Share

bab 6

Penulis: Rahima_Azura
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-22 11:00:37

"Rasa bersalah adalah tanda bahwa hati kita masih hidup. Jangan biarkan kesalahan kecil menjadi kebiasaan besar yang menghancurkan segalanya."

***

Zahra duduk di kamarnya, dengan tatapan kosong sambil, memandangi layar ponselnya yang terang. Percakapan dengan Hafiz malam tadi masih terngiang dalam pikirannya. Hafiz, dengan caranya yang lembut dan penuh perhatian, bisa membuka sisi hati Zahra yang selama ini ia tutup rapat-rapat. Tapi di balik kehangatan itu, ada rasa bersalah yang mulai mencengkram kuat.

"Apa aku salah?" Zahra berbisik pada dirinya sendiri, jemarinya dengan gugup menyentuh layar ponsel. Pesan terakhir dari Hafiz belum ia balas, "Kalau ini salah, kenapa rasanya begitu menyenangkan?"

Pikiran Zahra terganggu ketika suara notifikasi muncul. Pesan dari Hafiz. Ia ragu untuk membukanya, tetapi dorongan hatinya lebih kuat.

"Zahra, aku merasa senang kita bisa berbicara seperti ini. Kamu tahu, aku merasa lebih tenang setiap kali kita bicara."

Zahra menghela napas panjang, mencoba menenangkan perasaannya. Ia mengetik balasan dengan ragu, "Aku juga merasa seperti itu, Hafiz. Tapi..." Jemarinya berhenti sejenak. Ia tak tahu apakah ia harus melanjutkan.

Tak lama, Hafiz membalas, "Tapi kenapa, Zahra? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?"

Zahra menggeleng, meskipun Hafiz tak bisa melihatnya. Ia ingin menjelaskan, tetapi kata-kata terasa begitu sulit untuk dirangkai, "Bukan salahmu, Hafiz. Mungkin saja, Aku merasa ada sesuatu yang salah, tapi aku tidak tahu bagaimana mengatasinya."

Hafiz tak langsung membalasnya. Pesan Zahra mungkin membuatnya berpikir lebih lama. Ketika akhirnya pesan itu datang, Zahra membacanya dengan hati yang berdebar.

"Zahra, aku mengerti. Mungkin kita terlalu cepat untukmu. Kalau kamu merasa perlu waktu, aku akan menunggu. Dan nggak mau membuatmu merasa tertekan."

Pesan itu membuat mata Zahra berkaca-kaca. Perhatian Hafiz adalah sesuatu yang ia butuhkan, tetapi di saat yang sama, itu juga menjadi sumber kegelisahannya. Ia tak ingin menyakiti Hafiz, tetapi ia juga tak ingin melukai prinsip yang selama ini ia pegang.

Dalam hatinya, Zahra teringat akan sebuah ayat, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32). Ayat itu seperti tamparan bagi Zahra, mengingatkannya bahwa perasaan hangat yang ia rasakan bisa saja membawa pada sesuatu yang keliru.

Zahra kembali mengetik, "Hafiz, aku hanya takut kita melangkah terlalu jauh. Aku tidak ingin melakukan sesuatu yang nantinya akan aku sesali."

Balasan Hafiz datang dengan cepat, "Aku paham, Zahra. Aku janji, aku nggak akan memaksakan apa pun. Tapi aku juga nggak bisa memungkiri kalau aku merasa ada sesuatu yang spesial di antara kita."

Hati Zahra semakin gelisah. Perasaan itu memang ada, tetapi rasa bersalah yang tertanam dalam dirinya semakin besar. Ia menatap layar ponsel untuk waktu yang lama, mencoba mencari jawaban dalam pikirannya sendiri. Namun, semakin ia mencari, semakin ia merasa hilang.

Ketika akhirnya ia menutup percakapan, Zahra merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Rasa bersalah itu kini tak lagi sekadar bisikan kecil; ia telah menjadi suara yang lantang, mengingatkannya setiap saat.

---

Keesokan harinya, Zahra mencoba mengalihkan pikirannya dengan membaca buku. Namun, pikirannya terus melayang kembali pada Hafiz. Kata-kata Hafiz, perhatian Hafiz, semuanya begitu sulit untuk diabaikan.

Ibunya tiba-tiba masuk ke kamar, memandang Zahra dengan tatapan penuh perhatian, "Zahra, kamu baik-baik saja? Belakangan ini kamu terlihat sering melamun."

Zahra terkejut, tetapi ia segera menyembunyikan kegelisahannya, "Aku baik-baik saja, Bu. Mungkin saya hanya terlalu banyak berpikir soal pelajaran."

Ibunya mengangguk, tetapi Zahra tahu bahwa ibunya belum sepenuhnya percaya. Zahra merasa bersalah karena harus menyembunyikan apa yang sebenarnya ia rasakan, tetapi ia tahu bahwa ini bukan sesuatu yang bisa ia ceritakan dengan mudah.

Setelah ibunya pergi, Zahra kembali merenung. Ia tahu bahwa ia harus membuat keputusan, tetapi keputusan itu terasa begitu sulit. Apakah ia harus menjauh dari Hafiz? Tetapi bagaimana jika ia menyakiti Hafiz dengan keputusan itu?

Di tengah kegelisahannya, Zahra mengingat sebuah kata-kata yang pernah ia dengar, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Talaq: 2-3).

Ayat itu memberikan sedikit ketenangan pada hati Zahra. Ia menyadari bahwa mungkin ia terlalu banyak berpikir, terlalu banyak mengandalkan dirinya sendiri tanpa mengingat bahwa ada kekuatan yang lebih besar yang selalu siap menuntun jalannya.

Zahra akhirnya mengambil ponselnya lagi, tetapi kali ini bukan untuk menghubungi Hafiz. Ia membuka aplikasi Quran, membaca beberapa ayat yang ia yakini bisa memberikan ketenangan. Setiap ayat yang ia baca terasa seperti pelukan hangat yang membantunya menghadapi rasa bersalah yang terus menghantui.

Namun, Zahra tahu, membaca saja tidak cukup. Ia harus mengambil tindakan nyata untuk menjaga batasan yang selama ini ia yakini. Tetapi sebelum ia sempat membuat keputusan itu, sebuah pesan dari Hafiz masuk ke ponselnya.

"Zahra, aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Kalau kamu butuh waktu, aku akan mengerti."

Zahra menatap pesan itu lama. Ia tahu Hafiz tulus, tetapi ia juga tahu bahwa percakapan ini tidak bisa terus berlanjut seperti ini. Dengan hati yang berat, ia mengetik balasan yang singkat, "Hafiz, aku butuh waktu untuk berpikir."

Namun, Zahra belum siap untuk mengirim pesan itu. Tangannya bergetar, dan pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Apakah Hafiz akan mengerti? Ataukah ini akan menjadi akhir dari hubungan mereka yang bahkan belum dimulai sepenuhnya?

Dengan hati yang penuh keraguan, Zahra akhirnya menekan tombol kirim. Ia menunggu balasan dengan napas yang tertahan, tetapi tak ada yang datang. Detik-detik terasa seperti menit, dan menit terasa seperti jam. Hingga akhirnya, layar ponselnya tetap gelap.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 22

    Hafiz duduk sendirian di kamarnya, matanya terpaku pada layar ponsel yang bergetar di tangannya. Pesan dari Zahra yang baru saja mengungkapkan kehamilannya masih terngiang-ngiang di kepalanya. Ia tahu tanggung jawab yang kini terjatuh di pundaknya, namun ketakutan akan reaksi keluarganya membuatnya ragu untuk mengambil langkah pertama."Apakah aku siap untuk ini?" gumam Hafiz dalam hati, merasa beban yang semakin berat setiap harinya.Pikirannya dipenuhi oleh berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Ia membayangkan wajah ibunya yang penuh kasih dan ayahnya yang tegas, namun bayangan kegagalan dan kekecewaan mereka membuatnya merasa terjebak dalam dilema yang tak mudah.Hafiz menatap foto keluarganya yang terpajang di meja belajar. Senyum bahagia mereka saat liburan terakhir masih jelas teringat. Ia tahu bahwa keluarganya selalu menjadi sumber kekuatan dan dukungan, namun sekarang ia merasa dirinya tidak mampu memenuhi harapan mereka."Tidak bisa te

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 21

    Zahra merasakan detak jantungnya semakin cepat seiring waktu berlalu. Panggilan dari orang tuanya tidak datang dengan cepat, dan setiap menit terasa seperti jam. Akhirnya, suara langkah kaki terdengar mendekat, diikuti oleh pintu yang terbuka perlahan. Ibunya masuk terlebih dahulu, diikuti oleh ayahnya. Ekspresi wajah mereka menunjukkan keprihatinan yang mendalam. "Ibu, Ayah, ada apa?" tanya Zahra, mencoba menahan kecemasannya. Ibunya duduk di sofa, mengambil napas dalam sebelum berbicara. "Zahra, kami tahu bahwa ada sesuatu yang kamu simpan dari kami. Kami ingin kamu terbuka sekarang." Zahra menunduk, merasakan tekanan berat di dada. "Aku... aku tidak tahu harus berkata apa." Ayahnya duduk di sebelah ibunya, matanya tajam menatap putrinya. "Kamu tahu betapa kami peduli padamu. Jangan biarkan rahasia ini merusak hubungan kita." Zahra menghela napas panjan

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 20

    Setelah kabar tentang kehamilan Zahra tersebar, sekolah menjadi sangat berbeda. Di setiap lorong, di ruang kelas, dan di kantin, bisikan-bisikan terdengar di mana-mana. Semua orang seolah-olah memiliki pendapat mereka sendiri tentang apa yang terjadi, dan hampir tidak ada yang peduli untuk mengetahui kebenaran dari sisi Zahra. Beberapa teman-temannya mengejek, beberapa menghindari, dan yang lainnya hanya bisa menatapnya dengan penuh kasihan.Zahra, yang biasanya merasa percaya diri di tengah-tengah teman-temannya, kini merasa terasing. Setiap kali dia melangkah di koridor, dia bisa merasakan tatapan tajam yang jatuh padanya. Seolah-olah setiap langkah yang dia ambil penuh dengan penilaian, setiap helaan napasnya disorot dengan sinisme yang tak bisa dihindari.Ia berjalan melewati kelompok teman sekelasnya, dan mereka berhenti berbicara. Beberapa dari mereka mengalihkan pandangan, sementara yang lainnya tampak terbata-bata, mencoba mencari kata-kata yang t

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 19

    Zahra merasakan tubuhnya semakin lemah saat duduk di bangku kelas. Kepalanya berputar-putar, dan meskipun ia berusaha untuk tetap fokus pada pelajaran yang sedang diajarkan, pikirannya terus melayang. Setiap napas yang dihirupnya terasa semakin berat. Namun, Zahra mencoba untuk tidak menunjukkan ketidaknyamanannya, takut jika orang lain mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.Satu jam berlalu, dan semakin lama, tubuh Zahra terasa semakin tidak terkendali. Tiba-tiba, perasaan pusing yang sangat hebat datang, dan dalam sekejap, Zahra terjatuh dari bangkunya. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan keras, dan suara benturan itu langsung memecah keheningan ruang kelas. Semua mata langsung tertuju pada Zahra yang tergeletak di lantai, tak bergerak."Aduh! Zahra!" seru Aisyah, yang duduk tak jauh dari Zahra, segera berlari menuju sahabatnya. Ia menunduk, mencoba memeriksa keadaan Zahra, tetapi ia merasa cemas saat melihat wajah Zahra yang pucat dan tubuhnya yang kaku.S

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 18

    Zahra berjalan gontai menuju kelas, merasa pusing setiap kali langkahnya menginjak lantai. Sejak beberapa hari terakhir, pusing yang tak kunjung hilang membuatnya sulit berkonsentrasi. Tubuhnya terasa lemah, dan mual yang datang begitu mendalam hampir membuatnya tak sanggup bertahan. Namun, Zahra berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan rasa sakit itu. Dia tidak ingin dianggap lemah, tidak ingin ada yang tahu bahwa sesuatu yang besar tengah terjadi pada dirinya. Hari demi hari, dia mulai merasa semakin terjebak. Setiap kali menatap cermin, Zahra merasa melihat perubahan yang semakin jelas. Tubuhnya yang dulu tegap kini terlihat lebih kurus, wajahnya semakin pucat, dan matanya tampak lelah. Meski demikian, dia berusaha tersenyum kepada teman-temannya, berharap mereka tidak melihat tanda-tanda yang semakin jelas. Tetapi, dia tahu, tak ada lagi yang bisa ia sembunyikan. Ketika bel berbunyi, menandakan pergantian jam pelajaran, Zahra duduk di bangkunya, berusaha menahan gejala-gejal

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 17

    Hafiz menatap layar ponselnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Pesan dari Zahra masih terbuka di hadapannya, tetapi kali ini, dia merasa lebih sulit untuk menanggapinya. Perasaannya tidak lagi ringan seperti dulu, ketika hubungan mereka baru dimulai. Semua terasa lebih rumit, lebih berat, dan dia tidak tahu bagaimana harus meresponsnya."Aku tak tahu harus bagaimana, Hafiz. Aku butuh bantuanmu," begitulah isi pesan terakhir Zahra.Perasaan bersalah menggelayuti dirinya. Bagaimana dia bisa mengabaikan pesan itu? Bukankah dia seharusnya berada di samping Zahra sekarang, memberikan dukungan, bukan terperangkap dalam kebingungannya sendiri?Hafiz menggenggam ponselnya lebih erat, berpikir keras. Pertemuan pertama mereka begitu sederhana. Senyum Zahra, canda tawa mereka, semuanya terasa seperti permainan yang menyenangkan. Namun, saat kenyataan datang dengan segala kompleksitasnya, semuanya berubah. Zahra hamil. Dan itu adalah kenyataan yang tidak bisa mere

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status