Agatha terlihat tak bersemangat hari ini. Dia melipat tangannya di meja dan meletakkan kepalanya. Wajah pucat pasi, tubuhnya memakai jaket. Nampaknya ia tengah sakit.
Yoga, Revan dan Tara baru saja memasuki kelas. Mereka melihat Agatha yang tengah memejamkan matanya.
"Ga, yu cewek sakit deh," bisik Tara saat mereka berjalan mendekati Agatha. Yoga menganggukkan kepalanya.
"Agatha?" ucap Yoga lembut seraya mengelus rambut Agatha yang membuatnya terbangun menegakan duduknya.
Matanya melihat ke arah Yoga, Tara dan Revan secara bergantian. Masih ada sorot ketakutan di sana, namun kali ini lebih tenang.
"Eeu ... kita cabut deh takutnya dia histeris lagi," bisik Revan pada Yoga dan Tara namun masih dapat didengar oleh Agatha.
"Gak usah," ucap Agatha menatap Revan dan Tara.
"Lo udah gak takut sama kita??" tanya Tara yang dibalas gelengan kepala oleh Agatha.
Mereka semua tersenyum.
"Lo sakit bukan??" tanya Yoga memegang dahi Agatha, dan ternyata suhunya panas. "Ya ampun badan lo panas," kaget Yoga.
"Enggak papa," balas Agatha walau terdengar dari suaranya yang lemah bahwa Agatha sakit.
"Ini kamu panas banget. Kita ke UKS yaaa?" ajak Yoga namun Agatha menggelengkan kepalanya.
"Iyaa mending ke ruang kesehatan," timpal Revan.
"Iya yuk! Kita anter ke sananya." Tara pun ikut nimbrung.
Namun lagi-lagi hanya gelengan kepala yang mereka dapatkan.
"Whatever." Yoga, Tara juga Revan pun memilih untuk duduk di tempat mereka masing-masing.
"Ga, laper nih gue. Kantin yuk?" ajak Tara yang merasa sedang didemo oleh cacing-cacing di perutnya.
"Ayo! Kebetulan nih Iren juga chat gue kalau dia lagi di kantin," balas Revan yang baru saja mendapat pesan dari Iren--sang kekasih.
"Ahhh! Lo maah pacaran mulu! Kalau aja pacar gue ada di sini, Yoga deh nyamuk kita," kesal Tara yang mana ia menjalani Long Distance Relation Ship atau disingkat LDR bersama sang kekasih yang sedang menyelesaikan studinya di Oxford.
"Apaan lagi nii bawa-bawa gue?" kesal Yoga karena dibilang nyamuk.
"Kan lo jomblo! Ha-ha-ha," ledek Revan menertawai Yoga, menyebalkan!
"By the way, Agatha cocok buat lo jadiin ... Eheeemmm," bisik Tara menggoda Yoga.
"Apaan lagi ini ngaco! Yuk ah, cabut ke ke kantin! Ngoceh mulu lo pada." Akhirnya mereka bertiga pun pergi ke kantin.
******
"Tuhh Iren," tunjuk Revan saat matanya menangkap sosok Iren yang sedang menyeruput kopi susu disudut kantin.
"Lo kalau liat pacar lo aja nomor satu," ucap Tara.
Mereka pun langsung menghampiri Iren.
"Yank, bolehkan kita gabung?" izin Revan namun tanpa menunggu jawaban Iren dirinya sudah lebih dulu duduk di sampingnya.
"Gak dibolehin juga kamu udah duduk," jawab Iren dan menyeruput kembali kopinya.
"Hehehe," Revan hanya membalasnya dengan cengengesan.
Yoga dan Tara pun duduk berhadapan dengan mereka.
"Emmm, mana Agatha?" tanya Iren tak melihat kehadiran teman barunya itu.
"Di kelas," jawab Yoga kini matanya fokus menatap layar smartphone.
"Ehh, gue pesen makanan dulu ya," Ucap Tara untuk memesan makanan karena memang ia merasa lapar. Berbeda dengan Revan yang memilih meminum kopi milik kekasihnya dan Yoga yang sibuk dengan smartphone.
"Tidakkk! Jangan ..."
Sayup-sayup terdengar suara teriakan serta tangisan seorang wanita saat Yoga, Revan dan Tara menuju kelas mereka.
"Ga, lo senger gak?" tanya Tara saat mereka mendengar itu.
"Jangan-jangan itu--" ucapan Revan terhenti saat Yoga berteriak.
"Agatha!!" Yoga langsung berlari ke kelas.
Dan benar saja ternyata Agatha wanita yang berteriak dan menangis itu. Gadis itu kini tengah ditenangkan oleh teman-teman wanita sekelasnya, dan gadis itu terus berontak.
"Elo sih Dio! Gara-gara lo jadi dia gitu!"
"Gue cuma bercanda godain dia. Tapi gak tahu dia gitu."
"Lo kayak gak tahu dia aja. Masih inget kan hari pertama dia gimana?"
Banyak teman lelaki yang menyalahkan seorang pria bernama Dio atas kehisterisan Agatha saat ini.
"Ohh jadi karena itu," desis Yoga kemudian menghampiri Agatha yang terus berontak.
"PERGI!!" teriak Agatha sambil tak henti-hentinya menangis.
"Agatha?" panggil Yoga langsung memeluk Agatha dan dibalas oleh Agatha yang langsung berlindung di dada bidang milik Yoga
"Yoga dia jahat!" rancau Agatha dan menunjuk Dio.
Dio yang merasa ditunjuk pun merasa tersinggung.
"Hey! Kan gue cuma bercan--" Ucapan Dio terhenti karena Agatha yang semakin ketakutan saat Dio mendekatinya.
"Aaaaahh! Jangan mendekat!" Agatha mencengkram baju Yoga karena rasa takut yang kian memuncak.
"Tuhh kan gue bener," ujar Revan saat ia dan Tara baru saja sampai di kelas.
"Ga, mending lo bawa ke UKS," usul Tara dan tanpa basa-basi lagi Yoga langsung membawanya.
Setelah mereka pergi Tara bertanya pada teman-teman sekelasnya mengapa Agatha bisa histeris.
"Ehh kalian tahu gak kenapa dia gitu??" tanya Tara dengan wajah serius.
"Tadi gue bercanda gombalin dia. Ehh gak tahunya gitu," jawab Dio jujur.
"Lo macem-macem kali?" tuduh Revan curiga.
"Enggak. Sumpahh deh" balas Dio yakin.
Perjalanan menuju gunung Prau kini telah dimulai. Revan dan Iren juga turut serta untuk mendaki gunung yang sangat cocok untuk pemula tersebut. Berbeda dengan Tara dan Chandra yang memilih untuk tidak ikut. Yoga terlihat gagah dengan tas carrier yang ada dipunggungnya. Di dalamnya ada 2 tenda, 2 sleeping bag, parapin dan juga gas. Terdapat juga jaket. Tak beda jauh dari Yoga, Erick dan Revan juga membawa tas yang ukurannya besar namun masih dibawah ukuran tas yang dibawa Yoga. Kedua tenda sudah dibawa Yoga, maka mereka tak membawa beban berlebih dalam tas mereka, hanya keperluan pribadi dan persediaan makanan saja. Sedangkan Agatha dan Iren, mereka hanya membawa selt bag yang berisi persediaan minum untuk mereka sendiri selama perjalanan. Dan keperluan lainnya tentu saja dibawa oleh para lelaki. Gunung Prau, gunung setinggi 2565 mdpl yang terletak di provinsi Jawa Teng
Sudah seminggu sejak kepulangan Agatha kembali ke Indonesia, dirinya hanya berdiam diri di rumah megah milik sang Kakak. Sampai saat ini belum ada lagi teman yang mengunjunginya. Termasuk Yoga dan Tara. Ah, mengingat Tara membuat Agatha kembali ingat bahwa ia harus mengikhlaskan Tara. Dalam artian ia harus berusaha memposisikan Tara seperti dulu. Sebagai Tara yang menjadi temannya.Rasanya membosankan setiap harinya harus menunggu kepulangan Erick yang mana tak menentu waktunya. Dan pengalihan dari rasa bosannya tak lain dan tak bukan adalah dengan bunga daisy.Seperti saat ini, Agatha tengah merawat bunga-bunga daisy di taman rumahnya. Ia menyemprotkan air, memberi kesan segar pada bunga-bunga daisy. Tak lupa Agatha mengabadikan beberapa photo selfie dengan latar bunga Daisy."Agatha." suara serak-serak yang indah didengar menghentikan aktivitas selfie Agatha. Wanita itu langsung menoleh ke sumber
Malam ini semua telah kembali berkumpul di rumah milik Yula. Ditambah dengan kehadiran Kirana, kekasih Tara yang telah datang dari tempatnya berkuliah yaitu University Of Oxford. Kirana memang lebih tua dari Tara, dan ia tak masalah dengan status Tara yang masih pelajar SMA.Kirana yang sedang menikmati masa liburannya memutuskan untuk bertemu Tara di Jepang, karena Kirana telah mengetahui bahwa salah satu sahabat Tara yakni Agatha tengah 'sakit'."Agatha mana yaa? Gak nongol." Iren mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan di mana ada kemungkinan Agatha muncul dari sana."Gue susul ke kamarnya yaa Rick," Izin Yoga pada Erick yang tengah fokus membaca dokumen. Entah dokumen apa yang dibacanya.Erick menganggukkan kepalanya tanpa berkata sepatah kata pun. Karena bila ia berkata satu kata saja, itu dapat merusak konsentrasinya pada dokumen yang ia baca.Yoga tersenyum senang dan mulai melangkahkan kak
Kata orang, tidak ada kata terlambatNamun pada faktanya penyesalan selalu datang terlambat. Tapi, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.Jantung yang memompa darah Yoga tak hentinya berdetak dengan cepat seolah-olah baru saja berhenti lomba lari maraton. Kecepatan detak jantung Yoga meningkat sejak kakinya menginjak kota Nukata District, Prefektur Aich, Jepang.Bukan kotanya yang istimewa dan mendebarkan. Namun wanita yang akan ditemuinya beberapa saat lagi lah yang membuatnya berdebar."Rick berapa lama lagi??" tanya Yoga dengan wajah pucat pasi seperti orang sakit. Namun jelas, kali ini bukan karena demam atau penyakit lain yang menderanya. Melainkan karena sosok yang menjadi akar rindu dihatinya."Gak sampai lima menit," ujar Erick sambil melirik arlojinya."Pucat amat Ga," ledek Chandra melihat gelagat aneh yang ada pada diri Yoga."Hahahaa! Iyaa kayak mau konser pertama aja," timpal Re
Yoga memilih untuk memanjakan dirinya di taman sekolah sebelum pulang menuju rumahnya. Dia terduduk sendirian memandang bunga-bunga sederhana berwarna putih, DAISY."Aku kira kamu suka bunga ini karena nama kamu, sekarang aku mengerti." Yoga bermonolog sambil menatap bunga daisy. Dia termenung memikirkan sosok yang jauh di sana. Sosok yang tak ia sangka dapat membuat hidupnya hampa setelah kepergiannya.Yoga merogoh smartphone-nya dan memotret hamparan bunga daisy yang tumbuh liar di taman sekolah. Bibirnya tersenyum tipis dan menjadikannya layar depan. Kenapa? Karena bunga itu dapat menjadi penyaluran rasa rindunya pada Agatha.Yoga menggendong tas ranselnya dan melangkahkan kakinya ke tempat di mana ia memarkirkan mobilnya. Mengendarai mobil dengan kecepatan sedang menjadi pilihannya untuk menuju tempat yang ia sebut rumah.Seulas senyuman yang teramat tipis timbul di bibir Yoga ketika melihat Revan dan Iren yang tengah mengobrol di halaman rumahnya. Se
Yoga tengah menemani Keyna berbelanja di salah satu mall kenamaan di Jakarta. Dengan tangan kanan yang menggenggam jemari Keyna dan tangan kiri menjinjing paper bag yang berisikan belanjaan kekasihnya itu.Namun tak ada semangat yang terpampang dari wajah Yoga. Kenapa? Dirinya teramat khawatir pada Agatha, bagaimana keadaannya? Huh! Yoga akan tanyakan itu pada Tara atau Revan yang kini ia yakini sedang menjenguk Agatha."Sayang, kamu diem aja!" keluh Keyna mengerucutkan bibirnya seraya mendelikan matanya. Yoga memaksakan bibirnya tersenyum menyadari kekasihnya itu tak nyaman dengan kediamannya."Aku laper, kita makan yuk?" imbuh Yoga berusaha agar Keyna tak curiga jika ia sedang memikirkan Agatha. Keyna menganggukkan kepalanya.Kini mereka duduk di kursi yang berhadapan dengan menu ayam geprek sambal goang telah tersedia di meja mereka. Tak lupa dua buah es teh tawar juga yang menjadi pilihan keduanya."Ayo makan!"
Agatha melangkahkan kakinya menuju taman. Untuk apa?? Menenangkan diri dengan cara bermanja ria pada bunga daisy. Bunga yang menjadi inspirasinya dalam menjalani hidup. Bunga yang menjadi nama belakangnya. Entah mengapa ayahnya memberi nama belakang bunga, bukan marga keluarganya.Langkahnya semakin cepat ketika tubuhnya tinggal berjarak kurang dari lima meter dari bunga daisy. Agatha mendudukan dirinya seperti biasanya di depan bunga tersebut. Untuk apa dia menenangkan diri?? Tentu saja, alasannya adalah sosok Yoga.Insiden pertemuannya dengan Keyna dan Yoga membuatnya merasa tak nyaman jika berada dalam satu jarak pandang. Itulah mengapa ia memutuskan pergi dari kelas yang kebetulan tak ada dosen yang masuk.Alone is better.Begitulah pemikiran Agatha saat ini. Lebih baik menenangkan dirinya dengan kesendirian. Karena sendiri dalam keadaan sebenarnya itu lebih menyenangkan daripada sendiri dalam keramaian.Suara bass yang memenuhi i
Sepasang kaki jenjang yang menopang tubuh Agatha baru saja sampai di kantor yang mana owner sekaligus jabatan CEO dipegang oleh Erick sang Kakak.Semua orang menyambutnya hangat. Mereka memang sudah mengenal Agatha meski jarang bertemu."Kamu sama siapa ke sini, Dek??" Erick bertanya seraya mengelus puncak kepala Agatha yang duduk di samping kanannya."Sendiri, naik taxi online," Jelas Agatha yang membuat Erick tersenyum lebar. Tentu Erick bahagia, karena ini adalah sebuah kemajuan besar bagi Agatha. Trauma yang membuat Agatha tak mau berbaur, dan sangat takut hanya untuk keluar rumah. Tapi lihatlah adiknya itu sekarang berada di kantornya dan sendiri. Itu adalah hal yang luar biasa. Mungkin ini berlebihan tapi Erick memang bahagia luar biasa."Mau cemilan atau makanan lain??" tawar Erick pada Agatha yang kini tengah membolak-balik dokumen perusahaan.Agatha mencoba memahami dokumen yang ada di tangannya, namun ia sama sekali tak menger
Sudah sebulan, sejak Yoga dan Keyna terikat dalam suatu hubungan yang dinamai 'pacaran'. Sejak saat itu pula hubungan Yoga dan Agatha renggang. Bahkan nyaris tak pernah bersuara lagi. Mengingat rasa sakit yang selalu Agatha rasa setiap melihat Yoga bersama Keyna, membuat Agatha memilih untuk menjauh. Meski dengan terpaksa kebersamaan antara mereka kerap kali terjalin saat berkumpul bersama teman-temannya.Siang ini setelah menyelesaikan mata pelajaran kedua-nya Yoga dan kawan-kawan tengah berkumpul di kantin. Tak lepas dari Keyna yang kini nyaris tak pernah lepas dari genggaman tangannya."Wahh! Agatha, Revan sama Iren, Yoga sana Keyna, gue sama Lo ya?" canda Tara memecah keheningan beberapa saat yang lalu karena sibuk dengan pasangan masing-masing.Agatha memutar matanya malas mendengar candaan Tara yang sebulan belakangan semenjak Keyna Dan Yoga resmi pacaran selalu dilontarkan.Agatha nampak tak bersemangat dan lesu juga malas menjawab candaan Ta