Home / Rumah Tangga / Cinta yang dihutangkan / Chapter 2 - Milikku

Share

Chapter 2 - Milikku

Author: Aerina No 7
last update Huling Na-update: 2025-07-23 16:44:37

“Kedua mempelai telah bersedia berjanji setia. Mereka berdua juga sudah memasang cincin di jari manis satu sama lain. Sebagai bentuk pengesahan terakhir dari upacara ini, silakan berciuman di depan semuanya.”

DUG!

Ayunira terbelalak lebar.

Sudah cukup dengan ia menyetujui paksa ucap janji suci pernikahan itu, kini haruskah ia membiarkan dirinya dicium oleh Kenan?!

Semua omong kosong ini benar-benar, sangat memuakkan!

“Ayu.” Kenan memanggil pelan.

Pria bertubuh jangkung itu melangkahkan kakinya tuk mendekat, lalu sedikit membungkuk dan menelengkan kepalanya melihat Ayunira yang masih menunduk menatap lantai altar.

“Izin untuk mencium kamu ya?” Tanyanya entah pada siapa, karena orang yang dimaksudkan sengaja pura-pura tidak dengar.

“….”

Tak kunjung mendapatkan respons yang diinginkan, sementara berpuluh-puluh pasang mata telah berpusat kepada mereka seperti ingin menelanjangi, Kenan mengangkat telapak tangan, menangkup tulang rahang Ayunira, lalu mengarahkan wajah lembap istrinya itu supaya tertuju kepadanya seorang.

Tak berselang lama kemudian, ia memajukan kepala berhelai hitam keunguan itu yang digerakkan miring mendekati bibir Ayunira, bermaksud menuntaskan apa yang penghulu sarankan.

Namun, …!

SET~!

… Ternyata tidak semudah itu menaklukkan wanita di hadapan.

Menaklukkan wanita yang tadi bilang “Saya bersedia”, walau hatinya sangat enggan.

Habisnya, secara terang-terangan, di hadapan semua saksi pernikahan, … Ayunira memalingkan wajahnya supaya mereka tidak berciuman.

Dengan kata lain, wanita pemilik netra hijau zamrud khatulistiwa itu seperti ingin menyatakan kalau pernikahan ini tidak sah.

Tidak akan pernah.

“….” Kenan terdiam.

Dia menatap datar profil samping wajah Ayunira, dengan urat yang merentang di lehernya yang tegang.

Meski begitu, tak ingin harga dirinya diinjak-injak oleh penolakan wanita yang dijadikan jaminan pembayaran hutang teman lamanya, pria berusia dua puluh enam tahunan tersebut tersenyum kecut.

“Hm, oke,” dengusnya dengan nada yang seperti meremehkan. “Aku sudah memberikan kesempatan yang lembut untukmu. Jadi, kalau aku sedikit memaksamu, ….”

Dia tidak ingin menunggu lagi.

Dia tidak akan menerima penolakan yang kedua kali.

“… Jangan salahkan aku.”

Karena itu, suka atau tidak, Kenan menyingkirkan jari-jemari yang membingkai tulang rahang Ayunira untuk menjauh sejenak, setelahnya langsung menggerakkan telapak tangan kanannya tuk menjawil paksa dagu sang istri supaya menengadah menatap wajahnya, kemudian ….

CHUP!

… Bibir mereka berdua pun, akhirnya bersinggungan.

“…!”

Singgungan yang berlangsung singkat, memang.

Namun, efeknya ….

“Dengan ini aku menyatakan, kalau Kenan Adijaya dan Ayunira Larasti, telah resmi menjadi suami-istri!”

… Berhasil membuat Ayunira merasa jijik.

~•••~

KNOCK! KNOCK!

Ketukan pada pintu di luar kamar tak dihiraukan.

Ayunira yang masih mengenakan gaun pengantin, meringkuk ketakutan di sudut kamar yang masih asing baginya ini.

Air mata masih meluber ke mana-mana, menyapu bersih riasan wajah yang tadi pagi telah berusaha keras tuk mempercantik dirinya supaya layak disandingkan dengan Adijaya.

Sesekali, ia menghapus jejak air mata, juga mengelap bibirnya yang masih terasa bekas dicium oleh pria yang paling tidak disukainya.

“Ayu, berhentilah merajuk.”

Pria yang di ingatannya pada pekan lalu ….

“Cepat keluar dari kamar itu, dan mari makan malam.”

… Adalah seorang penjahat yang sangat durjana!

***

Masih segar di ingatan Ayunira, hari itu … bapak dan ibu mertua serta adik iparnya, datang berkunjung ke rumah mewah yang ditinggalinya bersama sang suami.

Mereka bertiga duduk bersama suaminya di sofa, memandang rendah ke arah dirinya seperti sedang menginterogasi.

“Jadi, setelah dua tahun ini berlalu, kamu masih belum hamil juga?” Tanya seorang wanita paruh baya sambil mendelik Ayunira, selagi menyesap teh yang disuguhkan.

Duduk melipat kakinya dengan sopan di lantai beralaskan tikar tipis, Ayunira meremas jari tangannya dengan gugup, menatap permukaan lantai dengan pupil mata gemetar, seterusnya menjawab pertanyaan dari ibu mertuanya dengan nada pelan.

“Belum, … Bu.”

Jawaban yang membuat suasana menjadi senyap untuk sementara waktu.

Sampai, suara decak kekecewaan pun muncul memecah keheningan.

“Ck, ck! Yu, Yu ~! Kamu ini kerjanya ngapain aja sih?!” celetuk seorang wanita muda, adik ipar Ayunira yang tengah duduk bertumpang kaki, menatapnya rendah dan menguatkan dominasi.

“Kerja di luar enggak, beresin rumah belum tentu, dandan buat suamimu gak mau! Paling tidak, kamu harusnya bisa ngasih anak dong buat kakakku!” lanjut adik ipar itu, menyerang mental Ayunira secara bertubi-tubi.

“Dasar cewek mandul!” umpatnya kemudian, refleks membuat pupil mata Ayunira menjadi mengecil.

Wanita bermata hijau zamrud itu semakin memperkuat meremas tangannya, dan sesekali menggemeretukkan giginya dengan bibir yang digigit pelan.

Dia ingin sekali membantah ucapan itu. Membantah persoalan suaminya yang melarangnya kerja ke luar, atau ia yang dilarang supaya tidak memakai riasan apa pun karena boros uang dan seperti ingin menggoda laki-laki lain.

Namun, … yah.

“S-Saya tidak mandul.”

“Oh terus? Bisa kamu jelaskan kenapa sampai saat ini, kalian masih belum punya anak?!”

Lagi dan lagi.

Ayunira tidak memiliki kuasa untuk menghadapi keluarga mertuanya.

Dia yang sebatang kara sedari lahir, tidak punya siapa-siapa saja dapat diandalkan selain dari suaminya, Arkan.

“Itu, jadi … bagaimana kalau Saya dan Arkan cek kesehatan du—!”

—CRASHT!

“Lancang sekali!”

Buktinya, terjadilah sekarang, sewaktu ia ingin mengutarakan sedikit perlawanan dari ditindas tanpa bukti oleh sang adik ipar, … cangkir teh tiba-tiba melayang menghantam pelipis mata kanannya sampai 

benda keras tersebut terpental dan pecah berserakan di lantai.

Lalu yang diharapkan untuk melindunginya—yakni suaminya—dia justru tak melakukan apa-apa, dan malah tersenyum senang saja sewaktu ayah mertuanya barusan melemparinya sambil menghardiknya dengan keras begitu.

“Beraninya kau …! Yatim piatu sepertimu …! Mencoba mencela harga diri putraku!”

“Ushht!” Ayunira meringis sakit.

Dia memegangi pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut, dengan pelupuk mata yang mulai berembun digenangi oleh buliran bening sampai menjadikan penglihatannya sedikit mengabur.

“Satu-satunya hal yang paling hina di sini adalah kau! Tahu tidak?! Dasar j*l*ng mandul s*lan!”

Rasa perih datang menggores di fisik maupun jiwanya Ayunira.

Wanita itu hanya mendiamkan diri sekuat tenaga, berupaya menahan agar suara isak tangisnya tidak terdengar oleh siapa pun.

Dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih berharap, kalau suaminya akan membelanya kali ini.

Namun, yah … sepertinya kesempatan emas itu tak akan pernah datang.

“Yah, gara-gara ketidakbecusan kakak ipar, Ayah jadi marah deh. Kalau begitu, aku pergi kerja dulu saja ah,” celetuk adik ipar Ayunira dengan sindiran halusnya.

“Sebagai ketua tim pemasaran yang diandalkan bosku, aku harus bekerja keras. Gak kayak seseorang yang cuman bisanya ngabisin beras aja,” lanjutnya kemudian, sebelum akhirnya pergi menghilang di balik pintu.

Adik ipar itu pergi meninggalkan ibu dan ayah mertua, serta suaminya Ayunira untuk terus bersama dengannya di keheningan yang terasa seperti menggigit kulit ini.

“Huft, Ibu gak tahan lagi,” keluh ibunya Arkan, menyimpan cangkir teh miliknya ke tatakan di atas meja, lalu memijat keningnya yang sudah berkeriput.

“Arkan, sebaiknya kamu cari istri baru saja,” tukasnya kemudian mengagetkan Ayunira, sampai-sampai si menantu perempuan di keluarga itu menengadahkan wajah bersimbah air mata itu tuk menatap tidak percaya.

“Dia tidak berguna karena tak memberimu seorang pun anak.”

“T-tunggu, I-Ib—!”

“—DIAM!” teriak Ibu Arkan, memotong lirihan lemah yang hendak Ayunira ucapkan. “Wanita cacat sepertimu, tidak berhak memanggilku begitu!”

Bukan hanya itu, dengan alis berkedut, wanita paruh baya tersebut lekas melirik putra tersayangnya, menatapnya dengan tajam, kemudian berkata, “Tunggu apa lagi, sayang?” Tanyanya, memancing seringai di paras sang putra.

“Cepat, putuskan hubunganmu.”

“…!”

Itu adalah sebuah perkataan yang menggelegar sekali, bagaikan sambaran petir yang menghancurkan gendang telinga.

“Ayunira Larasti.”

Lalu kini, bersusulan dengan perkataan yang menggelegar tadi, datanglah suara pemanggil namanya, yang memaksa Ayunira untuk menguatkan diri sedari awal ia menengadahkan wajah kepada sosok pria yang kini berdiri di hadapannya.

“Mulai hari ini, mulai detik ini ….”

Pria yang dulu sering berkata kalau ia sangat mencintainya, dan ingin menghabiskan seluruh sisa umur mereka bersama, yang ironisnya justru … memutuskan hubungan ini secara sepihak.

“… Kau bukan istriku lagi.”

Pria itu, Arkan, dia tak memberikan waktu untuk berdiskusi.

Dia enggan melemparkan kesempatan kepada Ayunira, untuk mengajukan banding.

“Aku akan mengurus surat perceraian kita, jadi, keluarlah dari rumah ini selagi menunggu surat resmi itu keluar.”

Dengan nada suara dingin dan tanpa berbelas kasih, dia berkata seperti itu.

Dengan acuh dan tanpa memedulikan betapa derasnya air mata yang akhirnya jatuh setelah Ayunira tahan-tahan sedari tadi, Arkan menatap remeh akan dirinya, dan memamerkan seringai puas.

Ekspresi wajahnya seolah-olah mengatakan, kalau ia merasa senang melihat raut muka Ayunira yang menderita.

Setidaknya sampai, ….

KNOCK! KNOCK!

“Permisi?”

… Suara ketukan pintu yang justru terdengar berasal dari dalam rumah, menghancurkan suasana yang tengah berada di puncak intensitas ini.

“Ini rumahnya Arkan Saputra, kan?”

Semua mata yang berada di sana tertuju langsung ke sumber suara.

“Kedatanganku kemari, adalah untuk menepati janji di antara kita. Kau ingat, … kan?”

Suara yang berasal dari pria berambut hitam keunguan, bermata ungu terang nan memabukkan, yang memakai setelan kemeja putih berpadu rompi hitam, sedang menyender sambil menyilangkan kaki di sisi pintu sembari mengapit rokok yang mengepul di antara dua jarinya yang juga bersarung tangan hitam.

“Mulai hari ini, mulai deti

k ini, aku akan mengambil hal yang sudah seharusnya ….”

Tatapannya yang tajam, sebetulnya langsung mengarah hanya kepada Arkan.

Namun, entah kenapa … orang lain, termasuk Ayunira yang tak sengaja spontan memandanginya, justru ikut-ikutan dibuat merinding. 

“… Menjadi milikku sedari dulu.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 5 - Lain Kali

    Menikah?Menikah … dengannya?PLAKK!Rentangan jejak cap lima jari yang berwarna merah menyala, mendarat dengan kuat dan sepenuh tenaga di pipi pria yang wajah pemilik rahang tegas tersebut, dengan tanpa peringatan dan juga aba-aba sebelumnya.Saking kerasnya dampratan yang mengeluarkan bentuk kekesalan memuncak itu, tangan ramping wanita bermanik mata hijau menyala tajam tersebut mampu membalikkan wajah sang tuan rumah kediaman besar ini, supaya menyamping.“Lancang sekali!” hardik wanita itu, yang tak lain adalah Ayunira Larasati, dengan bersuara tegas.Raut muka yang dipancarkan oleh wajah cantiknya tampak dipenuhi oleh kerutan emosi.Alisnya menekuk, netranya menajam, rona merah menghias, disertai dengan urat leher yang menegang, semakin memperjelas situasi Ayunira saat ini.Ya. Wanita itu merasa murka.“Apa kamu tengah mengejekku sekarang?!”Belum juga genap satu hari semenjak orang yang selama ini ia cinta, tiba-tiba menceraikannya.Dan kini, apa …? Ada seseorang yang memanfaatk

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 4 - Ultimatum

    “Kamu … aku dengar namamu, Ayunira Larasti, kan?”“….”“Semoga bisa bertahan denganku selama enam bulan ke depan, ya?”“….”“Aku mengharapkan kerja sama darimu dengan tulus.”Kerja sama apanya?! Ayunira menggemeretukkan giginya kesal.Dia yang memilih menolehkan kepalanya ke arah luar jendela mobil, meremas erat kain daster kumalnya yang melekat di badan.Air matanya sudah mulai mengering, dan rasa takutnya pun mulai digantikan oleh rasa kesal.“Aku Kenan.”Sedari tadi, semenjak mereka pergi dari halaman depan rumah Ayunira, Kenan terus saja merecoki suasana.Dia cerewet sekali, layaknya burung beo yang mengulang-ulang ucapan.Ucapannya yang melantur ke sana kemari pun, terasa begitu menyebalkan.“Kenan Adijaya.”Dia seolah-olah sengaja melakukannya, untuk mengejek kehidupan rumah tangganya bersama Arkan baru saja berakhir.Perilakunya benar-benar ….“Oh? Ada apa dengan pelipismu? Apa kamu terluk—!”… Sangat memuakkan!—PLAKK!“JANGAN SENTUH AKU!” pekik Ayunira lantang, segera setelah

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 3 - Jaminan

    Mengambil … apa yang seharusnya menjadi miliknya sedari … dulu?“….”Pernyataan itu sangat mencolok sekali, sampai-sampai menjadikan sang suami, sang mertua, dan Ayunira sendiri, terbungkam dengan pikiran yang melayang-layang.Apa yang sebenarnya pria tak diundang ini bicarakan? Ayunira tak paham.“Nak, apa yang dia maksud?” Tanya ibu mertua Ayunira pada akhirnya kepada putranya, mewakili pertanyaan yang ingin sekali ia kemukakan.Namun, yang ditanyai, yakni Arkan, dia malah tak menjawab, dan lebih memilih untuk mendekati pria misterius tersebut sambil berkata, “K-Kenan. L-lama tidak berjumpa,” sapanya, bersikap sok kenal dan sok dekat sampai membuat orang yang dipanggilnya tersebut mengernyit heran.“Soal hutang setahun yang lalu itu ya? Ahaha~! Aku memang ingin melunasinya sekarang,” tukas Arkan sambil menepuk-nepuk bahu Kenan dan tertawa hampa.Pria itu tidak menyadari kalau ucapannya barusan bahkan berhasil membuat kedua orang tuanya kaget.Terlebih-lebih lagi Ayunira, yang baru t

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 2 - Milikku

    “Kedua mempelai telah bersedia berjanji setia. Mereka berdua juga sudah memasang cincin di jari manis satu sama lain. Sebagai bentuk pengesahan terakhir dari upacara ini, silakan berciuman di depan semuanya.”DUG!Ayunira terbelalak lebar.Sudah cukup dengan ia menyetujui paksa ucap janji suci pernikahan itu, kini haruskah ia membiarkan dirinya dicium oleh Kenan?!Semua omong kosong ini benar-benar, sangat memuakkan!“Ayu.” Kenan memanggil pelan.Pria bertubuh jangkung itu melangkahkan kakinya tuk mendekat, lalu sedikit membungkuk dan menelengkan kepalanya melihat Ayunira yang masih menunduk menatap lantai altar.“Izin untuk mencium kamu ya?” Tanyanya entah pada siapa, karena orang yang dimaksudkan sengaja pura-pura tidak dengar.“….”Tak kunjung mendapatkan respons yang diinginkan, sementara berpuluh-puluh pasang mata telah berpusat kepada mereka seperti ingin menelanjangi, Kenan mengangkat telapak tangan, menangkup tulang rahang Ayunira, lalu mengarahkan wajah lembap istrinya itu su

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 1 - Pernikahan

    DING! … DING!Suara bel besar dari luar altar pernikahan menyapu perhatian dari tamu undangan, yang tengah menanti dengan rapi di masing-masing bangku sesuai nomor antrean.Bunga lili putih dan pita-pita transparan yang menghiasi setiap sudut dinding tempat sakral ini sangat indah sekali.Bak hamparan bunga dari surga, juga bak berada di negeri dongeng.“Ekhem!”Di tengah-tengah nuansa putih suci dan berseri itu, terdapatlah sesosok orang yang berpenampilan kontras dari semuanya.Seorang pria berambut hitam keunguan, bersetelan jas hitam formal berpadu kemeja putih dan dasi kupu-kupu, berdiri dengan gagah di atas panggung yang sudah biasa menjadi tempat pertukaran janji suci dari orang-orang.Dia berdehem pelan sewaktu membenarkan dasinya yang seperti mencekik jalur pernafasan, saking gugupnya ia terhadap situasi sekarang.Kendati begitu ….“Wah, Tuan Adijaya ganteng sekali ya?”“Iyaaa ih! Rasa-rasanya gak rela lihat dia nikah di depan mata kepalaku sendiri!”“Aku jadi penasaran denga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status