Share

Bab 0011

Author: Jus Strawberi
Setelah Yara pergi, Yudha merasa semakin kesal dan gelisah.

Dia memijat kening dan merasakan rasa panas yang aneh perlahan-lahan muncul dalam hatinya.

Melanie duduk dan bersandar pada Yudha, entah sengaja atau tidak menyenggolkan dadanya pada tubuh Yudha.

"Yudha, jangan tunda lagi perceraiannya."

"Aku dengar dari Bibi Silvia, dia sudah mencarikan kencan buta buat Rara. Katanya Rara juga suka."

Sambil bicara, dia mengamati reaksi Yudha.

Dia tadi memasukkan sesuatu yang menyenangkan ke dalam minuman itu.

Yudha terlalu sibuk dan merasa tidak harus terburu-buru bercerai, tetapi Melanie tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

Jika mereka berdua pergi ke ranjang malam ini, dia punya senjata untuk memaksa Yudha agar segera bercerai.

Yudha merasa kepalanya berdenyut parah. Rasa panas dari di dalam hatinya seakan menyebar ke seluruh tubuh, membuatnya seperti terbakar.

Dalam sekejap, ingatan setahun yang lalu terlintas di depan matanya.

Dia pun paham saat itu juga. Dia dijebak lagi.

Dia melihat minuman di atas meja dan matanya terbayang wanita jalang Yara itu lagi.

Apa yang dia inginkan kali ini?

Memaksa dia berselingkuh, supaya bisa mendapat keuntungan besar dari Perusahaan Lastana?

Dalam kemarahan yang membara, Yudha mendorong Melanie yang menempelkan diri padanya dan melangkah keluar.

Melanie terkejut. Dia membuang martabat dirinya, lalu berlari mengejar dan memeluk Yudha dari belakang.

"Yudha, jangan pergi. Aku bersedia menyerahkan semuanya kepadamu, apa pun itu yang kamu mau."

Yudha mengendalikan diri dengan sisa-sia terakhir akal sehatnya dan memaksa lepas tangan Melanie.

"Aku nggak sepenuhnya sadar saat ini. Aku nggak mau memperlakukan kamu seperti itu."

Dia berjalan dengan langkah lebar dan pergi begitu cepat. Begitu meninggalkan ruang perjamuan, dia memanggil asistennya, Revan.

"Panggil Yara, minta dia pergi ke lantai paling atas."

Revan Liano, asisten utama Yudha, masih ingin bertanya lebih lanjut, tetapi teleponnya sudah ditutup.

Apa yang terjadi?

Seperti ada yang salah dengan suara bosnya.

Yara? Nyonya? Memangnya dia di mana?

Revan dipenuhi rasa khawatir, hingga sesaat kemudian, dia melihat Yara keluar dari gerbang Hotel Royal.

Dia buru-buru keluar dari mobil dan pergi menghentikan wanita itu.

Yara kebingungan. "Dia minta aku pergi ke lantai paling atas?"

"Ya, urusannya mendesak," kata Revan ikut khawatir memikirkan bosnya. "Nyonya, mohon ke sana secepatnya."

Yara dalam hati bertanya-tanya apakah Yudha telah menandatangani kontrak dan ingin membicarakan urusan ini dengannya?

Penuh keraguan, dia dibawa Revan ke tangga khusus di lantai paling atas.

Lantai paling atas Hotel Royal adalah presidential suite yang sangat mewah.

Yara membunyikan bel pintu, tetapi tidak dibukakan.

Dia pun pelan-pelan langsung mendorong pintunya dan mendapati pintunya tidak tertutup.

"Yudha? Aku langsung masuk ya?"

Begitu dia masuk, seluruh tubuhnya seketika ditekan dengan kuat ke pintu.

Tubuh orang itu kuat dan panas menyengat, memerangkapnya dengan erat seperti besi.

Yara pun ketakutan. Dia membuka mulutnya ingin berteriak, tetapi pria di depannya langsung menciumnya.

"Ugh!" Yara cemas dan takut, air mata mengalir deras di wajahnya. Dia memanfaatkan kesempatan itu dan menggigit keras-keras.

Kesakitan, untuk sesaat Yudha melepaskan tubuh lembut itu dari pelukannya.

Dengan pikiran yang masih agak kabur, Yara melihat dengan jelas wajah di depannya. Dia adalah Yudha.

Dia justru semakin tidak percaya. Di sela tangisannya, dia bertanya, "Yudha, kamu gila? Kamu tahu aku siapa?"

Kedua tangan Yudha lalu meraih pinggul Yara dan mengangkatnya.

Yara berusaha mendorong Yudha menjauh. "Lepas! Apa yang salah dalam pikiranmu?"

"Kamu yang memasukkan sesuatu ke dalam minumanku. Bukannya ini keinginanmu sendiri?"

Yudha sudah tidak bisa mengendalikan diri dan menciumnya lagi.

"Nggak ... nggak, bukan aku, bukan ...."

Yara memberontak sekuat tenaga. Dia tidak mau membuat kesalahan yang sama lagi.

Yudha pun melepaskannya, terengah-engah. Suaranya rendah dengan nada membujuk.

"Kalaupun bukan kamu, aku sudah seperti ini. Kamu mau aku pergi ke siapa?"

"Kita belum bercerai. Kamu istriku. Aku cuma minta kamu memenuhi kewajibanmu sebagai seorang istri."

"Yara, sebentar saja."

Dia tidak percaya kata-kata Yara sama sekali. Namun, semuanya sudah terjadi. Dia tidak bisa memikirkan hal-hal lain lagi.

Dia hanya perlu Yara patuh memenuhi permintaannya.

Hari semakin larut.

Malam itu, Yara setengah mati memenuhi segala macam tuntutan Yudha.

Yang dikatakan "sebentar" oleh pria itu nyatanya berlangsung selama tiga jam penuh.

Sampai di akhir, Yara sudah jatuh tertidur.

Ketika Yara bangun keesokan paginya, seluruh tubuhnya sakit seperti baru ditabrak mobil.

Terutama tubuh bagian bawahnya, gerakan sekecil apa pun menimbulkan rasa sakit yang membuat keringat dingin membanjiri punggungnya.

Memar di sekujur tubuhnya menjadi bukti kegilaan pria itu tadi malam.

Bahkan lebih menakutkan dari dua kali sebelumnya.

Sekuat itukah obat tadi malam?

Yara bangkit duduk dengan susah payah dan melihat dokumen di meja samping tempat tidur.

Kata-kata "Perjanjian Perceraian" yang tercetak tebal tampak sangat mencolok.

Dia tersenyum pahit, merasa seperti kain lap kotor yang dibuang setelah selesai dipakai.

Setelah diambil dan dilihat, benar saja, Yudha sudah menandatangani bagian harta dan memberi sebuah rumah untuk Yara.

Perasaan getir berangsur-angsur memuai dalam dirinya, membuatnya kebingungan harus berbuat apa.

Mungkinkah dalam hatinya, dia masih memiliki harapan atas pernikahan ini?

Yara merasa semakin kasihan pada dirinya sendiri.

Hari ini hari Senin, saatnya dia menyerahkan rancangannya kepada Anita.

Dia hanya beres-beres sekenanya dan memasuki lift untuk pergi.

Tak diduganya, dia bertemu Melanie di lobi lantai satu.

Kenangan penuh gairah malam tadi muncul dalam benak Yara. Dalam sekejap, dia merasa sangat malu, merasa tidak pantas menemui Melanie.

Dia menundukkan kepalanya dan ingin menghilang dari sana.

"Rara!" Melanie tentu saja sudah melihatnya sejak lama.

Melihat penampilannya seperti ini, Melanie menggila dilanda cemburu.

Yara menarik kerahnya yang terangkat, mencoba menutupi bekas-bekas di lehernya.

Melanie menariknya ke samping dan tiba-tiba memeluknya.

"Rara, maafkan aku."

Mata Yara membelalak terkejut.

"Tadi malam, mereka memasukkan sesuatu ke dalam minuman Yudha. Aku baru tahu setelahnya. Aku pergi mencari kalian karena takut Yudha di bawah pengaruh obat akan ...."

Mata Yara terbuka, air mata mengalir tanpa suara.

"Rara, aku benar-benar minta maaf. Aku sebenarnya ingin mencegah Yudha. Kami sangat mencintai satu sama lain, aku nggak peduli masalah seperti ini. Tapi Yudha nggak mau. Dia mau menyimpan malam pertama kami untuk hari pernikahan."

Yara hampir tidak kuat berdiri.

Dia harusnya lebih sadar diri.

Dalam hati Yudha, dia adalah penawarnya, sedangkan Melanie adalah permata yang dia jaga dengan hati-hati.

Melanie melepaskan Yara dan akhirnya merasa lebih lega saat melihat wajah pucat Yara.

"Aku benar-benar minta maaf, Rara. Kami janji akan memberi ganti yang setimpal padamu di masa depan."

Yara tidak ingin berkata apa-apa, dia hanya berbalik dan pergi.

Melanie mengejarnya lagi. "Rara, kamu mau berangkat kerja? Ayo berangkat bareng."

Yara menggelengkan kepalanya. "Aku harus pulang dulu mengambil sesuatu. Bu Anita menugaskan pesanan padaku beberapa hari yang lalu. Batas waktunya hari ini."

"Oh, gitu." Melanie melihat jamnya. "Sepertinya sudah terlambat kalau kamu mau naik taksi. Biar kuantar saja, nanti pergi ke kantor lagi bersama."

Yara ingin menolak, tetapi Melanie tidak memberinya ruang sama sekali.

"Anggap saja sebagai ganti rugi kecil dariku, oke?"

Yara hanya bisa mengangguk.

Dalam perjalanan, Melanie tanya beberapa hal kepada Yara tentang pesanan itu.

Setelah Yara mengambil rancangan desainnya dan kembali ke mobil, Melanie berkata penasaran, "Rara, boleh nggak aku lihat gambar desainmu?"

"Aku dengar klien yang kemarin sangat puas dengan pekerjaanmu. Aku mau lihat, boleh 'kan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Ros
Bego aja kalo msh mau ksh liat rancangan nya ke melani. Jd malas baca cerita nya. Punya suami brengsek dan juga sepupu yg jahat.
goodnovel comment avatar
Zulkipli Cowok
thor,klau bisa jangan terlalu bodoh.bikin aku berapa kali males baca saling keselnya.enaknya klau tegas jangan sampe diinjak injak orang lain
goodnovel comment avatar
Asih Sekarsari
hadeuh kok goblok bngt ya..author bikin tokoh kegoblokan bngt jd ngselin bc nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0627

    Pada hari yang telah disepakati, Yudha menerima telepon dari Revan di pagi hari."Pak Yudha, saya di Meria sekarang, sedang menunggu penerbangan pulang. Seluruh informasinya sudah hampir lengkap.""Bagus." Yudha agak terkejut. Dia tidak menyangka Revan perlu pergi ke Meria. dia menambahkan, "Hati-hati di perjalanan. Aku tunggu kepulanganmu.""Pak Yudha." Revan menatap dokumen di tangannya. "Saya akan pergi ke rumahmu setelah sampai di sana. Sebelum itu ... siapkan mentalmu.""Oke." Yudha menutup telepon. Dia sebenarnya merasakan sedikit firasat buruk dalam hatinya.Dia menatap kalender dan melihat hari persidangan perceraiannya akan tiba dua hari lagi. Masih ada waktu.Satu hari terasa sangat panjang bagi Yudha. Dia meninggalkan semua pekerjaan dan kembali ke rumah keluarga besar untuk bermain sebentar dengan Agnes dan Yovi, lalu kembali ke vilanya dan menunggu.Agnes bertanya, "Kerjaanmu hari ini sudah selesai 'kan? Kenapa buru-buru pergi? Temani anakmu lebih lama lagi."Sejak ada Yov

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0626

    Saat masuk ke ruang tamu, Santo jelas merasa agak malu, tapi Felix dan Gio bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan bicara dengannya seperti biasa.Yara membawa album foto yang baru diambilnya dan mereka semua berkumpul untuk melihat."Ayah, lihat, ini foto pernikahanmu. Kalian masih sangat muda waktu itu, sangat tampan dan cantik."Santo tersenyum dan mengulurkan tangan untuk menyentuh Zaina di foto itu."Senyum Ibu sangat cantik di foto ini. Yang ini, Ayah, kamu sangat tampan ...."Sambil berbicara, Yara memperhatikan ekspresi Santo. Di dalamnya banyak foto-foto Melanie. Dia berusaha untuk menyebutnya sesedikit mungkin.Lambat laun, raut wajah Santo menjadi semakin serius.Tiba-tiba, air mata menetes membasahi album foto."Ayah, kamu kenapa?" Yara sedikit panik dan berusaha menyingkirkan album foto itu. "Kita lihat besok lagi saja, nggak apa-apa."Santo menunduk. Tangannya membelai wanita yang ada di foto tersebut dengan penuh kasih sayang. "Kenapa aku nggak pulang lebih cepat

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0625

    Segera setelah pintu kamar mandi terbuka, bau menyengat menghantam. Ada noda air berwarna kuning di lantai. Tidak perlu ditanya lagi apa itu.Santo membelakangi semua orang, meringkuk di sudut ruangan. Seluruh tubuhnya gemetar."Kalian keluar dulu." Yara merasa dadanya sangat sesak dan meminta semuanya pergi."Rara, nggak apa-apa, biarkan aku membantumu." Siska bergegas berkata."Nggak usah." Yara menggeleng dan menatap mereka dengan memohon, "Keluar dulu, oke? Keluar!""Ayo, kita tunggu di ruang tamu." Gio akhirnya merespons, mengangguk kepada Yara, dan menarik pergi Felix dan Siska.Yara berdiri di ambang pintu, mengendus-endus, dan berseru lirih, "Ayah, mereka sudah pergi. Nggak apa-apa."Santo masih meringkuk di pojokan.Dia adalah kepala keluarga Lubis, yang berwibawa dan terhormat seumur hidup. Tapi sekarang ... pikirannya sudah tidak jernih lagi dan menghadapi hal semacam ini saja tidak bisa."Ayah!" Yara dengan hati-hati melangkah maju dan menarik lembut pakaian Santo. "Ayah, n

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0624

    Yara juga berdiri dan menatap mata Melanie. "Bahkan meski mereka tahu kebenarannya dan menukar kita kembali, mereka tetap akan sangat mencintaimu dengan kasih sayang yang sama.""Melanie, kamu kehilangan dua orang yang paling menyayangimu. Kamu benar-benar nggak menyesalinya?" Yara sedikit emosional."Nggak!" kata Melanie dengan sangat tegas. "Yara, asal kamu tahu, nggak ada kata "menyesal" dalam kamus hidupku. Ambil barang-barangmu dan cepat pergi. Nggak usah ngoceh nggak jelas di sini."Yara menggelengkan kepalanya, mengambil album foto itu dan mengatakan satu hal lagi, "Jaga dirimu baik-baik."Dia keluar dari vila, mengucapkan selamat tinggal kepada Amel, dan segera pergi.Amel kembali ke vila dan melihat Melanie melamun sambil memandangi foto Zaina. Dia bertanya dengan suara kecil, "Bu, kamu juga kangen ibumu?""Dia bukan ibuku." Melanie mengambil foto itu dari dinding dan melemparkannya ke lantai. "Aku nggak kangen dia. Nggak sedikit pun!"Orang yang paling disayangi Zaina semasa

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0623

    Setelah kehilangan Santo sekali, Yara dan yang lainnya tidak berani ceroboh lagi, terutama Siska."Rara, aku janji nggak akan membiarkan Paman Santo lepas dari pandanganku."Yara tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Oke, tutup pintunya, dia nggak akan bisa keluar. Aku keluar sebentar."Karena Santo selalu bicara soal menemui Zaina, Yara ingin pergi ke rumah keluarga Lubis untuk mengambil foto-foto Zaina. Dia sudah menelepon Melanie.Sampai di sana, dia melihat Amel sudah menunggunya dari kejauhan."Bibi Rara!" Amel melihat kedatangannya dan langsung berlari menghampiri. "Bibi Rara, kamu di sini."Yara memeluk Amel. "Wah, Amel sudah tambah tinggi dan cantik.""Bibi Rara juga tambah cantik," balas si kecil bermulut manis.Yara membawanya masuk ke dalam vila. Melanie sudah menunggu di ruang tamu."Barangnya di lantai atas, mungkin di kamar mereka." Melanie bangkit dan berjalan ke arah tangga. "Ayo kuantar ke atas.""Terima kasih." Yara meminta Amel bermain sendirian dan mengikuti ke a

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0622

    Ini pertama kalinya Amel melihat Yudha berbicara sangat serius dengannya. Wajahnya langsung terlihat takut dan dia berbisik, "Amel kasihan sama Ibu.""Ibumu kenapa?" Yudha berjongkok dan sedikit melunakkan nada bicaranya.Amel menggeleng dan mengulangi, "Ibu kasihan sekali."Yudha tidak bertanya lagi dan mengelus kepala si kecil. "Amel, mungkin suasana hati ibumu sedang buruk. Paman akan menghiburnya, tenang saja.""Terima kasih, Paman." Amel menghela napas dan melanjutkan bermain.Yudha duduk di sofa dan menunggu. Pikirannya terus terbayang penampilan Melanie barusan. Gelagatnya seperti orang mabuk, tapi tidak ada bau alkohol sama sekali di dalam kamar. Bau itu ...Yudha belum pernah merasakan bau seperti itu sebelumnya. Menyengat dan sangat tidak enak.Dia menunggu beberapa saat dan kemudian melihat Melanie turun. Melanie sudah berganti pakaian dan menata rambutnya, nyaris seperti orang yang berbeda, membuat Yudha bertanya-tanya apakah yang dilihatnya tadi itu hanya ilusi."Yudha, ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status