Share

Bab 4. Menantu Kebanggaan Ibu

"Kamu dan Nafa harus pulang ke rumah kita! Berkemaslah, Aku tunggu di luar!" Suara bariton Farhan berucap datar dan dingin.

Nadira hanya mematung mendengar perintah suaminya. Sungguh dia tak mengerti dengan jalan pikiran Farhan. Bukankah dulu suaminya itu berkali-kali mengingatkan bahwa setelah dia melahirkan mereka akan bercerai?

Nadira menatap punggung tegap itu hingga menghilang di balik pintu. Perlahan dia masukkan pakaiannya ke dalam tas, sambil menanti perawat yang mempersiapkan kepulangannya dan bayi Nafa.

"Hendak kemana suamimu, Dira? Sini ibu bantu berkemas!"

Bu Ani terheran melihat wajah Nadira yang murung.

"Ada apa sebenarnya, Nak?" Wanita berhijab lebar yang tak lagi muda itu menyentuh lengan Nadira karena tak mendengar pertanyaannya.

"Eh, ... maaf tadi ibu bilang apa?" Nadira terperangah dan gugup.

"Suamimu mau kemana? Tadi ibu lihat dia sedang berjalan di lorong rumah sakit ini. Nampaknya Farhan sedang kesal. Apa kamu sudah membuatnya marah?"

Nadira menggeleng.

"Uda Farhan mungkin hanya kelelahan saja, Bu."

Sejak awal Nadira memang tak pernah bercerita pada Ibu dan mamaknya tentang keadaan rumah tangganya yang sebenarnya. Sejujurnya dia pernah berharap agar suaminya mengurungkan niatnya untuk bercerai dan membina rumah tangga yang bahagia bersamanya. Hampir tiap hari Nadira memanjatkan doa di sepertiga malam, memohon pada Sang Pemilik hati. Karena hanya Dia Maha membolak balik hati manusia.

Namun keputusasaan akhirnya merajai hati. Nadira pasrah dan mulai mempersiapkan hati untuk menerima segala keputusan suaminya. Wanita yang selalu bertutur kata lemah lembut itu mencoba berbesar hati jika suatu hari Farhan meninggalkan dirinya demi kekasih hatinya.

"Selamat siang Bu Nadira, ini obat-obatan yang masih harus diminum dan dihabiskan. Untuk vitamin ini, ibu minum setiap hari." Dua orang perawat masuk ke dalam ruang rawat Nadira dan memberikan berbagai penjelasan.

Sementara satu perawat menggantikan pakaian bayi Nafa dengan stelan bayi berwarna merah muda bermotif bunga matahari yang sangat lucu. Bayi Nafa terlihat sangat cantik dan menggemaskan.

Sementara itu, di salah satu cafe rumah sakit, melalui ponselnya, Farhan sibuk membujuk sang kekasih yang memaksanya untuk makan siang bersama.

"Mengertilah Erika. Aku sedang menjemput istriku pulang dari rumah sakit."

"Suruh saja supirmu! Kenapa harus kamu sendiri yang menjemputnya?" geram Erika dari seberang sana.

Farhan menghempas napas kasar.

"Ini pertama kali Aku menjemput anakku. Mana mungkin supirku yang melakukannya?"

"Kamu berlebihan, Farhan!" Erika menutup panggilan secara sepihak.

Farhan hanya bisa menarik napas panjang. Dia sudah menduga apa yang akan Erika lakukan setelah ini. Dia sudah hapal dengan tingkah laku wanitanya itu. Erika akan berbelanja sepuasnya dengan kartu debit pemberiannya, demi melampiaskan rasa kesalnya pada Farhan.

Pria tinggi tegap dengan wajah campuran indojerman itu melangkah kembali menuju ruang rawat Nadira. Sampai saat ini pikirannya tak lepas dari perkataan Nadira tentang rumah yang baru dia beli. Dari mana wanita itu punya uang? Selama ini Farhan memang memberinya uang bulanan. Nadira pun membelanjakan uang itu dengan baik. Istrinya itu termasuk sangat jarang berbelanja. Namun jika ada lebihnya pun sangat tidak mungkin  bisa untuk membeli sebuah rumah di kota jakarta ini.

Yang Farhan ketahui, Nadira hanyalah gadis kampung yang sejak menikah dia ajak ke jakarta. Selama ini  Nadira lebih banyak di rumah, hanya sesekali bertemu dengan teman kuliahnya yang bernama Vivi. Itupun Farhan tak pernah menemani kemanapun Nadira pergi. Farhan hanya sibuk dengan pekerjaan dan kekasihnya, Erika. Hampir tiap hari Erika mengajaknya makan siang atau makan malam.

"Apa sudah siap?" Farhan membuka pintu ruang rawat Nadira.

Istrinya itu telah bertukar pakaian dengan gamis merah muda serta phasmina instan berwarna putih. Nadira tampak lebih segar dan cantik dengan bentuk badannya yang sudah kembali langsing namun lebih padat dan berisi.

Farhan tercengang melihat penampilan istrinya. Jakunnya naik turun, susah payah dia menelan salivamya. Jantungnya berdegup kencang  saat bertemu mata dengan netra  wanita yang telah melahirkan darah dagingnya.

Akhirnya Farhan mengalihkan pandangannya pada putrinya yang digendong oleh Bu Ani. Pria berjambang itu tersenyum hangat melihat pakaian putrinya yang berwarna senada dengan Nadira.

"Nak Farhan, ayo kita berangkat!" ajakan Bu Ani membuyarkan lamunannya.

Farhan mengambil alih tas besar di tangan Nadira. Dia memang sengaja tidak membawa supir. Farhan ingin menikmati sendiri momen pertamanya menjadi seorang Ayah. Entah kenapa dia merasa itu adalah sesuatu yang sangat spesial.

Perawat datang membawa kursi roda untuk Nadira.

"Sini, Suster," Farhan meraih kursi itu dan menyodorkannya pada Nadira, memberi isyarat agar istrinya itu duduk.

Hati Nadira kembali menghangat melihat perlakuan suaminya yang tak biasa. Diam-diam dia tersenyum melihat Farhan menyelempang tas besar itu pundaknya. 

Farhan mendorong  Nadira yang duduk di kursi roda sambil memangku bayi Nafa. Tanpa mereka sadari, senyum terbit dari wajah keduanya. Entah sampai kapan kehangatan itu akan terus hadir di hati mereka.

Selama di perjalanan, Bu Ani lebih mendominasi percakapan. Sungguh suatu suasana yang baru bagi keluarga mereka. Bu Ani yang baru empat hari yang lalu tiba di jakarta, itu pun setiap malam beliau memilih tidur di rumah sakit menemani Nadira, merasakan bahagia yang tak terkira bisa berkumpul dengan anak, menantu dan cucu pertamanya.

"Ibu masih lama, kan di Jakarta?" tanya Nadira manja.

"Ibu maunya sih begitu. Tapi nenekmu kan juga sedang sakit di kampung. Mamakmu mana bisa merawat nenek lama-lama," sahut Bu Ani seraya memandangi cucunya.

"Jika ibu hendak pulang, kasih tau Farhan, biar Farhan pesankan tiket dan antar ke bandara, tapi Farhan berharap Ibu bisa lebih lama di jakarta." 

"Iya, Nak. Pasti itu. Tak perlu khawatir. Cuma Nak Farhan menantu terbaik ibu satu-satunya." Candaan Bu Ani membuat nyeri hati Nadira.

Bagaimana jika Farhan tak lagi menjadi menantu kebanggaan Ibu?

.

.

Mobil mewah yang dikendarai Farhan telah tiba di depan sebuah rumah besar bak istana. Seorang security tergopoh -gopoh membukakan pintu gerbang. 

Bu Ani selalu bangga dengan menantunya ini. Farhan sukses menjadi pengusaha muda meneruskan perusahaan peninggalan sang kakek dan Ayahnya yang berdarah jerman. Kehandalannya dalam berbisnis membuat perusahaannya berkembang sangat pesat. Bu Aisyah juga membuat rumah bak istana di kampung halaman mereka. Menandakan merekalah orang paling berada di desa Kinari.

Berbeda dengan keluarga Bu Ani yang hidup sederhana. Biaya sekolah hingga kuliah Nadira pun berasal dari hasil sawah yang tidak seberapa. Oleh sebab itu sejak SMA Nadira telah mulai berbisnis online kecil-kecilan, hingga saat ini tanpa sepengetahuan Ibu dan suaminya, wanita yang sangat berbakat dalam bisnis dan berdagang itu bisa mendirikan sebuah perusahaan berbasis toko online. Walaupun perusahaan yang Nadira miliki tak sebesar perusahaan milik Farhan, Namun Nadira mampu menghasilkan omzet ratusan  juta setiap bulannya. Hingga kini dia mampu membeli sebuah rumah dan mobil untuknya.

Beberapa pelayan menyambut kedatangan mereka.

Nadira dan bayi Nafa langsung menuju kamar mereka yang sudah disiapkan oleh para pelayan.

Farhan yang baru saja masuk ke dalam rumah, langsung duduk sejenak di ruang tamu melepas penat. Sebuah nada notifikasi terdengar dari ponselnya. Perlahan pria itu meluruskan kakinya di sofa panjang seraya membuka ponselnya.

Matanya membelalak saat melihat  notifikasi dari SMS banking yang membuat emosinya tersulut.

Sebuah transaksi pengeluaran dengan nominal yang cukup besar baru saja terjadi siang ini dengan kartu debit atas nama diriinya. Kali ini habis sudah kesabaran Farhan. Tak menunggu lama lagi, diraihnya kembali kunci mobil, kemudian dengan langkah lebar Farhan menuju mobilnya yang masih terparkir di depan teras. Dengan kecepatan penuh, Farhan melajukan mobilnya menuju suatu tempat.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Arianti Kurnia Ningsih
Mamak itu sebutan untuk saudara kandung ayah maupun ibu, baik pria atau wanita, misalnya maktuo untuk,maklong, mak ngah, mak uncu, mak uda, sama dengan om dan tante.
goodnovel comment avatar
Hafis Nst
mamak nya mksdny siapa?
goodnovel comment avatar
L Leen
laki laki segoblok ini ya, teman Zina di beri kartu. hadew
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status