Share

Dia kenapa?

Yoga sudah duduk manis di kursinya, dilihatnya ke samping Tara dan Revan masih belum menampakkan batang hidung belang mereka. Saat matanya melihat ke ambang pintu dirinya melihat Agatha yang baru saja datang sedang mengobrol dengan Erick yang mengantarnya.

Agatha mulai memasuki kelas yang mana hanya ada beberapa orang saja. Semua menatap tajam padanya. Mungkin karena kejadian hari pertamanya.

Agatha hanya menunduk, Yoga memperhatikan Agatha. Tubuhnya yang proporsional dibalut sweater pendek warna peach yang mana sangat cocok dengan rok abu selutut yang dikenakannya. Rambutnya yang hitam sedikit bergelombang dibiarkannya terurai. Wajah bersih tanpa make up tapi tetap sangat cantik.

"Yoga," sapa Agatha setelah tubuhnya duduk di bangku samping Yoga.

"Hemmm." Yoga tersenyum.

Agatha mengambil sesuatu dari sling bag bergambar bunga daisy yang dikenakannya. Ternyata dia mengambil coklat dan memakannya.

"Seperti namanya Agatha Daisy," desis Yoga saat melihat gambar di sling bag milik Agatha.

Agatha terus asik memakan coklatnya hingga habis.

"Enak??" tanya Yoga.

Agatha mengangguk lucu "Iya enak."

Agatha tak menyadari bahwa sebenarnya Yoga menyindirnya karena tak menawarinya coklat. Meski jikapun gadis itu menawarinya pastilah Yoga menolaknya.

"Mau lagi?" tanya Yoga lagi.

"Mauu. Kamu ada??" balas Agatha antusias.

Yoga menggeleng sambil tertawa kemudian mengacak-acak rambut Agatha dengan sebelah tangannya.

Yoga membawa Agatha ke kantin bersamanya, meski awalnya menolak namun karena terus dibujuk akhirnya Agatha meng-iyakan ajakan Yoga.

"Kita kesana," tunjuk Yoga pada meja yang sudah ada teman-temannya.

"Ehhh. Elo Ga baru datang," ucap Tara yang sedang makan bakso berbumbu pedas kesukaannya.

"Diem aja lo. Mulut merah gitu juga," ledek Yoga saat melihat mulut Tara yang merah akibat pedas.

"Ayoo duduk." Yoga membawa Agatha duduk di sampingnya. Gadis itu menggenggam--ralat, lebih tepatnya mencengkram tangan Yoga.

Yoga melirik Agatha. Sorot mata yang ketakutan itu ada lagi.

"Kamu gak usah takut. Dia Tara dan Revan. Sekelas sama kita juga kan. Nah yang ini Iren, pacarnya Revan," jelas Yoga berusaha menenangkan Agatha.

"Aku Iren." Iren tersenyum sambil berjabat tangan dengan Agatha.

"Ohh kita belum kenalan yee. Gue Revan." Saat Revan menyentuh tangan Agatha untuk berjabat tangan gadis itu menjerit.

"Aaaahhh!!" Agatha cepat-cepat menarik tangannya dari Revan.

"Slow down Agatha," ucap Yoga takut Agatha histeris kembali.

"Aaaaaaa ... Jangannn! Pergi!!" Agatha mendorong semua makanan yang ada di meja mereka hingga baju Iren terkena jus jeruk, Tara terkena baso, dan Revan terkena tumpahan mie ayam.

Semua mata memandang Agatha dengan tatapan yang sangat tidak mengenakkan.

"Dia gadis gila."

"Dia kerasukan lagi."

"Dia lagi acting."

Bisik-bisik yang dapat didengar oleh Jessica membuatnya berteriak.

"Aaaaaahh hiksss ..." Agatha berteriak sambil menutup kedua telinganya dengan tangannya. Berharap ia tak mendengar lagi cacian-cacian dari mereka.

Yoga bingung harus berbuat apa, kemudian dia memeluk Agatha berharap gadis itu kembali luluh dengan pelukannya.

Ternyata Agatha berontak, dia melepaskan pelukan Yoga kasar. Kemudian berlari, Yoga mengejarnya dan teman-teman Yoga pun mengikutinya.

Agatha berlari sangat kencang hingga ia jatuh tersungkur di lorong kampus.

"Agatha!" Yoga langsung memeluk tubuh Agatha dan kali ini tak ada penolakan bahkan Agatha pun membalas pelukannya.

"Huhh ... huhh ..." suara deru napas tak teratur dari Tara, Revan dan Iren yang baru saja sampai.

"Ga, dia kenapa??" tanya Iren terlihat raut kepanikan dari wajahnya.

Yoga menggelengkan kepalanya, pertanda bahwa jangan dulu membahas ini. Dan Iren pun mengangguk mengerti.

"Ga, mending lo anterin dia pulang," ucap Tara. Jessica memandang ketiganya secara bergantian dan mempererat pelukannya pada Yoga.

"Iya.  Lo bener, tolong ambilin tas gue. Tas Jessica juga anterin ke mobil gue," ucap Yoga sebelum akhirnya ia menggendong Agatha dan membawanya ke tempat parkir.

Setelah Tara mengantarkan tasnya dan Agatha, Yoga mengendarai mobilnya ke luar area kampus.

Yoga's Pov

"Rumah lo dimana??" tanyaku saat sesaat setelah mobilku keluar dari gerbang kampus.

Agatha menggeleng lemah "Aku gak tahu," jawabnya.

Apa?? Dia tidak tahu alamat rumahnya??

"Lo hafal jalannya kan?? Tunjukin aja," Semoga saja kali ini dia tahu.

Lagi-lagi dia menggeleng.

What?? Dia gak tahu. Ini aneh Yoga, ini anehh!! Apa dia bersandiwara??"

"Itu mustahil."

"Sungguh." Kulihat wajahnya serius tak ada kebohongan di sana.

Aku memberhentikan mobilku. Aku menatapnya lekat. Namun air wajahnya berubah dia ketakutan. Dia menangis lagi. Dan hendak keluar mobil beruntung aku menguncinya.

"Aaaaaa! Hiksss ...  Jangann-- Kumohon ..." Dia terus mundur padahal badannya sudah mentok dipintu mobil.

"Agatha tenang. Ini akuu." Aku menenangkannya. Ahh sial!! Kenapa aku terjebak dengan wanita ini?

Kulihat dia berhenti menangis, dia menatapku dan--Yaa dia memelukku.

"Yogaaaa, aku takut." Dia memelukku erat. Uhhh sesak rasanya.

"Tenang."  Aku menenangkannya.

Kurasa dia mulai tenang karena dia melepaskan pelukannya. Dia bersandar pada kursi samping kemudiku.

Sekarang aku yang bingung. Ohh Yoga Firliansyah Putra akan ke mana kau membawa gadis ini pulang. Sedangkan dia sendiri gak tahu di mana dia tinggal. Stupid.

Bu Farah. Iya aku akan menghubunginya untuk meminta nomor Kakaknya. Oohh Yoga beruntungnya engkau selain tampan juga pintar.

Segera aku menghubungi Bu Farah dan beruntung dia segera memberi nomornya.

*Erick gue Yoga, tahukan? Agatha histeris. Sekarang gue mau anter dia pulang, tapi parahnya adik lo ini gak tahu alamat.* aku mengiriminya pesan lewat WA.

*Apaa.. Sekarang gimana keadaannya??*

*Baik,, cepat berikan alamatnya saja!!*

*Jl. Mekar Sari Nomor 28*

Akhirnya sampai juga aku di rumahnya. Rumahnya sih bagus, mewah, dan megah. Seperti rumahku juga. Dia turun dan langsung berlari ke rumahnya setelah mengucapkan terima kasih.

Aku menjalankan mobilku ke rumahku. Ada apa sebenarnya dengan dia??

Huh! Sudahlah, lebih baik aku nikmati sisa hariku dengan tertidur.

 telah sampai di rumahku Bi Sum yang sudah bekerja menahun di rumahku menyambutku hangat.

"Mau dibuatkan teh atau jus den??" tanyanya begitu ramah.

"Tidak Bi." Aku menjawabnya dan langsung berlari ke kamarku.

Ohh tidak! Bayangannya kembali muncul. Yaa dia, Agatha. Yoga berhenti berpikir dan tidurlah. Sulit sekali mata ini terpejam. Aku memutuskan bangun karena kudengar ada pesan masuk.Ternyata Erick yang mengirimnya. "Thank's" itu saja. Aku tak membalasnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status