Share

Bab 7:Mencoba egois

"Makan yang banyak Aruni biar cepat sembuh.Setelah ini kamu minum obat,ya"ujar Amerta sambil menaruh lauk nya ke piring sang adik.

"Kamu juga Asa,harus makan yang banyak."

Amerta tersenyum,akhirnya ia bisa berkumpul lagi .Melihat adik-adiknya tersenyum berbinar sambil melahap makanan.

Seandainya ia tidak bisa mengunjungi adik dan ibunya,pasti mereka tidak akan makan apapun hingga malam.

Melihat tadi didapur tidak ada bahan makanan sedikitpun.

Amerta begitu bersyukur tuhan masih memberikannya kesempatan.

"Mengapa kau menangis?."

Amerta tersentak,"Ah aku tidak menangis kok,"seraya menghapus dengancepat jejak air matanya dipipi.

Tapi ibunya masih memandangnya dengan penuh selidik.

"Ayo Aruni minum obat,"kata Amerta mencoba mengalihkan situasi.

"Aku tidak mau kak...pilnya pahit,"ujar Arunk sambil menggelengkan kepalanya.

Amerta tahu betul adik bungsunya itu sangat anti minum obat-obatan ketika sakit.Dulu ia harus membujuk sang adik supaya mau meminum obat,tapi Aruni tetap keras kepala hingga akhirnya Amerta memiliki ide yaitu menaruh pil itu didalam pisang.Sehingga Aruni tidak merasakan pahit lagi.

"Tenang saja aku sudah membawakan mu pisang,"ujarnya sambil mengeluarkan dua buah pisang berukuran besar dikantong plastiknya.

"O-oh kakak tahu ..."jedanya

Seolah tahu apa yang ingin dikatakan sang adik,"Aku pernah melihat kakak mu dulu membeli satu pisang,setelah aku tanya kata dia adik kecilnya itu sakit. Tetapi sangat tidak menyukai pil.Nah,jadi aku tahu pil dan pisang bisa menetralisir rasa pahit,"jelasnya seraya menyerahkan pisang yang sudah diisi pil.

"Bu,ini sudah sore.Aku pamit pulang ya kapan-kapan aku kemari lagi."

"Mau pulang ya kak?,"tanya Aruni dengan wajah yang kusut.

"Iya aku harus pulang.Nanti Aruni kalau sudah sembuh total,kakak ajak ke taman ya."

"Terus aku?,"tanya Asa yang merasa diabaikan.

Amerta terkekeh,ia merasa de javu.Dulu ia juga pernah berjanji kepada Aruni untuk ke taman,tapi janji itu belum bisa ia tepati.

Amerta mengelus rambut Asa "Iya,kamu juga ikut kok."

"Janji ya kak?,"ujar Aruni menyodorkan jari kelingkingnya.

"Janji."

Amerta bertekad dalam hatinya,kali ini ia akan menepati janjinya dengan sang adik.

"Ibu aku pulang ya,"pamitnya mencium tangan ibunya.Matanya berkaca-kaca dada nya terhimpit sesak.Rumahnya disini tapi mengapa ia harus berpamitan untuk pulang.

Ia juga belum puas melepas rasa rindu dengan adik dan ibunya.

"Iya... hati-hati dijalan ya,Amerta."

Untuk kedua kalinya ia merasa tidak asing dengan situasi ini dimana ia berpamitan,namun tidak akan pernah kembali.Begitupun sang ibu yang mengingat bagaimana anaknya berpamitan untuk berangkat ke sekolah,tapi pada akhirnya pergi untuk selama lamanya.Tanpa sadar mereka berdua meneteskan air mata.

***

Ketika sampai dirumah,beruntung mamanya tidak ada.

"Psst..bi!"panggilnya kepada ART nya yang sedang sibuk mengepel lantai.

"Ada apa mas Amerta?."

Amerta mendekat ke arah ART nya,"Mama mana?."

"Ibu lagi keluar ,mas."

"Bi, minta tolong.Jangan mengadu ke mama ya kalau saya pulang sore,"pintanya

"Iya mas Amerta."

"Janji?."

"Janji."

Setelah mengatakan itu Amerta langsung masuk ke dalam kamarnya.

Ia berdiri di depan cermin besar,"Terimakasih berkat uang tabungan mu aku bisa membelikan mereka makanan.

Nanti aku ganti uang mu,tenang saja"ujarnya kepada dirinya sendiri.

Sebenarnya ia menggunakan uang tabungan Pawaka untuk membeli obat dan makanan tadi.

Benar kata orang yang ada dimimpinya tempo hari.Memang seharusnya ia memiliki tubuh ini selamanya. Walaupun ia hidup bukan sebagai Amerta lagi,tapi sebagai Amerta Pawaka baginya tidak masalah selagi ia bisa melihat adik dan ibunya.

Namun tanpa ia tahu,tidak semudah itu mendapatkan sesuatu yang bukan menjadi miliknya.

Entah tragedi apa yang akan terjadi kedepannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status