"Senang bisa menyentuh dan mengamati wajahku?""Hpppph! Bang Rey ternyata enggak tidur, bukan?"Reynald membuka matanya dan mengamati Lola"Aku tidur Lola! Tapi gerakan tanganmu yang menyentuh wajahku membuat aku sadar kembali!"Lola pun meringis, "Maaf bang Rey bukan maksudnya aku ingin mengganggu tidur bang Rey.""Gimana, masih pusing, masih meriang?" Reynald tidak menjawab pertanyaan Lola, justru dia menaruh tangannya di kening Lola dan satu tangannya lagi di kening dirinya sendiri untuk membandingkan suhu."Panasnya udah gak terlalu tinggi ya!" jawab Reynald sendiri, lalu dia membuka laci, mengambil termometer, memasangkannya pada Lola, seakan sedang main dokter-dokteran dan Lola adalah pasiennya."Syukurlah suhunya sudah tiga puluh delapan derajat, sudah enggak setinggi tadi!" Ada senyum di wajah Reynald, lalu dia melihat jam tangannya"Sudah empat jam! Sudah waktunya minum obat!" Reynald kembali membuka lacinya mengambil sanmol. dia segera memberikannya kepada Lola, "buka mulutm
"Eeeh ... Bang Rey beneran mau ngasih aku?"Rey mengangguk. "Kau tidak percaya padaku Lola?" tanya Reynald lagi."Eeeh ... percaya sih bang Rey! Cuma aku kaget, hihi ...," ucap Lola sambil senyum malu-malu dan menundukkan kepalanya."Jadi kau mau melepaskan pakaianku?"Aduuuh! Udah sering sih lihat tubuhnya tapi kalau tanganku digerakkan begini dan dia membawanya menyentuh kancing bajunya kenapa aku jadi grogi gini apalagi tangannya terasa dingin dan badanku yang hangat terasa nyaman berada di dekatnya! Aduh kok jadi kayak gini ya? Lola lola sadar!Lola mau mencoba membuat dirinya tak lagi terbawa perasaan tapi tetap sulit. Bagaimanapun bayangan Reynald yang ada di pikirannya saat ini adalah Reynald yang tanpa pakaian sehingga ini menggerakan tangan Lola mengikut imajinasinya. Inginnya sih terlihat jaim di hadapan Reynald tapi bagaimana lagi. Lola masih berusia tujuh belas tahun dan untuk hal seperti ini masih belum bisa menguasai dirinya."Jangan gemetaran dong bukanya. Sini aku bant
"Hmmm!"Jawaban Reynald hanya sesederhana itu"Maksud bang Rey, jadinya aku selama tiga tahun akan sama-sama bang Rey terus gitu?"Lola meminta penjelasan lebih dan Lola sudah antusias, dia memalingkan tubuhnya miring dengan matanya menatap Reynald ga sabaran."hmm ... akaahhhaaaachiiim!" Reynald belum bicara sudah memalingkan wajahnya supaya dia tidak bersih di hadapan Lola."uuh, bang Rey, pasti bersin-bersin ketularan sama aku ya? Hehehe!" celetuk Lola sambil terkekeh lucu melihat Reynald."Ssssh!" Reynald mematap kesal di tertawai oleh Lola, "kenapa kau sakit tidak menggunakan masker? Ujung-ujungnya kau lihat aku jadi ikutan jadi bersin dan pilek!""Aaaww sakit, hidungku jangan di pencet!" Protes lola karena jari tangan Reynald menjepit hidung bangir miliknya"Awas saja kalau berlanjut demam! Kau harus tanggungjawab!" Reynald menggerutu lalu dia mengambil obat di samping tempat tidurnya dan meminumnya "Hatchiim! Hatchiiim!""Hihihi!" Dan Reynald yang terus bersin berhasil membuat
"Cucu?"Lola mengulang kalimat pria yang ditatapnya di saat yang bersamaan Reynald yang tadi menuruni tangga, dia juga tentu saja mendengar suara pintu yang terbuka. Bersama dengan asistennya, Ferry, Reynald segera menuju ke tempat dimana Lola berdiri"Siapa dia Reynald?"Sebelum Reynald mengeluarkan sepatah kata pria itu sudah lebih dulu bertanya padanya. wajahnya tegas dan terlihat penuh selidik, meski Reynald tahu pria itu mungkin saja memang sudah tahu dari anak buahnya. tapi, dia bertanya bukan? "Siapapun dia, aku rasa dia aku tak harus melaporkannya, kan?" Reynald mendekat dan berdiri di samping Lola."Kakek kau mengundang ku untuk datang ke rumahmu besok malam! Kenapa kau yang datang ke sini? Sudah tak sabaran?" Sindir Reynald yang tak memberikan jawabanDua-duanya, baik kakeknya maupun cucunya sama-sama keras. Sekarang kedua-duanya tidak ada yang menjawab pertanyaan satu sama lain malah saling melempar pertanyaan."Aku maish menunggu, atau kau ingin aku mencari tahu sendiri R
(Sementara itu di apartemen Reynald setelah David, kakeknya, pergi)"Ferry, kembalilah ke perusahaan. Laporkan padaku jika ada sesuatu yang penting! kalau aku membutuhkanmu, akan mengirim pesan padamu!"Anak buah Reynald pun mengangguk. "Baik saya permisi Tuan! Permisi Nona."klekSeiring dengan suara pintu ditutup, asisten sekaligus orang kepercayaan Reynald pergi meninggalkannya dan Lola. Kini pandangan mata Reynald tertuju pada Lola yang masih tertunduk dengan wajah cemas dan kaku karena kekhawatirannya dengan semua yang diucapkan oleh kakek Reynald. "Kau ada perlu apa keluar dari kamar?" tanya Reynald sambil mengerutkan dahinya. Sikapnya masih santai, dia menaruh kedua tangannya di saku celana dengan sedikit memiringkan kepalanya supaya bisa menangkap wajah Lola yang masih tertunduk itu. Maklum saja Reynald cukup tinggi. Jadi kalau Lola menunduk dalam agak susah untuk dilihat. "Aku ...,"Lola khawatir, sehingga kata-katanya agak tersendat. Semua masalah ini tidak akan terjadi ka
"Oh, anak ...,"'Hanya begitu saja tanggapan Bang Rey?'Lola sudah bertanya menggebu-gebu tapi hanya begitu saja yang dikatakan oleh Reynald?"Iya Bang Rey, itu gimana? Kan aku masih sekolah! Masa iya aku punya anak? Terus nanti anak aku gimana? Kalau nanti aku hamil gimana?" Wajah Lola sudah terlihat sangat stress. Dia bahkan menyugar rambutnya, tapi masih memegangnya dengan satu tangannya di atas kepala. Wajahnya hampir terlihat pucat pasi."Yah, kalau kau hamil ya di tunggulah sampai anaknya lahir! Kalau anaknya sudah lahir, kasih susu, kasih makan, diurus sampe besar! Mau diapakan memangnya? Digugurkan kandungannya? Emang yakin tega?"Glek!Beneran begitukah tanggapan Reynald? Santai banget. Kenapa dia bisa berpikir semudah itu? Apakah dia tidak tahu itu adalah suatu hal yang sangat penting untuk Lola?"Tapi Bang Rey maksudku kan ...,""Dengar Lola!" Dengan satu jari telunjuk yang ditujukan kepada Lola Reynald tadi bicara. "Kita memang menikah pura-pura! Dan aku sudah membuat ren
Mmmuuuuah!"Bang Rey!" Lola kaget mata pria itu dari tadi tertutup tapi kenapa dia bisa mengecup Lola?"Apalagi yang kau pikirkan Lola? Kenapa belum tidur juga? Tadi kau sudah makan, terus kau juga sudah dapat sesuatu yang bikin enak. Dan sekarang kenapa masih melek aja, hah?""Aduuuh, duuh, geliii ... jangan dikelitikin!"Lola menggeliat. Dan saat ini memang dia sedang tidur dalam dekapan Reynald. Mereka baru saja menyelesaikan sesuatu yang membuat nyaman keduanya. Yah, walaupun kata Lola dia masih sakit dan nanti menular tetap saja mereka melakukannya."Bang Rey, ehm ... aku nggak bisa tidur abisnya aku kepikiran bang Rey, kok pinter banget sih! Bisa masak, bisa ngurusin semua yang ada di dapur sendirian. Terus makanannya enak-enak, aku sampe ketagihan. Terus bang Rey juga punya bisnis gede banget. Aku lihatnya keren gitu. Udah gitu bang Rey mandiri banget. Gimana caranya supaya aku bisa kayak gitu ya?"Benar kah memang itu yang ada dalam benak Lola?'Aku tidak mungkin jujur dong sa
"Heish, nih lihat nih udah jam berapa? Setengah sepuluh! Mau sekolah juga udah telat kan!"Reynald mengambil handphone yang ada di samping nakasnya hanya untuk menunjukkan jam dan kini menatap Lola lagi,"Mau berangkat sekolah sekarang?" desis Reynald lagi. "Aku anterin kamu ke sekolahan dan sampai sana udah setengah sebelas siang. Mau ngapain di sana? Masih boleh masuk ke sekolah emangnya?"Masih dengan matanya yang terlihat lesu Lola mencembungkan pipinya menatap Reynald"Nggak bisa!" Lola merespon dengan mulutnya yang manyun sambil menggelengkan kepalanya. Lola tampak seperti anak kecil yang menggemaskan sekali dengan pipinya yang masih dibuat mengembung. Apalagi pipi Lola yang putih dengan matanya yang membulat seperti mata ikan ini membuatnya terlihat semakin menggemaskan di hadapan Reynald"Aduuuuuuh sakit bang Rey, jangan cubit pipi aku! Emang salah aku apa? Sakit kan siiih!"Refleks Lola langsung memegang wajahnya. Dia tidak ingin membiarkan wajahnya kembali dicubiti oleh Reyn