Share

Bab 2

Author: Honta
Saat polisi datang menenangkan keluarga pasien yang membuat keributan, mereka melihatku tergeletak tak berdaya di depan ruang ICU, tubuh berlumuran darah.

Mereka sontak terkejut.

“Dokter! Mana dokter?!” teriak seorang polisi panik.

“Di sini ada ibu hamil terluka parah, kenapa nggak ada yang menolongnya!”

Saat itu, sekujur tubuhku terasa dingin, seolah sudah berada di ambang kematian.

Elvano melangkah keluar dari ruang ICU dengan langkah santai, penuh keyakinan.

“Nggak perlu pedulikan dia, Pak. Dia cuma akting. Pura-pura pingsan untuk cari perhatian. Kalau nggak, kenapa dia jatuh tepat di depanku?”

Polisi menatapnya tak percaya.

“Aku seorang penyidik senior. Dia mengeluarkan banyak darah. Aku tentu bisa membedakan mana darah asli atau bukan!”

Suara keras polisi menggema di Lorong. Orang-orang mulai berkumpul menonton drama tragis ini.

Elvano jelas tak suka dirinya menjadi tontonan.

Tanpa pikir panjang, dia menendang perutku yang sudah tak lagi sanggup merasakan sakit.

“Bangun, Aruna! Polisi sudah datang, apa kamu nggak malu, hah? Mau sampai kapan kamu bersandiwara?”

Tanganku refleks memeluk perutku meski tubuhku sudah lemas karena kehilangan banyak darah. Dalam kesadaran yang kabur, aku bahkan lupa... luka tusukan ini kuterima karena menggantikan Maira. Dan kini… anakku pasti sudah tiada.

Aku tersungkur ke lantai. Seseorang segera menolongku.

“Ya Tuhan! Bukannya ini Dokter Aruna? Cepat, selamatkan dia!” ucapnya sembari menutup mulut seolah tak percaya.

“Direktur Elvano, dia ‘kan istrimu!”

Namun, Elvano tetap tak bergeming. Dia hanya tertawa sinis.

“Aruna, Aruna… banyak juga figuran yang kamu bawa! Apa uang Keluarga Wiratama harus kamu hamburkan begini?”

Bersandar pada dinding yang dingin, aku menutup mata dengan putus asa.

Elvano… tahukah kamu kalau anak kita sudah tiada?

Kalau aku bisa bertahan kali ini… seumur hidup aku tak ingin lagi bertemu denganmu.

Di sisi lain, polisi terus membujuk, memintanya mengizinkan tim medis menolongku. Tapi Elvano keras kepala, bahkan menuduh polisi sebagai orang suruhanku.

Polisi pun naik pitam, mengeluarkan ponsel dan hendak menghubungi rumah sakit lain.

Tepat saat itu, Maira muncul.

“Kak Aruna, apa kamu nggak malu? Menghabiskan tenaga medis dan polisi hanya untuk drama semacam ini. Sudahlah, Kak. Bangunlah. Aku bisa kok memberimu maaf.”

Elvano menatap Maira penuh kelembutan.

“Kamu terlalu baik, Maira. Nggak perlu buang waktu meladeni dia.”

Tiba-tiba, wajahnya berubah dingin. Dia memanggil security.

“Security! Seret wanita ini ke gudang. Tanpa izinku, jangan ada yang buka pintu!”

Polisi sontak protes.

“Nggak bisa! Tindakanmu ini sudah masuk ranah pidana. Itu penyekapan!”

Elvano tak peduli.

“Penyekapan? Dia istriku. Aku hanya mendidiknya karena sudah keterlaluan.”

Dua satpam menyeretku dengan kasar. Rasa sakit akibat luka yang robek membuatku menjerit kesakitan.

Saat itu, Livia, sahabat sekaligus dokter dari rumah sakit lain, datang tergesa-gesa setelah menerima telepon dari polisi.

Begitu melihat pisau buah yang masih tertancap di perutku, air matanya jatuh.

“Kamu gila, Elvano! Kamu benar-benar ingin membiarkannya mati, hah!”

Livia segera memeriksa kondisiku, lalu memanggil tim medis untuk membawaku ke ranjang darurat.

Aku sedikit lega… tapi Elvano kembali menghalangi.

“Dia nggak boleh pergi! Dia sudah melukai Maira dan belum minta maaf!”

Livia melirik Maira, yang wajahnya segar bugar tanpa luka. Kemarahannya langsung meledak. Mereka berdua pun bersitegang, suara pertengkaran memenuhi lorong.

Aku hanya bisa berbaring, hatiku sudah mati rasa.

Elvano… tujuh tahun menikah, tak bisakah kita berpisah secara baik-baik?

Haruskah aku kehilangan anak dan nyawaku?

Tiba-tiba, bayangan gelap tepat berada di depanku.

Elvano melangkah mendekat, wajahnya penuh ejekan.

“Baiklah, kalau kalian masih nggak percaya… aku akan buktikan! Kalian akan tahu, apakah perutnya benar-benar tertusuk, atau hanya kantong darah murahan!”

Senyum sinis menghiasi wajahnya.

“Aruna, aku sudah memberimu banyak kesempatan. Tapi kamu malah menolak… sekarang lihat akibatnya!”

Tangannya terulur, menggenggam gagang pisau yang masih menancapdi perutku… bersiap mencabutnya dengan paksa.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang Telah Menjadi Masa Lalu   Bab 9

    Mendengar semua itu, aku merasa lega.Maira… dia bukan hanya mencelakai nenek, tapi juga membunuh anakku. Bahkan menyeret dua pasien tak berdosa ke liang lahat.Empat nyawa!Seandainya dia mati seribu kali pun, rasanya takkan cukup untuk menebus semua dosa itu.Namun, aku tak mau larut. Aku takkan membiarkan hal ini menggangguku terlalu lama. Fokusku kembali ke dunia medis, menimba ilmu, dan memperbaiki diri.Namun, setengah tahun kemudian… angin tak lagi tenang.Elvano tiba-tiba muncul kembali di hadapanku.Saat itu menjelang Natal, aku sedang di supermarket, sibuk mengatur pesta kecil bersama beberapa teman. Di tengah keramaian, matanya langsung berbinar begitu melihatku.Dia berjalan cepat ke arahku. Aku tidak lari, apalagi bersembunyi. Karena sejak awal, aku tidak berbuat salah, tidak pernah berhutang padanya.Elvano berhenti satu meter dariku, ragu melangkah lebih dekat.Tubuh tegapnya dulu kini tampak kurus, wajah pucat, sorot matanya redup. Dari pria penuh pesona, dia berubah me

  • Cinta yang Telah Menjadi Masa Lalu   Bab 8

    Maira.Nama itu sudah lama tak terdengar… tapi tak pernah hilang dari ingatanku. Dia yang telah merenggut anakku.Dan sekarang… dia sudah menerima balasannya.Aku menikmatinya dalam diam.Di ujung telepon, Livia menceritakan dengan antusias.“Masih ingat waktu kamu pergi ke luar negeri, polisi sedang memburu Maira?”Aku mengangguk.“Ingat.”Saat itu aku baru saja berhasil mengumpulkan bukti, tapi belum sempat melapor, aku sudah terluka parah dan harus dirawat di rumah sakit. Akhirnya, justru Elvano yang lebih dulu melaporkannya.Livia terkekeh sinis.“Si pelakor itu memang licik. Dia nggak tahan menghadapi tekanan pengejaran polisi, tapi juga nggak mau habiskan sisa hidupnya di penjara. Akhirnya, dia pakai jasa penyelundup buat kabur ke luar negeri.”Sebelum pergi, Maira menjual tiga mobil mewah hadiah dari Elvano. Bertahun-tahun dimanja, membuatnya mengeruk banyak harta. Dia pikir dengan uang itu, hidupnya akan nyaman di negeri asing.Namun siapa sangka? Penyelundup yang dia percaya j

  • Cinta yang Telah Menjadi Masa Lalu   Bab 7

    Orang bilang, mulut orang mabuk selalu berkata jujur.Dulu, mungkin dia pernah menyukaiku. Tapi itu hanya perasaan ringan, seperti angin yang mudah dihempaskan.Cukup dua kalimat dari Maira, dan semuanya lenyap tak berbekas.Ya, aku sakit parah sampai harus dirawat di rumah sakit. Semua karena hasutan Maira.Namun, kalau saja Elvano tak begitu mudah percaya padanya, semua ini takkan terjadi.Mereka… sama busuknya.Aku naik taksi pulang ke vila tempat aku dan Elvano tinggal selama tujuh tahun.Semua barang milikku, aku kemas habis.Sebagian adalah pakaian dan hadiah yang dia berikan di awal pernikahan.Sebagian lagi adalah barang rumah tangga dan perabot yang kusediakan sendiri.Tapi kalau ditanya apa yang benar-benar milikku… hampir tak ada.Aku tak mau membawa apa pun. Aku meminta asisten rumah tangga untuk membakarnya.Benda-benda yang menyimpan kenanganku selama tujuh tahun, pahit maupun manis, biarlah semuanya lenyap dalam satu kobaran api.Sama seperti perasaanku padanya. Terbakar

  • Cinta yang Telah Menjadi Masa Lalu   Bab 6

    Luka yang kuterima waktu itu cukup parah. Aku harus berbaring di rumah sakit hampir dua bulan penuh sebelum akhirnya pulih total.Selama itu, Elvano nyaris meninggalkan semua pekerjaannya hanya demi menjengukku setiap hari.Setiap kali datang, Livia selalu melemparkan sindiran pedas. Anehnya, pria yang biasanya angkuh itu benar-benar menahan diri, hanya untuk bisa melihatku sebentar saja.Sayangnya, aku tak pernah sekalipun membukakan pintu untuknya.Livia tahu betul betapa dulu aku pernah menyukai pria itu. Dia menatapku serius, lalu berkata dengan tegas, “Kalau sampai kamu balikan sama dia, aku akan langsung putus hubungan sama kamu!”Aku hanya tersenyum dan mengangguk.“Tenang saja. Saat tersadar waktu itu, hal pertama yang kulakukan adalah mengajukan cerai.”Livia mengernyit, berdercak kesal.“Tapi lihat caranya… terus datang ke sini tanpa henti. Aku ragu dia mau melepaskanmu dengan mudah.”“Nggak masalah. Kalau dia nggak mau tanda tangan, aku bisa gugat. Ada jalur hukum.”Di rumah

  • Cinta yang Telah Menjadi Masa Lalu   Bab 5

    Elvano menatap seksama, lembar demi lembar bukti lama itu.Semakin dibaca, wajahnya makin kelam, nyaris hitam legam.Saat aku kembali sadar, tubuhku lemah tak berdaya.“Sayang… akhirnya kamu bangun!”Aku menoleh. Elvano duduk di sisi ranjang dengan wajah berbinar penuh bahagia. Dia nyaris tak bisa menahan diri untuk memelukku. Namun pada detik terakhir, lengannya terhenti di udara. Dia hanya berani menggenggam tanganku, itu pun dengan hati-hati.Aku segera menarik tanganku menjauh.“Kenapa? Kecewa karena aku belum mati? Atau… masih ingin membela Maira?”Nada suaraku setajam pisau.Sorot mata Elvano langsung menegang, dipenuhi penyesalan.“Sayang, jangan begini sama aku… aku tahu kamu marah, maki aku sesukamu. Oh iya, kamu lapar? Haus? Atau ada yang sakit?”Jujur… yang paling menyakitkan adalah melihat wajahnya.Dia berdiri, menuangkan air ke dalam gelas. Aku mengernyit jijik. “Sudah cukup. Nggak perlu pura-pura peduli, Elvano. Kita cerai saja.”Tangannya bergetar, air panas tumpah men

  • Cinta yang Telah Menjadi Masa Lalu   Bab 4

    Elvano tersentak, menoleh pada wanita paruh baya itu.“Maaf, Tante… ini salahku, membuat Maira menderita.”Nada suaranya lembut, wajahnya penuh rasa bersalah.Dia berbalik dan kembali menarikku.Tarikan kasar itu membuat jahitan di perutku terbuka lagi, darah hangat merembes membasahi pakaian.Sakit yang tak tertahankan membuatku langsung pingsan.Elvano seakan tak peduli, menyeretku keluar layaknya bangkai anjing.“Aruna, kamu nggak kapok, ya? Bikin drama besar-besaran, ujung-ujungnya nggak ada apa-apa!”“Kalau kamu pikir pura-pura sekarat bisa lolos dari kesalahanmu melukai Maira, kamu naif!”Elvano menertawakanku dengan sinis. Tiba-tiba, Livia muncul setelah berhasil menyiapkan ruang ICU. Melihat apa yang terjadi, wajahnya memerah karena marah.“Elvano! Demi selingkuhanmu, kamu sampai tega mau membunuh istrimu sendiri?”“Coba lihat! Dia berdarah lagi! Kamu buta, ya?”Bentakan itu membuatnya tersentak. Namun, bukannya sadar, dia justru menendang perutku dengan kesal.“Livia, sampai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status