Share

Awal Titik Temu

Kiara memastikan dress yang sedang dikenakannya sudah terpakai dengan rapi. Pilihannya jatuh pada warna merah dengan high heels maroon menambah kesan elegan. Rambutnya yang indah disanggul kebelakang lalu anak rambut yang masih terjuntai membuatnya terlihat klasik dan natural.

Sejujurnya tanpa harus bertanya lebih lanjut mengenai siapa yang akan ditemuinya malam ini, sudah tergambar dengan jelas siapa saja yang akan hadir disana dari tempat yang dipilih kakeknya.

Private Room Golden Hotel selalu jadi salah satu tempat favorit keluarga besar Kiara. Entah mengapa sepertinya relasi kakeknya dengan pemilik Golden Hotel berjalan cukup baik.

Dulu pernah Kiara memiliki satu kesempatan untuk memesan ruangan disana, ternyata harus reservasi sebelumnya. Namun ketika Kiara menyebutkan nama kakeknya, secara ajaib satu tempat sepertinya sudah disediakan secara khusus.

"Acara dimulai pukul 07.00 malam dan baru saja datang?" suara berat seorang laki-laki dari arah belakang cukup mengejutkan.

Kiara memandangi laki-laki itu untuk mengembalikan ingatannya sembari menjawab, "Ada sesuatu yang harus saya urus dulu."

Sudut bibir laki-laki itu tersenyum sinis, "Akan selalu ada saja alasan orang terlambat, bukan?"

"Hak anda berasumsi, tapi Anda siapa?" tanya Kiara setelah memastikan bahwa ia sama sekali tidak mengenal laki-laki itu.

Tatapan laki-laki itu berubah menjadi dingin, "Hanya salah satu tamu." Ucapnya singkat lalu pergi dari tempat itu.

Baru saja sampai Kiara sudah dibuat sedikit kesal dengan orang sok kenal yang menyapanya tadi. Beberapa sepupu Kiara memang melanjutkan pendidikan di luar negeri namun Kiara masih ingat jelas masing-masing wajah mereka.

Jadi sepertinya orang tadi keliru ketika sedang menyapanya. Maksud Kiara di hotel itu bukankah ada beberapa ruangan? Bisa saja orang itu sedang mengigau dimalam hari atau alkohol membuatnya berbicara melantur. 

Kiara mengenyahkan pikiran tidak penting itu, lalu melenggang masuk menuju ruangan yang telah ditentukan oleh kakeknya.

"Selamat datang, Kiara sayang." Tanpa basi-basi Toro Atmaja langsung merangkul cucu kesayangannya.

Kiara melihat kakeknya dengan wajah riang, "Kiara kangen kakek" ucapnya sambil membalas rangkulan kakeknya.

Tanpa Kiara sadari, ruangan itu terasa lebih ramai daripada biasanya. Pandangan Kiara berpendar ke tiap sudut ruang yang ada disana. Matanya terhenti pada sosok laki-laki yang ia jumpai didepan tadi.

Tubuh Kiara seketika menegang, tidak ada yang salah dengan ucapan laki-laki itu tadi. Kiara memang terlambat namun bukan karena sengaja tidak menepati waktu, hanya saja memang benar ada beberapa urusan pekerjaan yang harus ia selesaikan sebelum pergi.

Menyadari arah tatapan dari cucunya, Toro Atmaja kemudian berjalan mengarahkan Kiara mendekat pada laki-laki yang sedang ditatapnya.

"Ini Marven Anggasta Hadinata, anak sulung dari keluarga Hadinata. Marven, ini Kiara cucu kesayangan kakek." Toro terkekeh pelan saat memperkenalkan cucu kesayangannya dengan bangga.

Hadinata? Sepertinya Kiara tidak asing mendengar nama itu. Tanpa ragu, Kiara menyambut uluran tangan Marven.

"Salam kenal, nona Kiara." Nada bicaranya masih terdengar sinis ditelinga Kiara.

Namun Kiara tetap tersenyum berusaha menghargai kakeknya, "Salam kenal, tuan Marven." Balasan Kiara tidak kalah dingin, bahkan orang akan tahu jika senyum hanyalah formalitas belaka.

Dari sebelah kirinya terdengar langkah kaki mendekat, "Oh ini cucu kesayangan om Toro," katanya lugas. Disampingnya berdiri seorang wanita anggun yang tersenyum ramah.

Meski tidak lagi muda, namun tubuhnya masih tegap dan penuh wibawa. Perempuan anggun yang ada disebelahnya memiliki wajah tenang namun tatapan matanya tajam dan yakin. Mereka pasangan yang sangat serasi. Tidak butuh waktu lama sepertinya untuk membuat seseorang merasa sungkan pada mereka berdua.

"Ah, Peter Hadinata. Perkenalkan ini cucuku, Kiara. Kiara ini Pak Peter dan Bu Giani, ayah dan ibu Marven sekaligus pemilik Hadinata Group." Toro mengenalkan Kiara dengan tegas namun sopan.

Hadinata Group? Kini semuanya tampak jelas bagi Kiara. Semua potongan demi potongan berita yang sempat ia baca mengalir begitu saja dalam benaknya. Bagaimana kelebihan dan keistimewaan dari Hadinata Group lalu dugaan kasus pencucian uang yang tidak pernah terekspos.

Berusaha menyembunyikan sesuatu dalam benaknya, kini Kiara menundukkan kepalanya sembari tersenyum tulus sebagai tanda sopan santun. Namun sejuta pertanyaan bernaung kembali kini.

"Om Toro jangan terlalu berlebihan begitu, Kiara bisa panggil kami om dan tante saja ya." Kini Peter yang langsung menanggapi ucapan Toro.

Setelah saling mengenal satu sama lain dengan Kiara, Peter mulai membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan bisnis kepada Toro. Mereka perlahan menjauh tentunya dengan Giani yang senantiasa mendampingi Peter.

Kiara menatap mereka menjauh ketika kakeknya mengisyaratkan untuk meminta waktu pergi lebih dulu dari sana untuk sementara. Kiara mengangguk lalu berakhirlah posisinya seperti sekarang ini, berhadapan dengan sosok laki-laki dingin bernama Marven.

Kiara berulang kali mengerjapkan mata menyadari betapa canggungnya posisinya dengan Marven sekarang.

"Tadi kita sempat bertemu didepan," kata Kiara bermaksud memecah keheningan.

Marven menatapnya, "Maksudmu yang waktu kau terlambat?"

Kiara sepertinya perlu meluruskan pola pikir laki-laki ini, "Maaf mengecewakan, tapi asumsi anda salah. Saya tidak pernah berniat untuk sengaja terlambat, memang ada beberapa hal yang harus saya urus."

Marven memicingkan matanya terlihat curiga, "Oh ya? Tampak sibuk sekali."

"Tentu saja, saya bukan tipe orang yang hanya bisa duduk diam dirumah menikmati harta dan pergi ke salon kapanpun saya mau," jawab Kiara spontan dengan kilat di matanya.

Bisa-bisanya nada bicara dari Marven membuat Kiara tersinggung. Marven terkesan sedang meremehkan Kiara dengan jelas sekali ketika ragu saat ada beberapa urusan yang harus Kiara kerjakan lebih dulu. Seperti tidak akan ada orang didunia ini yang bisa menandingi kesibukannya.

Menyadari bahwa jawaban Kiara mencerminkan seseorang yang sedang tersinggung, Marven langsung menanggapinya dengan santai dan senyum kecil disudut bibirnya.

"Ketus sekali, nona Kiara." Ujar Marven sembari melihat dengan seksama wajah wanita itu.

Gadis itu memiliki mata berwarna cokelat membuat kesan tenang ada dalam pribadinya, sisa anak rambutnya yang tergerai menghiasi telinga dan lehernya menambahkan kesan lembut. Kalung permata kecil yang digunakan menambahkan kesan anggun. Marven mendadak ingat dengan ibunya, wanita anggun yang selalu mendampingi ayahnya kemanapun Peter pergi.

Sosok yang sangat setia dan penyayang memang melekat pada diri ibunya. Bahkan sejak kecil, Marven tidak pernah sekalipun dimarahi oleh ibunya. Tidak peduli seberapa besar kenakalan yang dilakukan oleh Marven, ibunya cukup berbicara lembut padanya maka Marven sama sekali tidak ingin mengulangi perbuatan itu lagi.

Tampilan gadis itu memang benar mengingatkan Marven pada ibunya, namun sikap ketus yang tercermin dalam setiap katanya membuat Marven segera menghilangkan anggapan gadis itu mirip ibunya. Semua kata yang digunakan oleh Kiara untuknya seperti bentuk dari sikap geram gadis itu terhadapnya. 

Gadis itu membalas ucapan Marven dengan tersenyum sinis, "Sampai jumpa lagi, tuan Marven. Semoga kita dipertemukan dalam keadaan senang lagi seperti ini." 

Alisnya menyatu, "Maksudnya apa?" tanya Marven tanpa basa basi.

"Bagaimana kabar JiwaBraga? Sepertinya berbondong-bondong nasabah akan menuntut hak jaminan polis asuransinya" Kiara berjalan selangkah lebih dekat kepada Marven.

Rahang Marven mengeras mendengar ucapan Kiara namun ia berusaha bersikap tenang, "Tentu saja, JiwaBraga harus bertanggungjawab bukan?"

Kiara membisikkan sesuatu disamping Marven, "JiwaBraga harus bertanggungjawab dan saya pastikan itu." Kiara mendorong tubuhnya sendiri pelan menjauh dari Marven.

Meninggalkan lelaki itu dengan pertanyaan yang menggelayuti benaknya. Marven tidak menyangka bahwa Kiara mengetahui skandal perusahaan asuransi jiwa itu. Tidak banyak orang yang mengetahuinya, lantas darimana gadis itu mengetahui hal-hal semacam itu?

Marven mengingat nama itu baik-baik, Kiara Atmaja. Lalu menelepon sekretaris pribadinya untuk mencari tahu tentang wanita itu. Kiara Atmaja, siapa wanita ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status