiapkan hati untuk menerima segala keputusan suaminya. Wanita yang selalu bertutur kata lemah lembut itu mencoba berbesar hati jika suatu hari Farhan meninggalkan dirinya demi kekasih hatinya.

"Selamat siang Bu Nadira, ini obat-obatan yang masih harus diminum dan dihabiskan. Untuk vitamin ini, ibu minum setiap hari." Dua orang perawat masuk ke dalam ruang rawat Nadira dan memberikan berbagai penjelasan.

Sementara satu perawat menggantikan pakaian bayi Nafa dengan stelan bayi berwarna merah muda bermotif bunga matahari yang sangat lucu. Bayi Nafa terlihat sangat cantik dan menggemaskan.

Sementara itu, di salah satu cafe rumah sakit, melalui ponselnya, Farhan sibuk membujuk sang kekasih yang memaksanya untuk makan siang bersama.

"Mengertilah Erika. Aku sedang menjemput istriku pulang dari rumah sakit."

"Suruh saja supirmu! Kenapa harus kamu sendiri yang menjemputnya?" geram Erika dari seberang sana.

Farhan menghempas napas kasar.

"Ini pertama kali Aku menjemput anakku. Mana mungkin supirku yang melakukannya?"

"Kamu berlebihan, Farhan!" Erika menutup panggilan secara sepihak.

Farhan hanya bisa menarik napas panjang. Dia sudah menduga apa yang akan Erika lakukan setelah ini. Dia sudah hapal dengan tingkah laku wanitanya itu. Erika akan berbelanja sepuasnya dengan kartu debit pemberiannya, demi melampiaskan rasa kesalnya pada Farhan.

Pria tinggi tegap dengan wajah campuran indojerman itu melangkah kembali menuju ruang rawat Nadira. Sampai saat ini pikirannya tak lepas dari perkataan Nadira tentang rumah yang baru dia beli. Dari mana wanita itu punya uang? Selama ini Farhan memang memberinya uang bulanan. Nadira pun membelanjakan uang itu dengan baik. Istrinya itu termasuk sangat jarang berbelanja. Namun jika ada lebihnya pun sangat tidak mungkin  bisa untuk membeli sebuah rumah di kota jakarta ini.

Yang Farhan ketahui, Nadira hanyalah gadis kampung yang sejak menikah dia ajak ke jakarta. Selama ini  Nadira lebih banyak di rumah, hanya sesekali bertemu dengan teman kuliahnya yang bernama Vivi. Itupun Farhan tak pernah menemani kemanapun Nadira pergi. Farhan hanya sibuk dengan pekerjaan dan kekasihnya, Erika. Hampir tiap hari Erika mengajaknya makan siang atau makan malam.

"Apa sudah siap?" Farhan membuka pintu ruang rawat Nadira.

Istrinya itu telah bertukar pakaian dengan gamis merah muda serta phasmina instan berwarna putih. Nadira tampak lebih segar dan cantik dengan bentuk badannya yang sudah kembali langsing namun lebih padat dan berisi.

Farhan tercengang melihat penampilan istrinya. Jakunnya naik turun, susah payah dia menelan salivamya. Jantungnya berdegup kencang  saat bertemu mata dengan netra  wanita yang telah melahirkan darah dagingnya.

Akhirnya Farhan mengalihkan pandangannya pada putrinya yang digendong oleh Bu Ani. Pria berjambang itu tersenyum hangat melihat pakaian putrinya yang berwarna senada dengan Nadira.

"Nak Farhan, ayo kita berangkat!" ajakan Bu Ani membuyarkan lamunannya.

Farhan mengambil alih tas besar di tangan Nadira. Dia memang sengaja tidak membawa supir. Farhan ingin menikmati sendiri momen pertamanya menjadi seorang Ayah. Entah kenapa dia merasa itu adalah sesuatu yang sangat spesial.

Perawat datang membawa kursi roda untuk Nadira.

"Sini, Suster," Farhan meraih kursi itu dan menyodorkannya pada Nadira, memberi isyarat agar istrinya itu duduk.

Hati Nadira kembali menghangat melihat perlakuan suaminya yang tak biasa. Diam-diam dia tersenyum melihat Farhan menyelempang tas besar itu pundaknya. 

Farhan mendorong  Nadira yang duduk di kursi roda sambil memangku bayi Nafa. Tanpa mereka sadari, senyum terbit dari wajah keduanya. Entah sampai kapan kehangatan itu akan terus hadir di hati mereka.

Selama di perjalanan, Bu Ani lebih mendominasi percakapan. Sungguh suatu suasana yang baru bagi keluarga mereka. Bu Ani yang baru empat hari yang lalu tiba di jakarta, itu pun setiap malam beliau memilih tidur di rumah sakit menemani Nadira, merasakan bahagia yang tak terkira bisa berkumpul dengan anak, menantu dan cucu pertamanya.

"Ibu masih lama, kan di Jakarta?" tanya Nadira manja.

"Ibu maunya sih begitu. Tapi nenekmu kan juga sedang sakit di kampung. Mamakmu mana bisa merawat nenek lama-lama," sahut Bu Ani seraya memandangi cucunya.

"Jika ibu hendak pulang, kasih tau Farhan, biar Farhan pesankan tiket dan antar ke bandara, tapi Farhan berharap Ibu bisa lebih lama di jakarta." 

"Iya, Nak. Pasti itu. Tak perlu khawatir. Cuma Nak Farhan menantu terbaik ibu satu-satunya." Candaan Bu Ani membuat nyeri hati Nadira.

Bagaimana jika Farhan tak lagi menjadi menantu kebanggaan Ibu?

.

.

Mobil mewah yang dikendarai Farhan telah tiba di depan sebuah rumah besar bak istana. Seorang security tergopoh -gopoh membukakan pintu gerbang. 

Bu Ani selalu bangga dengan menantunya ini. Farhan sukses menjadi pengusaha muda meneruskan perusahaan peninggalan sang kakek dan Ayahnya yang berdarah jerman. Kehandalannya dalam berbisnis membuat perusahaannya berkembang sangat pesat. Bu Aisyah juga membuat rumah bak istana di kampung halaman mereka. Menandakan merekalah orang paling berada di desa Kinari.

Berbeda dengan keluarga Bu Ani yang hidup sederhana. Biaya sekolah hingga kuliah Nadira pun berasal dari hasil sawah yang tidak seberapa. Oleh sebab itu sejak SMA Nadira telah mulai berbisnis online kecil-kecilan, hingga saat ini tanpa sepengetahuan Ibu dan suaminya, wanita yang sangat berbakat dalam bisnis dan berdagang itu bisa mendirikan sebuah perusahaan berbasis toko online. Walaupun perusahaan yang Nadira miliki tak sebesar perusahaan milik Farhan, Namun Nadira mampu menghasilkan omzet ratusan  juta setiap bulannya. Hingga kini dia mampu membeli sebuah rumah dan mobil untuknya.

Beberapa pelayan menyambut kedatangan mereka.

Nadira dan bayi Nafa langsung menuju kamar mereka yang sudah disiapkan oleh para pelayan.

Farhan yang baru saja masuk ke dalam rumah, langsung duduk sejenak di ruang tamu melepas penat. Sebuah nada notifikasi terdengar dari ponselnya. Perlahan pria itu meluruskan kakinya di sofa panjang seraya membuka ponselnya.

Matanya membelalak saat melihat  notifikasi dari SMS banking yang membuat emosinya tersulut.

Sebuah transaksi pengeluaran dengan nominal yang cukup besar baru saja terjadi siang ini dengan kartu debit atas nama diriinya. Kali ini habis sudah kesabaran Farhan. Tak menunggu lama lagi, diraihnya kembali kunci mobil, kemudian dengan langkah lebar Farhan menuju mobilnya yang masih terparkir di depan teras. Dengan kecepatan penuh, Farhan melajukan mobilnya menuju suatu tempat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Arianti Kurnia Ningsih
Mamak itu sebutan untuk saudara kandung ayah maupun ibu, baik pria atau wanita, misalnya maktuo untuk,maklong, mak ngah, mak uncu, mak uda, sama dengan om dan tante.
goodnovel comment avatar
Hafis Nst
mamak nya mksdny siapa?
goodnovel comment avatar
L Leen
laki laki segoblok ini ya, teman Zina di beri kartu. hadew
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 112. Kejutan

    "Aku ingin kita menikah." Erika yang sedang duduk santai di sofa terkejut saat Boyka tiba-tiba datang menghampirinya. Ia menatap pria itu dengan mata membesar."A-apa?"Boyka duduk di hadapan Erika dengan raut wajah tenang. Menghela napas panjang. Memandang wajah Erika sesaat, lalu kembali bicara."Aku ingin kita menikah setelah anak kita lahir." Ia mencondongkan tubuhnya, lalu menyentuh wajah Erika dengan lembut. Rasa hangat mengalir pada keduanya saat mereka bersentuhan.Erika berdebar, ia menggigit bibirnya, pikirannya masih penuh dengan keraguan. " Tapi, aku nggak yakin ...""Kenapa?" Boyka menatapnya serius. Ia meraih jemari Erika dan menggenggamnya erat. "Aku sudah membuktikan bahwa aku selalu ada di sini untukmu. Aku sudah menyelamatkanmu dari penjara. Aku sudah berjanji akan menjagamu dan anak kita." Perlahan satu tangan kekar Boyka mengelus perut Erika.Erika menunduk. Dalam beberapa minggu terakhir, ia melihat sisi lain dari Boyka. Pria itu memang kasar dan keras kepala,

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 111. Akhir Kekacauan

    "Erika?" Suara Tiara bergetar. Tubuhnya sedikit mundur ketika melihat Erika berdiri di hadapannya dengan senyum penuh arti. Ia ingin berteriak, tapi tenggorokannya seakan tercekat. Padahal saat ini ia hanya dipisahkan oleh layar yang berada di belakang pelaminan. Erika berjalan mendekat dengan santai, tangannya menggenggam clutch bag kecil berwarna perak. "Kamu tampak cantik sekali, Tiara," katanya dengan nada lembut yang mencurigakan. Tiara menelan ludah. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Erika tertawa kecil. "Kenapa? Aku hanya ingin mengucapkan selamat. Bagaimanapun juga, aku pernah menjadi bagian dari hidup Neil, kan?" Tiara mengamati wanita di hadapannya dengan hati-hati. Ada sesuatu yang tidak beres. Erika tidak mungkin datang hanya untuk memberikan ucapan selamat. "Erika, kalau kamu datang hanya untuk membuat masalah, lebih baik kamu pergi." Erika mengangkat bahu. "Aku? Membuat masalah? Tentu saja tidak." Ia merogoh clutch bag-nya dan sesuatu berkilat keluar dari dalamny

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 110. Resepsi Menegangkan

    "Semuanya sudah siap, Pak. Hotel sudah mengatur dekorasi sesuai permintaan, tamu undangan juga sudah konfirmasi kehadiran." Asisten Neil melaporkan persiapan pernikahan dengan detail. Sambil berjalan memasuki kantornya, Neil mengangguk puas. "Bagus. Pastikan semuanya berjalan lancar. Aku tidak mau ada kendala sedikit pun." Asistennya mengangguk, lalu keluar dari ruangan. Neil menghela napas dan bersandar di kursinya. Besok adalah hari yang sangat penting dalam hidupnya. Pernikahan resminya dengan Tiara, sesuatu yang sudah lama ia inginkan. Meski ini resepsi pernikahan keduanya, tapi rasanya seperti yang pertama baginya Namun, ada perasaan tidak nyaman yang mengganjal di hatinya. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Mungkin karena banyak kejadian menegangkan belakangan ini, hingga Neil merasa khawatir.Di rumah mewah keluarga Neil, Helda duduk di ruang tamu sambil menyesap teh hangatnya. Josh baru saja masuk setelah berbicara dengan panitia pernikahan di hotel.

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 109. Saat Keluarga Tiara Datang

    "Neil!" Helda berteriak marah melihat putranya masuk ke mobil. Neil tidak peduli dengan ancamannya. Rahangnya mengatup keras, dan tangannya mengepal. Josh yang sejak tadi memperhatikan dari tangga depan akhirnya melangkah mendekat. Ia melihat emosi Helda makin memuncak. "Cukup, Helda," ujar Josh tenang. Helda menoleh tajam. "Kamu lihat sendiri kan? Anakmu membantahku demi keluarga perempuan itu!" Josh menghela napas. "Kamu yang memaksanya untuk memilih." "Aku hanya ingin yang terbaik untuknya, Josh!" Helda membalas cepat. Josh menatap istrinya dalam. "Helda, aku tahu kamu keras kepala. Tapi sejujurnya, aku memang tidak setuju dengan acara besar ini sejak awal. Aku khawatir hal seperti ini akan terjadi." Helda melipat tangan di dada. "Jadi, kamu pikir aku yang salah?" Josh mengangguk pelan. "Bukan hanya kamu. Aku juga sempat meragukan keluarga Tiara. Tapi, aku sudah menyelidiki mereka sejak awal." Helda mengernyit. "Apa maksudmu?" Josh menarik napas dalam sebelum menjelaska

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 108. Menjelang Hari Penting

    "Tidak perlu!" Suara Helda terdengar ketus, membuat Tiara yang berdiri di balik pintu ruang tengah menahan napas. Hatinya mencelos seketika. "Mami, mereka adalah keluarganya. Mereka harus ada di acara ini." Neil mencoba berbicara lebih pelan, tapi nada suaranya tetap tegas. Tiara tahu suaminya tidak suka berdebat soal hal seperti ini. "Mami tidak mau tamu-tamu kita nanti tahu kalau istrimu itu berasal dari kampung." Tiara membekap mulutnya. Kata-kata Helda terasa seperti pukulan keras di dadanya. "Mami! Tolong jangan bicara begitu. Apa hubungannya dengan tamu-tamu kita?" "Neil, dengarkan Mami!" suara Helda terdengar lebih tegas. "Kamu adalah pengusaha besar, CEO perusahaan besar. Bagaimana jika orang-orang tahu kalau istrimu hanyalah anak dari keluarga biasa yang tinggal di desa? Itu bisa merusak reputasimu!" "Astaga! Mami masih memikirkan gengsi? Ini pernikahan, bukan acara bisnis!" Neil terdengar semakin kesal. "Mami tidak mau tahu! Pokoknya mereka tidak perlu datang!" Held

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 107. Surat Cerai

    "Selamat siang Bu Erika, saya ingin bertemu. Apa ibu bisa siang ini?" Suara pengacara Neil yang ia kenali terdengar di ujung telepon. Erika mengernyit. Kira-kira ada apa tiba-tiba pengacara Neil menghubunginya dan meminta bertemu. "Untuk apa?" tanyanya dengan nada waspada. "Ada sesuatu yang harus saya serahkan pada Ibu. Apa kita bisa bertemu di kafe dekat kantor?" Erika berpikir sejenak. Ada rasa penasaran dalam hatinya. "Baiklah, aku akan datang," sahutnya singkat. Setelah menutup telepon, ia menoleh ke arah Boyka yang duduk di sofa yang sedang memainkan ponselnya dengan santai. "Aku mau pergi sebentar," ujar Erika sambil mengambil tasnya. Boyka meliriknya sekilas. "Mau ke mana?" "Bukan urusanmu." Boyka terkekeh. "Oke, oke, tapi jangan lama-lama, nanti aku rindu." Erika tidak menanggapi dan segera pergi. Namun, tanpa ia sadari, Boyka menatap punggungnya penuh curiga, lalu dengan santai memasukkan ponselnya ke dalam saku dan lantas berdiri. Dengan naik taksi online Erika m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status