Zahra, siswi teladan di sekolah agama, menghadapi kenyataan pahit saat kehamilan di luar nikah mengguncang hidupnya. Dihadapkan pada rasa malu, penghakiman, dan penolakan, ia berjuang menemukan jalan menuju pengampunan dan kembali bangkit di tengah badai dosa dan tekanan lingkungan. "Mampukah ia memperbaiki diri di dunia yang sulit yang kejam ini?"
Lihat lebih banyak"Ketika nama baikmu menjadi cahaya di mata orang lain, pastikan hatimu tetap bercahaya di mata Tuhan."
--- Langkah kaki Zahra terasa ringan ketika ia memasuki aula besar. Suara lantunan doa dan bacaan Al-Qur'an menggema, membangun suasana tenang yang menyelimuti ruangan. Zahra menatap sekeliling, menyapa beberapa teman dengan senyuman kecil sebelum mengambil tempat di barisan depan. "Zahra, seperti biasa, selalu tepat waktu," bisik Aisyah, sahabat terdekatnya, sambil melirik arloji. "Aku hanya mencoba menjaga amanah," jawab Zahra singkat, dengan senyum tipis. Di hadapan mereka, seorang ustaz mulai memberikan materi tentang pentingnya menjaga hati dan niat dalam setiap perbuatan. Zahra mendengarkan dengan saksama, mencatat setiap kalimat yang dirasa penting. Baginya, setiap pelajaran di tempat itu adalah pijakan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, ada sesuatu yang mengusik perhatian Zahra hari itu. Di barisan belakang, ia menangkap sosok Hafiz. Tatapannya sesekali tertuju ke arahnya. Zahra mencoba mengabaikannya, tetapi perasaan tak nyaman itu sulit ia abaikan. Setelah sesi selesai, Aisyah menarik tangan Zahra, "Aku lihat Hafiz sering menatapmu akhir-akhir ini. Ada apa?" "Tidak ada apa-apa," jawab Zahra cepat, "Mungkin hanya kebetulan." Aisyah mengangkat alis, menunjukkan ketidakpercayaannya.l, "Kau yakin? Hafiz itu anak yang dikenal baik, tapi dia bukan tipe orang yang memandang orang lain tanpa alasan." Zahra hanya tersenyum kecil dan mengalihkan pembicaraan, "Sudah, ayo kita ke perpustakaan. Ada tugas yang harus kita selesaikan." --- Beberapa hari berlalu, Zahra kembali sibuk dengan rutinitasnya. Namun, kehadiran Hafiz mulai terasa lebih sering. Ia bukan hanya muncul di tempat-tempat yang Zahra datangi, tetapi juga mulai menyapanya dengan cara yang lebih personal. "Zahra, kau selalu membawa buku itu, ya?" Hafiz mendekati Zahra yang sedang duduk di taman, sambil menunjuk kitab yang ada di tangannya. "Ya, aku suka membacanya untuk menguatkan hati," jawab Zahra singkat, tanpa menatapnya langsung. Hafiz tersenyum, "Aku juga suka buku itu. Bagian mana yang paling kau sukai?" Zahra akhirnya menoleh. Ia ragu sejenak sebelum menjawab, "Bagian tentang pengendalian diri. Itu selalu menjadi pengingat untukku." "Pengendalian diri memang sulit," kata Hafiz sambil menundukkan pandangannya, "Kadang, kita tahu yang benar, tapi tetap saja sulit untuk melakukannya." Zahra mengangguk kecil, "Karena itu kita harus terus belajar." Percakapan mereka berakhir ketika Zahra berdiri dan berpamiran untuk pergi. Namun, saat ia berjalan menjauh, ada perasaan aneh yang mulai tumbuh. --- Malam itu, Zahra merenung di kamarnya. Ia memegang buku favoritnya, tetapi pikirannya tidak bisa fokus. Percakapan dengan Hafiz terus terulang di kepalanya. "Apa maksud dia berbicara seperti itu?" gumamnya. Zahra mencoba mengusir pikiran itu dengan membuka halaman baru di buku yang ia baca. Namun, matanya justru tertuju pada sebuah kalimat: "Hati yang bersih adalah hati yang tidak mudah goyah oleh hal-hal yang tidak memiliki tujuan."_ Kalimat itu seolah menjadi peringatan baginya. Ia menutup buku itu dengan cepat dan memutuskan untuk berdoa, meminta ketenangan. --- Keesokan harinya, Zahra kembali menjalani rutinitas seperti biasa. Namun, kali ini, Hafiz menghampirinya dengan keberanian yang lebih besar. "Zahra, boleh aku bicara sebentar?" tanyanya dengan nada serius. Zahra mengerutkan kening, "Tentu, ada apa?" Hafiz menghela napas, seolah mencoba menyusun kata-katanya, "Aku... ingin meminta maaf jika aku membuatmu tidak nyaman belakangan ini." Zahra terdiam sejenak, tidak tahu harus merespons apa, "Tidak apa-apa. Aku tidak merasa terganggu." "Aku hanya ingin kau tahu," lanjut Hafiz, "Aku benar-benar menghargai dirimu. Kau adalah contoh bagi banyak orang di sini, termasuk aku." Zahra merasa wajahnya memerah. Ia tidak tahu harus berkata apa. Kata-kata Hafiz terasa tulus, tetapi ada sesuatu di baliknya yang membuatnya merasa waspada. "Terima kasih," jawab Zahra singkat, sebelum beranjak pergi. --- Hari-hari berikutnya, interaksi antara mereka semakin sering terjadi. Hafiz tidak pernah melewati batas, tetapi kehadirannya yang konstan mulai memengaruhi Zahra. Di satu sisi, ia merasa bahwa Hafiz memiliki niat baik, tetapi di sisi lain, ia takut akan tumbuhnya perasaan yang tidak semestinya. "Zahra, kau terlihat gelisah akhir-akhir ini," kata Aisyah suatu hari. "Aku baik-baik saja," jawab Zahra, berusaha meyakinkan. Namun, Aisyah tidak mudah percaya, "Kalau ada sesuatu, kamu bisa cerita padaku. Jangan simpan sendiri, ya?" Zahra hanya mengangguk, tetapi ia tahu bahwa apa yang sedang ia rasakan adalah sesuatu yang sulit diungkapkan. --- Malam itu, Zahra duduk sendiri di sudut ruang baca. Ia membuka buku catatannya dan mulai menulis. Kata-kata yang keluar mencerminkan kebingungan yang ia rasakan: "Apakah salah jika aku mulai merasa ada seseorang yang istimewa di hatiku? Tapi bagaimana jika perasaan itu membawa aku jauh dari jalan yang seharusnya?" Ia menutup buku itu dengan cepat, seolah takut orang lain akan membaca isinya. Namun, saat ia hendak pergi, suara Hafiz terdengar dari belakang. "Zahra, apa yang kau tulis?" tanyanya dengan nada penasaran. Zahra terkejut dan buru-buru menyembunyikan buku itu di belakang punggungnya. "Tidak ada. Hanya catatan biasa." Hafiz tersenyum tipis, "Kau selalu penuh misteri." Zahra merasa jantungnya berdebar kencang. Ia ingin segera pergi, tetapi Hafiz berkata dengan nada yang lebih serius. "Zahra, ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu. Ini tentang kita." Kalimat itu membuat Zahra terdiam. Kata-kata Hafiz menggantung di udara, meninggalkan pertanyaan besar yang menghantui pikirannya.Hafiz duduk sendirian di kamarnya, matanya terpaku pada layar ponsel yang bergetar di tangannya. Pesan dari Zahra yang baru saja mengungkapkan kehamilannya masih terngiang-ngiang di kepalanya. Ia tahu tanggung jawab yang kini terjatuh di pundaknya, namun ketakutan akan reaksi keluarganya membuatnya ragu untuk mengambil langkah pertama."Apakah aku siap untuk ini?" gumam Hafiz dalam hati, merasa beban yang semakin berat setiap harinya.Pikirannya dipenuhi oleh berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Ia membayangkan wajah ibunya yang penuh kasih dan ayahnya yang tegas, namun bayangan kegagalan dan kekecewaan mereka membuatnya merasa terjebak dalam dilema yang tak mudah.Hafiz menatap foto keluarganya yang terpajang di meja belajar. Senyum bahagia mereka saat liburan terakhir masih jelas teringat. Ia tahu bahwa keluarganya selalu menjadi sumber kekuatan dan dukungan, namun sekarang ia merasa dirinya tidak mampu memenuhi harapan mereka."Tidak bisa te
Zahra merasakan detak jantungnya semakin cepat seiring waktu berlalu. Panggilan dari orang tuanya tidak datang dengan cepat, dan setiap menit terasa seperti jam. Akhirnya, suara langkah kaki terdengar mendekat, diikuti oleh pintu yang terbuka perlahan. Ibunya masuk terlebih dahulu, diikuti oleh ayahnya. Ekspresi wajah mereka menunjukkan keprihatinan yang mendalam. "Ibu, Ayah, ada apa?" tanya Zahra, mencoba menahan kecemasannya. Ibunya duduk di sofa, mengambil napas dalam sebelum berbicara. "Zahra, kami tahu bahwa ada sesuatu yang kamu simpan dari kami. Kami ingin kamu terbuka sekarang." Zahra menunduk, merasakan tekanan berat di dada. "Aku... aku tidak tahu harus berkata apa." Ayahnya duduk di sebelah ibunya, matanya tajam menatap putrinya. "Kamu tahu betapa kami peduli padamu. Jangan biarkan rahasia ini merusak hubungan kita." Zahra menghela napas panjan
Setelah kabar tentang kehamilan Zahra tersebar, sekolah menjadi sangat berbeda. Di setiap lorong, di ruang kelas, dan di kantin, bisikan-bisikan terdengar di mana-mana. Semua orang seolah-olah memiliki pendapat mereka sendiri tentang apa yang terjadi, dan hampir tidak ada yang peduli untuk mengetahui kebenaran dari sisi Zahra. Beberapa teman-temannya mengejek, beberapa menghindari, dan yang lainnya hanya bisa menatapnya dengan penuh kasihan.Zahra, yang biasanya merasa percaya diri di tengah-tengah teman-temannya, kini merasa terasing. Setiap kali dia melangkah di koridor, dia bisa merasakan tatapan tajam yang jatuh padanya. Seolah-olah setiap langkah yang dia ambil penuh dengan penilaian, setiap helaan napasnya disorot dengan sinisme yang tak bisa dihindari.Ia berjalan melewati kelompok teman sekelasnya, dan mereka berhenti berbicara. Beberapa dari mereka mengalihkan pandangan, sementara yang lainnya tampak terbata-bata, mencoba mencari kata-kata yang t
Zahra merasakan tubuhnya semakin lemah saat duduk di bangku kelas. Kepalanya berputar-putar, dan meskipun ia berusaha untuk tetap fokus pada pelajaran yang sedang diajarkan, pikirannya terus melayang. Setiap napas yang dihirupnya terasa semakin berat. Namun, Zahra mencoba untuk tidak menunjukkan ketidaknyamanannya, takut jika orang lain mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.Satu jam berlalu, dan semakin lama, tubuh Zahra terasa semakin tidak terkendali. Tiba-tiba, perasaan pusing yang sangat hebat datang, dan dalam sekejap, Zahra terjatuh dari bangkunya. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan keras, dan suara benturan itu langsung memecah keheningan ruang kelas. Semua mata langsung tertuju pada Zahra yang tergeletak di lantai, tak bergerak."Aduh! Zahra!" seru Aisyah, yang duduk tak jauh dari Zahra, segera berlari menuju sahabatnya. Ia menunduk, mencoba memeriksa keadaan Zahra, tetapi ia merasa cemas saat melihat wajah Zahra yang pucat dan tubuhnya yang kaku.S
Zahra berjalan gontai menuju kelas, merasa pusing setiap kali langkahnya menginjak lantai. Sejak beberapa hari terakhir, pusing yang tak kunjung hilang membuatnya sulit berkonsentrasi. Tubuhnya terasa lemah, dan mual yang datang begitu mendalam hampir membuatnya tak sanggup bertahan. Namun, Zahra berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan rasa sakit itu. Dia tidak ingin dianggap lemah, tidak ingin ada yang tahu bahwa sesuatu yang besar tengah terjadi pada dirinya. Hari demi hari, dia mulai merasa semakin terjebak. Setiap kali menatap cermin, Zahra merasa melihat perubahan yang semakin jelas. Tubuhnya yang dulu tegap kini terlihat lebih kurus, wajahnya semakin pucat, dan matanya tampak lelah. Meski demikian, dia berusaha tersenyum kepada teman-temannya, berharap mereka tidak melihat tanda-tanda yang semakin jelas. Tetapi, dia tahu, tak ada lagi yang bisa ia sembunyikan. Ketika bel berbunyi, menandakan pergantian jam pelajaran, Zahra duduk di bangkunya, berusaha menahan gejala-gejal
Hafiz menatap layar ponselnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Pesan dari Zahra masih terbuka di hadapannya, tetapi kali ini, dia merasa lebih sulit untuk menanggapinya. Perasaannya tidak lagi ringan seperti dulu, ketika hubungan mereka baru dimulai. Semua terasa lebih rumit, lebih berat, dan dia tidak tahu bagaimana harus meresponsnya."Aku tak tahu harus bagaimana, Hafiz. Aku butuh bantuanmu," begitulah isi pesan terakhir Zahra.Perasaan bersalah menggelayuti dirinya. Bagaimana dia bisa mengabaikan pesan itu? Bukankah dia seharusnya berada di samping Zahra sekarang, memberikan dukungan, bukan terperangkap dalam kebingungannya sendiri?Hafiz menggenggam ponselnya lebih erat, berpikir keras. Pertemuan pertama mereka begitu sederhana. Senyum Zahra, canda tawa mereka, semuanya terasa seperti permainan yang menyenangkan. Namun, saat kenyataan datang dengan segala kompleksitasnya, semuanya berubah. Zahra hamil. Dan itu adalah kenyataan yang tidak bisa mere
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen