Share

Tawaran yang Menggiurkan

          "Kenapa kau gemetar seperti itu? Apa kau ketakutan? Dengar, gadis kecil dengan uangku tidak ada yang tidak bisa kubeli. Termasuk, kau bisa kubeli. Hahaha." tawa tuan Adam yang sangat menyebalkan itu meledak. 

      "Enak saja, memangnya kau pikir aku barang. Bisa kau beli begitu saja," sahut Kirana kesal. Sambil mengejek tuan Adam. 

        "Hah, beraninya kau memandang remeh diriku. Apa kau tidak tau siapa aku ini? Aku ini  tuan Adam pria kaya raya di daerah ini. Dan, kau memang barang yang tidak ada gunanya. Selain hanya membuatku kesal." maki tuan Adam kesal. 

    "Kau ini, jangan kau pikir karena kau pria yang kaya. Dan, kau memandangku remeh. Enak saja! Tentu saja, aku ini berguna. Kau tidak tahu saja aku ini gadis seperti apa." ucap Kirana kesal. 

       "Nanti, kau akan meminta ampun padaku. Apalagi kalau seluruh keluargamu kutangkap dengan tuduhan memerasku. Tidak ada yang berani melawanku. Termasuk keluargamu." sahut tuan Adam jengkel. 

     

        "Tapi, tuan ampunilah aku. Aku hanya seorang gadis kecil. Di rumahku, masih ada 2 kakakku. Mungkin, tuan juga akan menyukai mereka setelah bertemu mereka." Kirana menggosok kedua telapak tangannya dan memohon ampun pada tuan Adam. Kirana berharap tuan Adam berubah pikiran. Dan akan mengampuninya. Dan tidak memperpanjang masalah ini. Dia benar-benar seperti tuan yang kejam. 

          Pria kejam itu hanya diam menatap tajam pada Kirana. Tuan Adam tampak sedang menimbang hal yang perlu dilakukannya pada gadis kecil ini. 

        "Baiklah, aku akan melepaskanmu. Tapi, dengan satu syarat. Apa kau sanggup memenuhinya?" tanya tuan Adam lagi. Tuan Adam tampak seperti pria lainnya. Tuan Adam berubah pikiran. 

     Kirana menarik napas lega. Karena tuan Adam tampak berubah pikiran. 

      "Akhirnya, dia berubah pikiran. Mungkin sekarang dia menganggapku berguna. Atau mungkin dia punya maksud lain." batin Kirana dalam hati. 

            "Baiklah, aku sanggup. Apa syaratnya tuan?" tanya Kirana lagi tampak tak sabar. Kirana ragu sekaligus juga penasaran dengan syarat yang di ajukan oleh tuan Adam. 

     Jantung Kirana berdegup kencang. Menantikan syarat apa yang akan di ucapkan oleh tuan Adam. 

          "Syaratnya, adalah kau harus bekerja padaku. Mulai besok. Malam ini, aku akan izinkan kau pulang untuk berpamitan dan membawa bajumu besok ke rumahku. Dan, wajahmu tidak perlu tegang seperti itu. Aku tidak akan membunuhmu. Jadi, kau tenang saja. Itu syarat yang ringan. Kau tidak akan rugi. Aku akan membayarmu dan kau hanya harus bekerja padaku. 

      

        Dan, ingat! Jangan pernah berpikir untuk melarikan diri atau bersembunyi dariku!Atau kau akan tahu rasa akibatnya!"hardik tuan Adam. Sambil memandang Kirana dengan tatapan tajam. Kirana pun menunduk ketakutan. 

          

          "Memangnya, apa akibatnya?" tanya Kirana polos. Sekaligus penasaran. Jantungnya belum tenang. Masih berdetak tak karuan. Kali ini entah apa lagi yang akan dikatakan oleh tuan Adam. 

          

      "Akibatnya adalah tidak hanya kau tapi juga seluruh anggota keluargamu akan ku kirim ke penjara. Mereka akan menanggung perbuatan satu orang. Mengerti?" sahut tuan Adam lagi. Ia takjub pada gadis ini. Banyak orang lari ketakutan kala berhadapan dengan dirinya. Tapi, gadis ini tidak. Kirana tetap memberanikan diri menghadapi tuan Adam. Meski, seluruh tubuhnya gemetar ketakutan. Tuan Adam dengan sorot mata tajam memang menyeramkan. Tapi, tidak bagi Kirana. Tuan Adam sama saja seperti kebanyakan pria lainnya. 

        "Mengerti, tuan." jawab Kirana pelan. Kirana menarik napas lega. Memang, ternyata tidak main-main berhadapan dengan pria satu ini. Dan tidak bisa di anggap remeh juga. 

        "Bagus, sekarang kau kuijinkan untuk pulang ke rumahmu. Dan bereskan barang-barang yang perlu kau bawa. Karena kau akan tinggal lama dirumahku. Bawa yang banyak bajumu.Atau apa perlu di antar. Aku akan perintahkan anak buahmu untuk mengawalmu. "perintah tuan Adam pada Kirana.

       "Tidak. Tidak perlu, tuan. Saya akan pulang sendiri saja. Tuan, tidak perlu memerintahkan anak buah tuan untuk mengawal saya." tolak Kirana halus. Sebelum tuan Adam memaksa  untuk dikawal. Kirana tidak mau seluruh keluarganya lari ketakutan dan mengunci rumahnya kala melihat anak buah tuan Adam mengawalnya. 

        Kirana juga takut ibunya akan berpikir yang tidak-tidak tentangnya kala pulang berramai-ramai seperti itu. Kirana mungkin akan dikira di culik atau bahkan dijual sebagai pembantu. 

          "Tunggu dulu! Ini ada surat kontrak yang harus kau beri stempel. Cepat stempel itu!." perintah tuan Adam tak sabar. Suara keras tuan Adam membuat Kirana kembali ke dunia nyata. Kirana terkejut. Hampir saja, Kirana terjatuh ke belakang kalau saja tangan kekar tuan Adam tidak sigap menangkap ya. 

        "Tapi, tuan aku tidak punya stempel. Aku ini hanya seorang gadis miskin. Jadi, tidak mungkin memiliki stempel." ujar Kirana panjang. Memang, Kirana tidak mempunyai stempel. Hanya sang ayah yang memiliki stempel. 

        "Dasar cerewet! Kalau kau tidak punya stempel. Ini aku punya peniti. Lukai jarimu dan tempelkan jarimu disini setelah darahnya keluar. Cepat lakukan! Atau perlu kubantu?" perintah tuan Adam jengkel. Tuan Adam tidak tahan lagi dengan Kirana. Entah gadis ini bodoh atau hanya pura-pura saja. Benar-benar menguji kesabarannya. Dan, tuan Adam tidak sabar lagi. 

          "Tapi, itu sakit tuan." protes Kirana pelan. Berharap, tuan Adam akan berbaik hati dan tidak jadi menempelkan stempel di kertas tersebut. 

        "Kau ini terlalu banyak omong. Sini biar kubantu biar lebih cepat!" sahut tuan Adam sambil menarik salah satu jari Kirana. Sedikit tak sabar, tuan Adam memegangi jari Kirana. Dan, tangan yang satunya lagi memegangi peniti. Siap menusuk jari Kirana. 

       "Kau tahan ya, karena ini akan sedikit sakit. Tapi, ini tidak akan membunuhmu, kok. Jadi, lebih baik kau tenang, jangan banyak bergerak. Atau kau akan terluka kalau banyak bergerak." ujar tuan Adam kesal. 

      "Ah, jangan tuan! Jangan! Sakit! Biar saya saja yang menusuknya." jerit Kirana ketakutan. Kirana memejamkan matanya. Tapi, tuan Adam tak menggubrisnya. Ia tetap melukai jari telunjuk Kirana dengan peniti. dan setelah keluar darah tuan Adam segera menempelkannya di atas kertas perjanjian tersebut. Tuan Adam tidak bisa percaya begitu saja pada Kirana. Sampai tuan Adam pergi pun Kirana tidak akan melukai jarinya dengan peniti. 

        "Gadis penakut." batin tuan Adam dalam hati. 

        "Selesai. Ini sebagai bukti bahwa kau sudah berjanji tidak akan melarikan diri dariku." ucap tuan Adam lagi sambil melambaikan selembar kertas putih dengan stempel berwarna merah yang berasal dari jari Kirana. 

         "Tapi, tuan bisakah saya memiliki juga kertas itu? Sebagai bukti bahwa saya dan tuan sudah melakukan perjanjian." tanya Kirana pelan. Suaranya masih bergetar. 

        " Tidak! Kau tidak bisa memiliki kertas perjanjian ini juga. Kertas ini, biar aku saja yang memilikinya. Stempel ini sudah cukup sebagai bukti bahwa kau dan aku sudah melakukan kerja sama. Sudah sana pulang! Aku pusing lama-lama mendengar pertanyaanmu. "usir tuan Adam kesal pada Kirana. Tuan Adam pun memijat pelipisnya, pusing. 

       *****

      "Astaga, Kirana! Kamu kemana saja, nak? Kenapa baru pulang sekarang? Ayah dan ibu takut kalau terjadi sesuatu pada kamu." seru ibu dengan nada kuatir.

        "Memang, sudah terjadi sesuatu. Tapi, ayah dan ibu tidak perlu tahu hal ini." batin Kirana dalam hati. 

          "Kirana baru pulang dari pasar, ibu, ayah. Kirana minta maaf pada ayah dan ibu kalau Kirana sudah membuat ayah dan ibu pusing memikirkan Kirana. Memangnya ada apa? Apa ayah dan ibu menungguku pulang? Atau ada yang ingin ayah dan ibu sampaikan padaku?" tanya Kirana heran. Tidak biasanya kedua orang tuanya itu menanyakan dirinya. Ayah dan ibunya biasanya hanya acuh tak acuh terhadap Kirana. 

       "Kirana, kamu sedang apa di pasar tadi? Berkelahi lagi?" tanya ibu heran. Dengan tatapan penuh selidiki. 

        "Tidak, bu. Kirana tidak berkelahi, kok. Tapi, Kirana bertemu dengan seorang pria kaya raya di pasar. Dan, Kirana mengadakan perjanjian dengannya." ucap Kirana ragu. 

       "Apa? Perjanjian? Dengan siapa? Dan, perjanjian macam apa yang kau lakukan dengan pria itu?" berondong ibu tak habis pikir dengan jalan pikiran anaknya ini. 

        "Kirana! Kamu papa hukum. Mulai hari ini kamu tidak boleh keluar rumah lagi! Mengerti kamu?" bentak ayah Kirana yang langsung emosi. Kala mendengar anak gadis ya itu melakukan perjanjian dengan pria lain. 

       Perjanjian macam apa yang dilakukan oleh sang putri? Apa Kirana telah di tipu oleh pria tersebut? Gadis lugu itu hanya akan berakhir di ranjang nantinya. Jika Kirana jatuh ke tangan pria berhati jahat yang bahkan nama dan asal usulnya saja tidak jelas. Pria itu tidak akan bertanggung jawab apalagi menikahi sang putri. 

          "Apa? Tidak boleh keluar rumah lagi? Tapi..., "Kirana memutus ucapanya sesaat. Kirana bingung. Nanti, bagaimana kalau tuan Adam dan anak buahnya datang ke rumahnya dan membuat keonaran. Bisa tambah rumit urusannya. 

         Kirana hanya bisa berharap agar pria itu tidak datang ke rumahnya. Cukup Kirana saja yang pusing memikirkan masalah ini. 

          

        "Tidak ada tapi-tapi, pokoknya kamu tidak boleh keluar rumah lagi! Titik! Setiap kali kamu keluar selalu saja ada masalah yang terjadi. Bikin pusing ayah dan ibu saja, kamu." bentak ayah Kirana kesal. Sepertinya kesabaran ayahnya sudah pada batasnya. 

              "Tapi, yah. Aku sudah janji pada tuan tersebut. Mulai besok aku harus bekerja di rumahnya." ucap Kirana pelan. Takut kemarahan ayahnya akan meledak lagi. Dan, hukuman Kirana bisa bertambah berat nantinya. Kirana memilih diam saja. Menunggu jawaban keluar dari mulut sang ayah. 

          

      "Apa? Maksudmu kau bekerja di rumah tuan yang kaya raya itu? Siapa namanya, pria berhati iblis itu?" tanya ibu tak percaya.

        Kirana hanya mengangguk pelan. "Iya, bu. Aku tidak bisa melarikan diri, bu. Ada surat perjanjian yang sudah diberi stempel dengan memakai darah ku." tutur Kirana sambil menunduk takut. Kirana hanya diam membisu. 

        

      Mata ayah melotot. Menatap tajam kearahku. Mungkin berita ini baginya seperti disambar petir. Terlalu mengejutkan.  Orang tua mana yang tega menjual anak gadisnya pada pria lain. Meskipun pria itu kaya raya. 


         "Dengar ya, Kirana! Sampai kapan pun ayah tidak rela melihat putri ayah bekerja dan tinggal dengan pria lain." ujar ayah pelan. 

        "Bagaimana, bu? Apa kita Ijinkan saja Kirana bekerja di rumah tuan Adam? Kita tidak mungkin bisa menyembunyikan Kirana terus menerus di rumah ini. Pria itu terkenal berhati iblis.

Bisa-bisa, rumah kita hancur di obrak-abrik oleh anak buahnya." tanya ibu Kirana pada ayah Kirana. 

          

"Benar, bu. Kita tidak bisa menyembunyikan Kirana terus menerus disini. Meskipun berat untuk melepas Kirana bekerja di rumah tuan Adam. Tapi, kita tidak punya pilihan lagi." ucap ayah panjang. 

    Tok! Tok! 

    

       "Kirana, ini ibu. Buka pintunya, nak. Ibu mau bicara." panggil ibu dari depan pintu kamarnya. 

        "Ada apa bu?" tanya Kirana tepat setelah pintu terbuka. 

        

       "Kirana, ibu dan ayah sudah bicara tentang keinginanmu untuk bekerja dirumah tuan Adam. Kami akan mengizinkan kamu bekerja disana. 

          Tetapi, pesan ibu. Jaga dirimu, ya." pesan ibu pada Kirana. Kirana pun terharu. Ia memeluk ibu dan membisikkan sebuah kata. 

          "Terima kasih, bu." bisik Kirana pelan. 

      "Biarkan Kirana tinggal disini sehari lagi, bu. Nanti, biar Kirana yang urur dengan tuan Adam jika beliau datang ke rumah kita dengan anak buahnya itu. Boleh, kan bu?" tanya Kirana dengan nada memohon. 

         

"Baiklah, tapi hanya untuk satu hari saja ya? Ibu tidak ingin tuan Adam datang bersama anak buahnya dan mengobrak-abrik rumah kita." pungkas ibu. Kirana mengangguk pelan sambil tersenyum manis. 

          ****

      

        "Kirana! Kirana! Cepat keluar kamu!" teriak tuan Adam. 

      Kirana segera berlari keluar dengan terburu-buru. 

        "Tuan Adam? Ada apa lagi?" tanya Kirana polos. 

          "Tentu saja untuk menjemputmu! Memangnya, mau apa lagi aku kesini? Cepat bawa barang-barangmu! Ikut aku. Atau kau mau kuseret seperti dulu?" perintah tuan Adam jengkel. 

    Kirana segera berlari menghampiri tuan Adam dan menutup mulut tuan Adam dengan telapak tangannya.

        "Cuih! Angkat tanganmu dari mulutku sekarang! Cepat!" desis tuan Adam sambil menatap tajam Kirana. 

          "Eng, maaf, tuan. Tuan sih, kenapa pakai mengungkit cerita masa lalu pertemuan pertama kita. Nanti, kalo ada keluargaku yang dengar bisa bahaya tuan. Aku bisa di gantung di atas pohon beringin itu." ujar Kirana sambil menunduk takut. 

            "Tapi, nggak usah pakai menutup mulutku dengan tangan kotormu itu! Bau pula!" maki tuan Adam kesal. 

                

        "Maaf, tuan. Sekali lagi, aku minta maaf." ucap Kirana tulus. 

          "Tidak ada maaf-maaf! Kau harus kuberi hukuman. Cepat bereskan barang u sekarang! Ikut aku! Sebelum aku menghancurkan rumah orangtuamu dan seisi isinya." perintah tuan Adam tak sabar.       

            "Eh, jangan tuan. Baik aku akan membereskan barang-barangku dan segera ikut dengan tuan." sahutnya cepat. 

        

        Kirana bergegas berlari ke dalam rumah. Dan membereskan barang-barangnya. Lalu, berlari keluar kembali. 

          "Sekarang tuan, aku sudah siap. Kita berangkat sekarang." ucap Kirana dengan napas masih tersengar-sengal. 

         

       "Ayo, kita berangkat!" sahut tuan Adam tanpa belas kasihan. 

        "Tuan! Tuan! Apa kita bisa istirahat dulu? Saya tidak kuat lagi." ucap Kirana pelan. 

    "Apa? Istirahat? Tidak boleh!" sahut tuan Adam kesal. 

           ****

     "Kirana, cuci bajuku! Kirana, itu piring-piringnya kenapa belum juga di cuci? Kamu ngapain saja sih? Kerja tidak ada yang selesai!" bentak tuan Adam kesal. 

         "Baik tuan akan segera saya kerjakan! Maaf, tuan tadi saya kelelahan lalu saya ketiduran. Maaf." ucap Kirana takut. 

       

         

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status