Share

bab 7

Penulis: Rahima_Azura
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-23 13:49:01

"Ketika godaan datang, ingatlah bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk menahan diri dan menjaga hati tetap bersih."

Zahra menatap ponselnya dengan perasaan yang berkecamuk. Pesan dari Hafiz masih tertera di layar, meminta pertemuan yang tak terduga. Kata-kata Hafiz terasa lembut tetapi penuh tekanan di saat yang bersamaan.

"Zahra, apa kita bisa bertemu? Saya ingin berbicara lebih banyak denganmu. Saya tahu ini sudah terlambat, tapi… saya merasa kita perlu bicara."

Zahra menggenggam ponselnya erat-erat, ia ragu untuk membalasnya, "Mengapa dia ingin bertemu sekarang? Kenapa dia tidak bisa menunggu?" pikir Zahra. Tapi di sisi lain, ada sesuatu dalam dirinya yang mendorongnya untuk mengatakan "ya."

Setelah beberapa menit dalam keheningan, Zahra akhirnya mengetik pesan balasan, "Kenapa harus sekarang, Hafiz? Bukankah kita bisa membicarakannya lain waktu?"

Hafiz merespons dengan cepat, seolah-olah sudah menunggu balasannya, "Saya hanya merasa ini penting, Zahra. Saya tidak ingin ada yang mengganjal di antara kita."

Zahra terdiam, membaca pesan itu berkali-kali. Ia tahu ada sesuatu yang mendesak dalam nada pesan Hafiz, sesuatu yang membuatnya sulit untuk menolak. Akhirnya, dengan hati yang bimbang, ia mengetik, "Baiklah, tapi hanya sebentar."

Balasan Hafiz datang hampir seketika, "Terima kasih, Zahra. Saya janji ini tidak akan lama."

---

Ketika Zahra keluar rumah malam itu, langkahnya terasa berat. Setiap langkah seolah disertai dengan pikiran-pikiran yang menghantui, "Apa yang sedang aku lakukan sekarang? Apakah ini benar? Bagaimana jika ini adalah kesalahan besar?"

Namun, di balik semua keraguan itu, ada dorongan kuat yang membuatnya terus berjalan. Ia tahu bahwa keputusan ini mungkin membawa konsekuensi, tetapi ia juga tak bisa mengabaikan keinginannya untuk bertemu Hafiz.

Setelah beberapa saat, ia melihat Hafiz berdiri di kejauhan. Wajahnya tampak lega saat melihat Zahra datang, tetapi ada juga keraguan yang samar di matanya.

"Zahra, terima kasih sudah mau datang," kata Hafiz dengan suara pelan.

Zahra mengangguk, mencoba menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun hatinya berdebar kencang, "Apa yang ingin kamu bicarakan, Hafiz?"

Hafiz menghela napas, lalu menatap Zahra dengan serius, "Zahra, saya merasa ada sesuatu yang perlu saya ungkapkan. Saya tidak ingin kamu salah paham atau merasa tertekan, tapi... saya tidak bisa menyembunyikan ini lagi."

Zahra terdiam, menunggu kata-kata Hafiz selanjutnya. Ia tahu apa yang akan dikatakan Hafiz, tetapi mendengar langsung darinya adalah hal yang berbeda.

"Saya merasa bahwa diri ini tidak sekedar mengagumi mu Zahra. Namun Saya menyukaimu. Dari ini jatuh cinta padamu," kata Hafiz pada akhirnya. "Saya tahu mungkin ini terlalu cepat, atau mungkin tidak seharusnya saya katakan. Tapi saya tidak bisa membohongi perasaan saya."

Zahra terkejut, meskipun ia sudah menduganya. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi lidahnya terasa kaku.

"Hafiz... Saya tidak tahu harus berkata apa," akhirnya Zahra menjawab dengan suara pelan, "Saya sangat menghargai kejujuranmu itu, tapi ini terlalu berat untuk Saya hadapi sekarang."

Hafiz mengangguk, meskipun ada kekecewaan di raut wajahnya, "Saya mengerti, Zahra. Dan tidak ingin memaksamu atau membuatmu merasa tertekan. Saya hanya ingin kamu tahu apa yang saya rasakan."

Zahra merasa ada sesuatu yang berat di dadanya. Ia tahu bahwa Hafiz tulus, tetapi perasaan bersalah dan takut dalam dirinya terlalu besar untuk diabaikan.

"Hafiz, saya hanya takut," kata Zahra pada akhirnya. "Saya takut ini akan membawa kita ke arah yang salah. dan kita akan melupakan batasan yang seharusnya kita jaga."

Hafiz terdiam sejenak, lalu berkata, "Saya juga takut, Zahra. Tapi saya percaya, selama kita bisa saling mengingatkan, kita tidak akan kehilangan arah."

Kata-kata itu membuat hati Zahra sedikit tenang, tetapi rasa bersalah itu tetap ada. Ia tahu bahwa perasaan ini, seberapa pun tulusnya, bisa membawa mereka pada jalan yang salah jika tidak dikendalikan.

Dalam hatinya, Zahra teringat akan firman Allah: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32). Ayat itu seperti alarm yang mengingatkannya untuk berhati-hati.

Zahra menunduk, lalu berkata, "Hafiz, saya tidak ingin melukai perasaanmu. Tapi saya juga tidak ingin kita melangkah terlalu jauh. Saya butuh waktu untuk memikirkan semua ini."

Hafiz tersenyum tipis, meskipun senyum itu tampak dipaksakan, "Saya mengerti, Zahra. Saya tidak akan mendesakmu. Saya hanya ingin kamu tahu bahwa saya ada di sini untukmu."

Zahra mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi dengan keraguan. Ia merasa lega karena Hafiz mengerti, tetapi ia juga tahu bahwa ini bukan akhir dari masalah mereka.

Ketika mereka berpisah malam itu, Zahra berjalan pulang dengan perasaan campur aduk. Ia merasa lega karena bisa jujur pada Hafiz, tetapi ia juga merasa takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Di dalam hatinya, Zahra berdoa, berharap agar Allah memberinya petunjuk. Ia tahu bahwa keputusan ini bukanlah keputusan yang mudah, tetapi ia percaya bahwa dengan iman dan kesabaran, ia akan menemukan jalan yang benar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 22

    Hafiz duduk sendirian di kamarnya, matanya terpaku pada layar ponsel yang bergetar di tangannya. Pesan dari Zahra yang baru saja mengungkapkan kehamilannya masih terngiang-ngiang di kepalanya. Ia tahu tanggung jawab yang kini terjatuh di pundaknya, namun ketakutan akan reaksi keluarganya membuatnya ragu untuk mengambil langkah pertama."Apakah aku siap untuk ini?" gumam Hafiz dalam hati, merasa beban yang semakin berat setiap harinya.Pikirannya dipenuhi oleh berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Ia membayangkan wajah ibunya yang penuh kasih dan ayahnya yang tegas, namun bayangan kegagalan dan kekecewaan mereka membuatnya merasa terjebak dalam dilema yang tak mudah.Hafiz menatap foto keluarganya yang terpajang di meja belajar. Senyum bahagia mereka saat liburan terakhir masih jelas teringat. Ia tahu bahwa keluarganya selalu menjadi sumber kekuatan dan dukungan, namun sekarang ia merasa dirinya tidak mampu memenuhi harapan mereka."Tidak bisa te

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 21

    Zahra merasakan detak jantungnya semakin cepat seiring waktu berlalu. Panggilan dari orang tuanya tidak datang dengan cepat, dan setiap menit terasa seperti jam. Akhirnya, suara langkah kaki terdengar mendekat, diikuti oleh pintu yang terbuka perlahan. Ibunya masuk terlebih dahulu, diikuti oleh ayahnya. Ekspresi wajah mereka menunjukkan keprihatinan yang mendalam. "Ibu, Ayah, ada apa?" tanya Zahra, mencoba menahan kecemasannya. Ibunya duduk di sofa, mengambil napas dalam sebelum berbicara. "Zahra, kami tahu bahwa ada sesuatu yang kamu simpan dari kami. Kami ingin kamu terbuka sekarang." Zahra menunduk, merasakan tekanan berat di dada. "Aku... aku tidak tahu harus berkata apa." Ayahnya duduk di sebelah ibunya, matanya tajam menatap putrinya. "Kamu tahu betapa kami peduli padamu. Jangan biarkan rahasia ini merusak hubungan kita." Zahra menghela napas panjan

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 20

    Setelah kabar tentang kehamilan Zahra tersebar, sekolah menjadi sangat berbeda. Di setiap lorong, di ruang kelas, dan di kantin, bisikan-bisikan terdengar di mana-mana. Semua orang seolah-olah memiliki pendapat mereka sendiri tentang apa yang terjadi, dan hampir tidak ada yang peduli untuk mengetahui kebenaran dari sisi Zahra. Beberapa teman-temannya mengejek, beberapa menghindari, dan yang lainnya hanya bisa menatapnya dengan penuh kasihan.Zahra, yang biasanya merasa percaya diri di tengah-tengah teman-temannya, kini merasa terasing. Setiap kali dia melangkah di koridor, dia bisa merasakan tatapan tajam yang jatuh padanya. Seolah-olah setiap langkah yang dia ambil penuh dengan penilaian, setiap helaan napasnya disorot dengan sinisme yang tak bisa dihindari.Ia berjalan melewati kelompok teman sekelasnya, dan mereka berhenti berbicara. Beberapa dari mereka mengalihkan pandangan, sementara yang lainnya tampak terbata-bata, mencoba mencari kata-kata yang t

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 19

    Zahra merasakan tubuhnya semakin lemah saat duduk di bangku kelas. Kepalanya berputar-putar, dan meskipun ia berusaha untuk tetap fokus pada pelajaran yang sedang diajarkan, pikirannya terus melayang. Setiap napas yang dihirupnya terasa semakin berat. Namun, Zahra mencoba untuk tidak menunjukkan ketidaknyamanannya, takut jika orang lain mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.Satu jam berlalu, dan semakin lama, tubuh Zahra terasa semakin tidak terkendali. Tiba-tiba, perasaan pusing yang sangat hebat datang, dan dalam sekejap, Zahra terjatuh dari bangkunya. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan keras, dan suara benturan itu langsung memecah keheningan ruang kelas. Semua mata langsung tertuju pada Zahra yang tergeletak di lantai, tak bergerak."Aduh! Zahra!" seru Aisyah, yang duduk tak jauh dari Zahra, segera berlari menuju sahabatnya. Ia menunduk, mencoba memeriksa keadaan Zahra, tetapi ia merasa cemas saat melihat wajah Zahra yang pucat dan tubuhnya yang kaku.S

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 18

    Zahra berjalan gontai menuju kelas, merasa pusing setiap kali langkahnya menginjak lantai. Sejak beberapa hari terakhir, pusing yang tak kunjung hilang membuatnya sulit berkonsentrasi. Tubuhnya terasa lemah, dan mual yang datang begitu mendalam hampir membuatnya tak sanggup bertahan. Namun, Zahra berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan rasa sakit itu. Dia tidak ingin dianggap lemah, tidak ingin ada yang tahu bahwa sesuatu yang besar tengah terjadi pada dirinya. Hari demi hari, dia mulai merasa semakin terjebak. Setiap kali menatap cermin, Zahra merasa melihat perubahan yang semakin jelas. Tubuhnya yang dulu tegap kini terlihat lebih kurus, wajahnya semakin pucat, dan matanya tampak lelah. Meski demikian, dia berusaha tersenyum kepada teman-temannya, berharap mereka tidak melihat tanda-tanda yang semakin jelas. Tetapi, dia tahu, tak ada lagi yang bisa ia sembunyikan. Ketika bel berbunyi, menandakan pergantian jam pelajaran, Zahra duduk di bangkunya, berusaha menahan gejala-gejal

  • Cinta yang Membawa Luka   Bab 17

    Hafiz menatap layar ponselnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Pesan dari Zahra masih terbuka di hadapannya, tetapi kali ini, dia merasa lebih sulit untuk menanggapinya. Perasaannya tidak lagi ringan seperti dulu, ketika hubungan mereka baru dimulai. Semua terasa lebih rumit, lebih berat, dan dia tidak tahu bagaimana harus meresponsnya."Aku tak tahu harus bagaimana, Hafiz. Aku butuh bantuanmu," begitulah isi pesan terakhir Zahra.Perasaan bersalah menggelayuti dirinya. Bagaimana dia bisa mengabaikan pesan itu? Bukankah dia seharusnya berada di samping Zahra sekarang, memberikan dukungan, bukan terperangkap dalam kebingungannya sendiri?Hafiz menggenggam ponselnya lebih erat, berpikir keras. Pertemuan pertama mereka begitu sederhana. Senyum Zahra, canda tawa mereka, semuanya terasa seperti permainan yang menyenangkan. Namun, saat kenyataan datang dengan segala kompleksitasnya, semuanya berubah. Zahra hamil. Dan itu adalah kenyataan yang tidak bisa mere

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status