Share

Patah Hati

*****

"Ah, sial" rutuk Rara menatap pantulan wajahnya di depan kaca. Wajahnya sangat kusut, apalagi kedua matanya, sembab. "Mata aku kaya bola bekel" rengek Rara meraba kedua matanya yang sangat sembab dan matanya merah. Rasanya Rara tidak mau keluar kamar kalo begini, bagaimana kalo Ayah, Bunda, dan Kak Ethan lihat?

Bisa-bisa dirinya disidang sama mereka, di tanya kenapa matanya sangat sembab dan mengerikan.Mengingat kejadian tadi malam Rara menjadi sedih. Mengingat bagaimana Om Dirga seperti tidak menahan rasa risih nya semalam kepadanya. Hatinya sangat sakit mengingat hanya dirinya yang berjuang, hanya dirinya merasakan rasa suka.

Cinta Rara bertepuk sebelah tangan.Tidak terasa air mata kembali menetes, Rara menghapus segera. "Jangan nangis lagi. Bisa-bisa mata aku berubah jadi bola basket."

*****

Rara menghela napas pelan, berusaha terlihat tenang seperti biasanya. Hanya saja yang terlihat berbeda yaitu kacamata hitam yang bertengger di wajahnya. Sengaja, takut keluarganya tahu jika melihat mata dirinya yang bengkak.

Aneh, sih, tapi mau bagaimana lagi. Hari ini ada ujian di kampus, jadi mau tidak mau dirinya harus masuk. Walaupun tadi niatnya dirinya mau absen saja. "Ada capung" teriak seseorang yang sedang duduk didepan meja makan. Ethan, kakak yang baik dan menyebalkan.

"Kamu kenapa pake kacamata, Ra. Hitam lagi warnanya" heran Bunda melihat anak perempuannya yang cengengesan tidak jelas.

"Mm, ini tuh fashion bun, kak. Teman-teman Rara juga sering pakai ini dikampus" jawab Rara mengibaskan rambutnya yang di urai kemudian duduk di meja makan. Mengambil roti dan selai stroberi.

"Tapi kayak capung, Ra. Kacamatanya besar, sedangkan hidung kamu mungil" seloroh Ethan menilik penampilan adiknya serius.Rara segera melempar kulit roti ke wajah Ethan, sedangkan kakaknya tertawa geli karena berhasil membuat adiknya kesal.

"Udah, ah. Aku mau berangkat sekarang aja. Sumpek lihat muka kak Ethan" ujar Rara berdiri lalu mengibaskan rambut panjangnya lagi kemudian pergi.Sedangkan Ayah, Bunda, dan Ethan, terdiam setelah Rara pergi. Mereka semua tahu dan mereka memilih diam.

"Apa aku kasih peringatan si Dirga itu, Yah?"

*****

Rara memarkirka motornya di samping gang rumah Dirga, Ia sekarang ingin menemui Dirga diam-diam. Rara memperbaiki kacamata hitamnya yang sedikit melorot. Didepan sana ada mobil Dirga yang sudah terparkir rapi, itu tandanya pria itu akan segera berangkat untuk bekerja. 

Rara sumringah, dengan cepat Ia berlari kecil menghampiri Dirga yang sudah masuk kedalam mobil. Setelah berada di samping mobil pria itu, Rara mengetuk pelan kaca mobil. "Om Dirga" bisik Rara

Dirga yang ada didalam mobil sedikit terkejut melihat bayangan Rara dari dalam mobil. Mengernyitkan alis ya bingung Dirga membuka kaca mobil dan terlihat Rara yng tersenyum lebar. Tapi, kenapa gadis ini memakai kacamata hitam? Apa matanya sakit? Dirga segera menggeleng pelan.

"Ada apa, Ra? Saya mau berangkat kerja, kamu juga harus kuliah" jelas Dirga menatap Rara yang cengengesan tidak jelas. Dirga melirik ke belakang tubuh Rara, motor gadis itu kemana, kok tidak ada. 

"Motor kamu kemana?" dengan penasaran Dirga mengutarakan isi pikirannya. "Cie, perhatian" Sedangkan Rara yang merasa diperhatikan semakin cengengesan tidak jelas, tangannya menggaruk pipi yang tidak gatal. Mendadak merasa gugup setelah mendapat perhatian dari pria yang disukainya. 

Dirga mendatarkan wajahnya merasa menyesal sudah perhatian kepada gadis ini. Gadis lain akan merasa malu jika diperhatikan, tapi Rara berbeda Ia akan semakin cengengesan tidak jelas. "Terus, kenapa kamu kesini? Sana kekampus, susah lulus baru tahu rasa!" 

Rara mendengus. "Aku cuma mau lihat wajah ganteng Om aja, kok. Iya, ini aku berangkat kekampus, ish gak peka banget jadi cowok. Sebel!" 

Kemudian Rara pergi keluar pagar dengan menghentak-hentakkan kedua kakinya. Dirga menggeleng kepalanya pelan, dasar kekanak-kanakan. Dirga hanya tidak mau ada yang melihat gadis itu di rumahnya. 

******

Pukul delapan malam Rara berdiri di balkon kamarnya. Memandang rumah tepat didepan rumahnya, itu rumah Om Dirga. Pria yang kemarin sudah mematahkan hatinya, pria yang sudah menolak secara terang-terangan kepadanya.

Setelah kejadian kemarin Rara tidak melihat Om Dirga, Rara juga tidak bertemu langsung dengan Om Dirga. Rara terlanjur takut dan sakit hati, takut jika dirinya akan memohon kepada lelaki itu untuk menerima cintanya.

"Om Dirga jahat banget, sih" kesal Rara meninju pembatas balkon pelan. "Gak ketemu sehari aja udah rindu banget, apalagi kalo gak jadian" Rara memegang pembatas balkon menengadah wajah nya menatap langit malam.

"Kalo jadian juga, Ayah kelihatan gak setuju. Susah juga kalo kayak gitu" lirih Rara menghembuskan napasnya dalam. Rara kemudian terkekeh pelan. "Mikir apaan sih, kan udah ditolak kemarin sama Om Dirga. Jangan mikir ketinggian deh." kekeh Rara merasa miris dengan kisah percintaannya.

Rara tidak tahu jika sekarang dirinya sedang ditatap oleh seseorang didepan sana. Didalam rumah yang persis didepan rumah Rara. Seseorang itu adalah Dirga. Dirinya sedari tadi menatap Rara lekat di kejauhan.

Ketika Rara berada di balkon kamarnya, Dirga memandangi gadis itu sedari tadi. Melihat wajah gadis itu yang berubah-ubah. Wajah gadis itu sedih, tersenyum, dan tertawa miris.

"Dia sedang memikirkan apa" ujar Dirga menyandarkan tubuhnya di didekati jendela. Dirga merasa tenang karena kaca kamarnya berwarna hitam dari luar, jadi Rara tidak akan melihat jika Dirga juga menatap gadis itu.

"Dia pasti kecewa" lirih Dirga, jemarinya mengucap hidungnya, Ia juga merasa frustasi dan juga kesal, kesal dengan dirinya sendiri.

Selama ini Dirga tidak ambil hati dengan segala sikap Rara kepadanya. Dirga memaklumi sikap Rara yang begitu perhatian kepadanya. Juga sebenarnya Dirga tidak merasa risih sedikitpun kepada gadis itu.

Kenapa selama ini Dirga hanya diam dan datar saja? Jawabannya, Dirga tidak tahu apa yang harus Ia lakukan. Sedari awal Ia tahu jika Rara menyukai dirinya, tapi Dirga tidak tahu harus merespon bagaimana. Dia pria dewasa, Dirga tidak tahu bagaimana menyikapi gadis baru gede itu. Dirga tidak punya pengalaman dengan seorang gadis.

"Sebenarnya saya tidak risih sama kamu, Ra. Hanya saja saya tidak tahu harus bersikap bagaimana" lirih Dirga masih menatap Rara yang berada di balkon. Gadis itu sekarang sedang merenggangkan badannya, meliuk-liuk tubuhnya asal.

Dirga tertawa pelan. "Lucu."

Kemudian Dirga terdiam. Dirinya hampir saja melupakan fakta, fakta yang mampu membuat Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Dan malah membuat gadis manis itu sakit hati dan dirinya pun merasakan kesal di hatinya karena tidak mampu berbuat apa-apa.

Fakta yang membuat dirinya mendorong Rara untuk menjauhinya.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status