Share

Kaget.

Almaira berteriak karena shok dengan apa yang dilihatnya. 

"Alam! bisa tidak kamu menutup tubuhmu itu dengan handuk!!" bentak Almaira. 

"Salah siapa masuk kamar orang tidak mengetuk pintu terlebih dulu." 

Almaira menarik nafas dan menghembuskan nafasnya dengan kesal. "Iya ... aku akui kalau aku salah. Tapi seenggaknya kamu bisa segera memakai pakaianmu terlebih dulu. Dan ini celana milikmu!" Almaira memberikan sebuah paper bag yang ia bawa dan masih berbalik memalingkan wajahnya.

"Aku tidak jadi pakai celana itu. Sekarang kamu bisa membalikkan badanmu," kata Alam yang sudah selesai berpakaian.

Almaira membalikkan badannya sambil menaikkan kacamatanya yang mau melorot. 

"Kalau kamu tidak jadi pakai celana itu, kenapa pula kamu menyuruhku untuk cepat-cepat datang kesini?! merepotkan!" gerutu Almaira kesal. 

"Aku tidak jadi ketemu sama Yunita. Sekarang papa memintaku untuk segera datang ke cafe. Hari ini kamu temani aku ke cafe milik papa." 

"Ogah! aku tidak mau menemanimu!" tolak Almaira cepat. 

"Baik ... kalau begitu gaji kamu bulan ini akan aku potong," ancam Alam.

Almaira memiringkan bibirnya, menghelang nafas kesal. "Oke, kamu yang menang. Dasar suka mengancam," gerutu Almaira.

Pada akhirnya Almaira pun pasrah dan mengikuti keinginan Alam. 

Alam tersenyum sambil mengacak-acak rambut Almaira. Dan Almaira balik mengacak-acak rambut Alam.

"Brengsek!"

Alam kali ini terkekeh, karena ia berhasil membuat Almaira kesal dan jengkel. 

Bagi Alam tidak afdol jika ia tidak membuat Almaira kesal. 

"Berhentilah membuatku kesal! aku tidak ingin berlama-lama denganmu!" omel Almaira dengan menarik tangan Alam untuk mengajaknya segera berangkat. 

"Tunggu!" Alam menghentikan langkah Almaira.

"Ada apa lagi?" tanya Almaira. 

"Aku lupa tidak membawa jaketku."

Alam mengambil jaket miliknya itu yang berada di dalam lemari kamarnya. 

"Yuk, berangkat." 

Kini giliran Alam yang menarik tangan gadis cantik itu.

Mereka berdua segera turun menuruni tangga dan langsung keluar dari rumah tanpa berpamitan sama mamanya Alam. 

"Kamu tidak pamit dulu dengan mama kamu?"

"Tidak perlu dia bukan ibuku. Lagi pula aku tidak ingin hidupku diatur olehnya. Wanita itu selalu memaksakan kehendaknya pada papa. Jika seandainya papa mau mendengarkan pendapatku dan agar tidak menikah lagi, mungkin mama akan kembali pada papa. Wanita itu telah mengendalikan papa."

"Tapi Alam, dia itu juga mama kamu."

"Aku tahu dia mamaku, tapi dia itu mama tiriku, aku tidak mau disetir olehnya. Bahkan aku juga tahu kalau wanita itu tidak ingin kita berteman. Tapi aku tidak perduli dengannya. Masa bodoh dengan wanita itu!" ujar Alam yang tidak suka dengan sikap mama tirinya yang mencoba untuk mengendalikan dirinya.

Almaira hanya bisa diam saja dan mengikuti apa yang Alam lakukan.

Alam menyuruh Almaira untuk masuk kedalam mobil dan segera berangkat ke cafe papanya. 

Memang benar Tante Ratih adalah mama tiri dari Alam. Dulu papa Alam sempat bercerai dengan ibu kandung Alam yaitu Tante Mirna. Pada saat itu Tante Mirna ingin memperbaiki kesalahannya dan mencoba untuk mengatakan yang sebenarnya pada Om Hendra.Tapi Tante Ratih tiba-tiba datang diantara hubungan mereka. Dan Tante Ratih mengingatkan tentang sebuah penghianatan yang tidak pernah tante Mirna perbuat. Tante Mirna mencoba menjelaskan itu semua, namun papa Alam sudah terlanjur mempercayai Tante Ratih. Oleh sebab itu, papa Alam sudah tidak percaya dengan apa yang Tante Mirna katakan. Dan sejak itu pula papa Alam  menikah dengan tante Ratih. Sementara Alam tidak begitu menyukai Tante Ratih. Apalagi Tante Ratih selalu menekan Alam, agar menuruti keinginannya untuk menjadi anak yang penurut. Namun Alam tidak menyukainya, karena Alam lebih suka hidup bebas, dia tidak ingin dikendalikan oleh mama tirinya. Apalagi mama tirinya juga sempat melarang Alam untuk berteman dengan Almaira. 

"Almaira, bisakah kamu nanti setelah pulang dari cafe, membantuku memilihkan hadiah untuk Yunita?" tanya Alam saat di mobil. 

Almaira terdiam, ia berfikir bahwa ia sebenarnya malas kalau diajak untuk memilihkan kado buat Yunita. 

"Bagaimana, Almaira? Apakah kamu mau?" tanya Alam lagi. 

"Sepertinya aku tidak bisa Alam," tolak Almaira. "Aku harus segera ke cafe milik kamu. Bukankah hari ini kamu juga ada janji dengan temanmu juga di cafe?" tambah Almaira menginginkan janjinya. 

"Tidak jadi Almaira, temanku tidak jadi datang ke cafe, karena dia ada urusan mendadak yang perlu ia bereskan. Jadi, dia mengajak bertemu lain waktu. Bahkan anehnya dia juga ingin bertemu dengan calon istriku."

"Calon istri?!" ulang Almaira.

 Almaira terkekeh mendengarnya.

"Iya, calon istriku," angguk Alam. 

"Kamu akan mengajak Yunita untuk bertemu temanmu itu?" tanya Almaira memastikan dan langsung tertawa lepas mendengarnya.

"Yunita tidak mau, apalagi mengajaknya untuk berpura-pura jadi calon istriku."

"Aneh! kok dia nggak mau diperkenalkan sama temanmu sebagai calon istrimu? bukankah hubungan kalian itu sangat serius sekali?" tanya Almaira lagi. 

"Kamu tahu sendiri kan mengenai Yunita seperti apa? jadi, kamu jangan bertanya mengenai dia lagi. Wanita itu tidak mau kalau diajak serius, apalagi berbicara mengenai pernikahan. Yunita masih belum mau serius." 

Almaira hanya diam dan manggut-manggut seperti ayam yang mau makan. 

"Seandainya kamu tahu kelakuan jelek Yunita di belakangmu, mungkin kamu pasti sudah minta putus dari Yunita, Alam," batin Almaira.

Alam kemudian menjalankan mobilnya dan fokus pada menyetirnya agar ia dan Almaira cepat sampai di cafe milik papanya. 

                       ***

Setelah beberapa menit kemudian mereka sampai di cafe milik Om Hendra, ayah dari Alam. 

"Selamat siang Pa, maaf Alam terlambat. Karena Alam tadi menunggu Almaira. Alam ingin kesini bersama dengan Almaira." 

"Iya Alam. Justru Papa senang kamu mengajak Almaira. Karena Papa tahu, Almaira adalah gadis yang baik. Papa senang kamu juga memperkerjakan Almaira di cafe milik kamu," kata Om Hendra.

Om Hendra pun tersenyum pada Almaira.

Almaira membalas senyuman dari Om Hendra.

Senyuman Om Hendra begitu teduh,  seakan-akan Almaira merasakan senyuman seorang ayah bagi Almaira. Bahkan Almaira sendiri juga menganggap Om Hendra seperti ayahnya sendiri. Selama ini Om Hendra begitu baik pada dirinya dan juga ibu dan adiknya. Bahkan Om Hendra juga sudah banyak membantu keluarganya.

Semenjak ayah Almaira meninggal dalam insiden kecelakaan dan menewaskan ayah Almaira. Om Hendra lah yang selama ini membantu keluarga Almaira dalam kesulitan. Walaupun Tante Ratih tidak begitu suka dengan sikap perhatian Om Hendra terhadap keluarga Almaira. Om Hendra melakukan ini semua juga atas dasar keikhlasan dan ingin membalas semua jasa ayah Almaira, karena berkat ayah Almaira, Om Hendra bisa selamat dari kecelakaan. Ayah Almaira telah mengorbankan nyawanya demi Om Hendra. 

"Om senang kamu ikut kesini Almaira."

"Iya Om," jawab Almaira dan tersenyum pada Om Hendra. 

Om Hendra lantas berbicara pada Alam setelah membalas senyuman dari Almaira, yang sudah dianggap seperti putrinya sendiri.

"Alam ... Papa ingin kamu tidak memperkerjakan Almaira sebagai pelayan di cafe milikmu. Papa ingin kamu mengangkat Almaira sebagai sekertaris pribadi kamu."

"Sekertaris pribadi Om?!" ulang Almaira yang tersentak kaget mendengarnya. 

Bersambung ....

   

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status