Arsyad terengah-engah melewati koridor kantor miliknya. Aura kemarahan terpancar diwajah pria itu. Kedua tangannya mengepal dengan kuat, giginya bergemeletuk dan rahang tegasnya mengetat. Beberapa karyawan bahkan hanya menundukkan kepalanya tak berani menyapa.
Kata-kata dari detektif dan juga sebuah foto menjadi bukti kuat bahwa istrinya selama ini tidak pernah setia. Instingnya selama ini benar terbukti bahwa Sandra memang berselingkuh. Entah sudah berapa lama hal itu terjadi."Nyonya Casandra sudah kembali dari New York dua bulan lalu. Dia selama ini tinggal di Bandung bersama dengan kekasihnya Gio." Kata-kata dari detektif suruhannya seperti nyanyian piringan hitam yang telah rusak, terngiang-ngiang ditelinganya. Dia marah karena harga dirinya sebagai suami telah diinjak-injak begitu saja.Mengapa Arsyad selalu mengalami ketidak-beruntungan? Sejak kecil ia tidak pernah memiliki teman. Semua karena orang tuanya membatasi semua hal yang harusnya dilakukan anak-anak. Beranjak dewasa kedua orang tuanya menjodohkan ia dengan perempuan yang tidak dicintainya. Bahkan,untuk menentukan pilihan baju saja rasanya tidak bisa. Semua harus sesuai dengan keinginan orang tuanya.Dia tidak bisa menghakimi perempuan itu, apalagi harus menceraikannya saat ini. Janji dengan kedua orang tuanya masih tersisa satu tahun lagi."Jika selama lima tahun masih tidak ada cinta diantara kalian. Ataupun Casandra diam-diam telah mengkhianati kamu. Maka, papa izinkan kamu untuk menceraikannya. Tapi, jika yang berkhianat adalah dirimu. Seumur hidup jangan pernah bercerai darinya." Ucap almarhum ayahnya kala itu.Arsyad membanting pintu ruangannya dengan keras hingga menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga. Ia mengambil ponsel didalam saku celananya.Casandra. Dia harus memastikan sendiri apa yang dilakukan perempuan itu sekarang.Dua kali ia mencoba menghubungi Casandra. Namun, baru dering ketiga perempuan itu mengangkat telepon dari Arsyad."Halo mas.... Tumben banget kamu telepon aku. Disini masih malam sekali ini. Tapi, enggak apa-apa, aku bisa bangun untuk mengobrol denganmu." Jawabnya disebrang. Suaranya terdengar parau khas orang bangun tidur. Tapi, Arsyad tahu bahwa perempuan itu memang pandai sekali bersandiwara.Saat ini di kota Surabaya masih menunjukkan pukul 1 siang. Dan jika benar ia di New York maka saat ini masih pukul 1 dini hari.Arsyad tersenyum getir mendengar ucapan dusta istrinya. Dia menekan tombol video agar bisa langsung melihat wajah perempuan itu."Aduh mas gak usah pindah ke video ya. Penampilanku sungguh berantakan sekali ini." Tolaknya.Arsyad menaikkan sebelah ujung bibirnya. Selalu saja Sandra bisa memberi jawaban untuk mengelak. "Sandra, aku tahu kamu saat ini tidak berada di New York. Tapi, kamu ada di Bandung bersama Gio." Ucapnya dingin."Mas... Kamu jangan bicara sembarangan. Jelas-jelas aku masih ada kegiatan modeling disini. Gimana bisa kamu bilang aku berada di Bandung.""Kamu katakan sendiri pada ayahmu bahwa kita akan bercerai. Atau aku sendiri yang menyerahkan bukti ini pada mereka." Tantang Arsyad.Arsyad mengirim beberapa file foto yang tadi dikirim oleh detektif suruhannya."Mas, kamu tidak bisa memutuskan ini secara sepihak. Sampai kapanpun kamu tidak bisa menceraikan aku. Lagipula ini juga salahmu. Apa selama ini kamu pernah mencintaiku? Apa kamu pernah memberi nafkah batin untukku? Tidak pernah mas.. Kamu terlalu sibuk dengan duniamu. Kamu adalah pria dingin dan egois." Ujar Sandra."Lantas apa pantas seorang istri berselingkuh seperti itu. Apa orang tuamu tidak pernah mengajarimu tentang menjaga marwah suami dan juga kesetiaan?" Tanyanya penuh ejek. Meskipun, Sandra tidak bisa melihat ekspresi wajah Arsyad. Namun, ia bisa menduga dari nada suara Arsyad bahwa pria itu sedang mengejeknya. Terdengar tegas dalam setiap katanya."Jangan pernah menghina orang tuaku. Ingat mas Arsyad, orang tuamu sudah berjanji pada ayah ibuku untuk menjadikan kamu suamiku. Kamu harus sadar diri dan ingat. Papa kamu tidak akan mungkin hidup jika bukan karena ayah yang rela memberikan satu ginjalnya. Jadi, jangan pernah mencoba menceraikan aku! Sampai kapanpun kita tidak akan pernah bercerai!"Tuuuttt... Telepon sudah dimatikan secara sepihak oleh Casandra.Ucapan Sandra benar-benar seperti sebuah pukulan keras yang mampu meluluh lantahkan tubuhnya saat ini. Selama ini yang ia tahu bahwa almarhum papanya mendapatkan donor ginjal dari korban kecelakaan. Dan sungguh ia baru tahu alasan perjodohan ini. Semula ia menduga karena urusan bisnis.Mengapa harus ada hubungan timbal balik seperti ini? Tidak bisakah seseorang itu menolong orang lain dengan ikhlas tanpa embel-embel apapun. Perjanjian sepihak seperti ini yang jelas merugikan dirinya."Arrrrrgghhhh. Brengsek..."Ponsel ditangannya ia lembar begitu keras ke lantai hingga bagiannya pecah dan terpelanting.Hidup benar-benar menyebalkan untuknya. Kapan ada masa bahagia untuknya. Satu sisi Arsyad masih ingin menemukan gadis masa kecilnya. Dia berkhayal banyak hal jika suatu saat bertemu dengan gadis itu. Mengajaknya keliling dunia, membeli vila mewah dengan latar pegunungan, menikmati pemandangan matahari terbit dan terbenam, serta pemandangan alam lainnya bersama-sama. Bahkan,memiliki banyak anak yang lucu dan menggemaskan. Membayangkannya saja sudah membuat Arsyad bahagia. Namun, semua itu sepertinya hanya impian saja. Karena sampai sekarang ia belum juga bisa menemukan keberadaan gadis itu.Bukankah Arsyad juga layak bahagia seperti yang lain. Kemarahan kembali menyelimuti dirinya. Teringat dengan permintaan almarhum sang ayah beberapa tahun lalu."Papa sudah menyiapkan jodoh terbaik untukmu. Putri oom Hermawan adalah gadis yang sangat cocok untuk menjadi istrimu. Selain itu ada janji papa yang harus ditepati. Jika salah satu dari kami sudah sukses. Maka, yang lain harus membantu bisnis mereka." Kalimat itu yang dulu Arsyad anggap sebagai permohonan.Ternyata papa sudah melakukan perjanjian konyol. Batin Arsyad, kesal.Arsyad tak berminat melakukan pekerjaannya lagi. Dia bangkit dari kursi kerjanya dan melangkah keluar. Diluar kantor dia sudah ditunggu oleh sopirnya.Pulang, hanya itulah tujuan Arsyad saat ini. Mobil telah melaju dengan kencang membelah kota Surabaya yang saat ini masih turun hujan deras. Beberapa tempat bahkan terlihat genangan airnya yang begitu banyak. Namun, karena hujan lalu lintas menjadi sepi dan lenggang.CiiiitttMobil yang dikendarai Arsyad hampir saja menabrak seorang perempuan. Padahal jalan menuju rumahnya selalu tenang dan tidak pernah terjadi kecelakaan. Dan lima meter lagi mobilnya sudah sampai pada gerbang rumahnya. Namun, hari ini sepertinya memang hari yang tidak menguntungkan untuk Arsyad."Ada apa Pras?" tanya Arsyad,bingung."Ada wanita mau nyebrang tiba-tiba pak bos."Arsyad turun dari mobilnya. Dia tidak ingin menolong ataupun minta maaf. Tujuannya hanya ingin melihat idiot mana yang menyebrang sembarangan ditengah hujan begini. Amarah dihatinya masih berkobar karena Casandra. Dan sepertinya dia punya pelampiasan untuk itu. Pikirnya."Hei!"Kedua pasang mata mereka bertemu, hujan masih turun dengan deras, dan tiba-tiba terdengar suara guruh. Suara dentumannya yang menggelegar seakan mampu menembus ulu hati sepasang manusia yang saling berpandangan itu. Arsyad menarik tangan Hanna untuk berteduh disamping pos satpam rumahnya. Kamu! batin Arsyad.Seolah ingin melihat lebih jelas, Arsyad memperhatikannya dengan saksama. Kedua mata coklatnya yang indah. Rambut lurus yang kini basah. Sama persis dengan gadis kecil 20 tahun lalu. Benar, ini dia perempuan yang selama ini telah dicarinya dengan susah payah. Dia mencari ke tempat mereka pertama bertemu, beberapa SD di kota Surabaya, bahkan sampai kantor detektif. Semua cara telah dicobanya... tapi, pada akhirnya dia harus mengakui bahwa Hanna mungkin bukanlah mahluk bumi dan dia tidak akan pernah menemukannya. "Hanna...Ini kamu?" Tanyanya tak percaya.Arsyad tiba-tiba memeluknya, ingin memastikan semua itu nyata, bahwa perempuan ini adalah gadis kecil yang ia cari. Sekalipun 2
Bagaskara memicingkan matanya. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Seumur hidup baru pertama kali ia melihat Arsyad tersenyum seperti itu.Ia berjalan mendekat kearah Arsyad, dimana pria itu sedang fokus menatap layar ponselnya."Siapa dia?""Siapa perempuan yang sudah berhasil membuat Arsyad Gafi tersenyum seperti orang gila?" Tanya Bagaskara.Arsyad meletakkan ponselnya dengan segera. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya, seolah tak mendengar ucapan dari Bagas."Oke, jika belum bisa bilang siapa orang itu. Aku akan datang ke rumahmu dan mencaritahu sendiri." Ucapnya dengan senyuman smirk."Hoooiiii..." Teriak Arsyad sembari melempar bolpoin pada Bagaskara**Hanna kembali terbangun dari tidurnya. Lima tahun telah berlalu. Namun, dirinya masih bermimpi buruk tentang kecelakaan maut yang dialaminya.Hanna melangkahkan kaki keluar dari kamarnya, duduk diteras paviliun. Dinginnya udara malam membuat ia mengetatkan sweaternya. Mata coklat indahnya menatap sendu ke arah l
Oh jika kau meminta aku menjauhHilang dari seluruh memori indahmuKan kulakukan semua walau tak mungkin sanggupBohongi hatikuDooorrr..."Ealah copot-copot... Maliiiingggg." Ucap Hendro dengan kencang. Padahal hanya ditepuk pundaknya sama Wulan. Namun, pria itu malah teriak maling.Melihat tingkah Hendro, Wulan malah tertawa terbahak-bahak. Sementara, Hendro mendelik kesal pada gadis reseh itu."Pagi-pagi wes galau ae Ndro....Mending tu cuci mobil nyonya Sandra. Besok dia mau pulang." Ucap Mak Jum."Mak Jum ini ganggu wong galau saja." "Nasib-nasib..." Ucap Hendro sembari menepuk-nepuk handuk pada kaca spion mobil."Eh, tapi beneran Mak Jum kalau besok nyonya Sandra pulang? Emang nggak nambah lagi sekolahnya?" Tanya Hendro."Iyo bener... Ini aku mau ke pasar dulu sama Wulan buat beli keperluan nyonya Sandra." Ucap Jumiati.Terdengar suara gerbang terbuka, datang sosok pria yang memakai baju safari warna hitam. Dia adalah Prasetyo. "Tumben isuk-isuk wes podo ngumpul neng ngarep? (Tu
Pras melajukan mobilnya membelah jalanan kota Surabaya. Pagi yang cerah membuat jalanan begitu padat. Dibeberapa ruas jalan ada yang macet panjang."Pras...""Nggih pak bos...." Jawab Pras, ekor matanya melirik Arsyad melalui kaca spion."Berapa usiamu sekarang?""39 bos... Hehe... Sudah kelihatan tua ini, ubanku sudah bermunculan." Arsyad memang majikannya. Tapi, Arsyad menganggap semua karyawannya sebagai teman dan juga saudara. Hidupnya memang beruntung terlahir menjadi anak orang kaya. Namun, itu tidaklah menyenangkan sama sekali. Dia selalu merasa kesepian, sejak kecil dia tidak memiliki saudara. Bahkan, teman saja dia hanya punya satu. Menyedihkan."Istrimu kapan lahiran?""Satu bulan lagi bos...""Kamu beruntung Pras... Sudah memiliki seorang putra. Dan sebentar lagi anak keduamu lahir."Arsyad menatap kosong kearah gedung-gedung tinggi. Pikirannya menerawang dengan dua hal yang kini ia pikirkan, perceraian dan juga Hanna."Pak bos juga beruntung, memiliki istri nyonya Sandra
"Mbak Hanna-ku...."Hanna yang sedang mengelap meja hanya mampu mengelus dada karena kaget dengan sapaan Hendro. Dia tadi terlalu fokus dan setengah bengong saat bersih-bersih, sehingga tidak menyadari kehadiran Hendro. Bukan melamun sih, lebih tepatnya ingat kembali dengan ucapan Jumiati tadi. "Mereka sudah lama tidak tidur satu kamar. Bahkan, saat bertemu juga tidak saling bicara. Jika nyonya Sandra pulang, Tuan Arsyad justru tidak pulang ke rumah ini. Dia memilih tidur di apartemen."Lucu. Menjadi pasangan orang kaya ternyata tak selalu bahagia. Hanna teringat kembali hubungannya dengan Hardian yang awalnya juga terhalang restu. Hardian pria muda yang berkarir diperusahaan bonafit, sedangkan Hanna hanya seorang pegawai toko.Butuh effort lebih untuk hubungan mereka. Dan saat semua sudah berjalan baik, restu sudah didepan mata, justru takdir berkata sebaliknya. Kematian yang akhirnya menjadi ujung kisah mereka."Apa dek Hendro.....Mbak lagi sibuk ini. Tolong ya jangan diganggu dul
Hanna tersenyum melihat anak kecil yang sedang jalan berlenggak-lenggok. Dia bergaya seolah menjadi model yang sedang berjalan diatas catwalk. Lucu. Dia membayangkan dirinya kecil yang juga sering bertingkah seperti itu. Kadang memang imajinasi anak kecil itu begitu banyak. Berbagai profesi yang sering dibayangkan, bahkan langsung dipraktekkan. Dan rasanya memang sangat menyenangkan. "Hei awasss!" Teriak Hanna.BruukkAnak perempuan itu tersungkur jatuh kesisi jalan, sementara sepeda motor yang menyerempetnya justru kabur. Sungguh tidak bertanggung jawab. Hanna berjalan mendekati anak kecil itu."Kamu nggak apa-apa dek?""Nggak apa-apa Tante...""Ada apa mbak Hanna?"Hendro yang baru datang mengambil motornya begitu kaget saat melihat Hanna dan anak kecil duduk ditrotoar."Mas Hendro, adeknya keserempet motor dan pelakunya malah kabur."Hendro terlihat kaget juga mendengar cerita Hanna. Memang saat sore pasar disini ramai. "Tante antar kamu ke klinik ya biar dibersihkan lukanya.""
Arsyad Gafi mengawasi kesibukan kota Malang dari dalam mobil yang membawanya dari Surabaya. Kota berpenduduk sekitar delapan ratus ribu jiwa itu tampak padat dan semrawut, hampir mirip sekali dengan Surabaya yang baru saja ditinggalkannya. Mungkin karena bertepatan dengan jam sekolah dan jam kerja.Mobil Arsyad terlibat antrean panjang di antara kerumunan sepeda, truk besar dan motor yang menyelip seenaknya di antara deretan mobil-mobil yang tengah merayap de- ngan tidak sabar. Sebuah gerobak yang penuh berisi tumpukan keranjang, ditarik setengah berlari oleh seorang pria, melintas seenaknya di depan mobilnya. Rizal membunyikan klakson panjang dengan jengkel. Tetapi pria yang menarik gerobak itu tetap saja melintas dengan santai, seolah- olah dia tidak mendengar apa-apa.Di pinggir jalan, pedagang sayur dan buah- buahan menjajakan barang dagangannya ditengah kepulan asap truk dan juga banyaknya debu. Begitu banyak namun, buah yang dijual juga hampir sama disemua kios.Arsyad tersenyu
Selesai menjawab pesan dari Rudy, ia melangkah kembali menuju dapur untuk membereskan masakan bersama Jumiati dan yang lain. Sudah beberapa bulan hubungannya dan Rudy berjalan dengan baik. Meskipun, saat ini ia belum berani bertemu kembali dengan nenek Rudy."Semalam kamu tidur jam berapa Han? Emak lihat lampu kamarmu masih menyala sampai tengah malam? Apa kamu mimpi buruk lagi?"Hanna menegang seketika, wajahnya mendadak menjadi pucat. Teringat kembali dengan peristiwa semalam, hingga dirinya tanpa sadar tertidur disana. Tidak mungkin jika dia mengatakan bahwa semalam berada satu ruangan dengan majikannya. Walaupun tidak ada hal buruk terjadi. Tetapi, itu adalah hal yang tidak wajar dan sebuah aib. Dan bisa jadi akan menjadi fitnah."Semalam aku ketiduran Mak, lupa tidak mematikan lampu." Ujarnya lirih."Sudah dapat izin apa belum dari den Arsyad?" Tanya Jumiati lagi."Sudah Mak, besok pagi-pagi aku pulang, mungkin sebelum subuh.""Naik kereta? Kenapa tidak naik travel saja langsung