Share

Selamat Datang, Kiara!

Tubuh Marven seketika membeku ditempatnya saat melihat Kiara ada didepan rumahnya, kali ini bukan lagi didepan pagar seperti beberapa hari yang lalu ia lakukan. Dengan didampingi beberapa orang disampingnya dan mengenakan dress rapi selutut, wanita itu sekarang baru terlihat seperti salah satu keluarga dari Atmaja.

"Sedang apa kau disini?" tanya Marven sembari memeriksa orang-orang disekelilingnya.

Kiara tersenyum tipis, "Menurut anda, Tuan Marven?"

"Kami tidak pernah mengizinkan siapapun wartawan kesini."

"Sambutan yang sinis sekali. Kau pasti sudah mencari tahu banyak tentangku," nada menyinggung telah Kiara keluarkan.

"Saya kira anda punya kemampuan untuk mengatakan sesuatu dengan jelas, Nona Kiara."

Kiara tersenyum lebar sekarang, "Mengapa begitu panik, tuan Marven? Saya disini hanya diminta mewakili kakek."

Meski mampu menyembunyikan segala ekspresi dari wajahnya, jauh didalam dirinya Marven sangat lega. Ia begitu serius tidak akan membiarkan wartawan meliput apapun dikediaman pribadi milik mereka.

Setelah beberapa saat Marven baru menyadari bahwa dari awal berbicara dengannya, gadis itu hanya sekedar bersikap sarkasme. 

Tidak beberapa lama setelah itu, Giani dan Peter keluar dari rumahnya. Menyambut Kiara dengan pelukan hangat. Melihat itu Marven bertanya kepada pegawainya apa sebenarnya yang sedang gadis itu lakukan dikediamannya.

"Nona Kiara sedang memperbarui kontrak kerjasama perusahaan Bapak Toro Atmaja dengan salah satu anak perusahaan Hadinata Group," sekretaris pribadinya menjelaskan.

Seketika Marven melupakan sesuatu bahwa sudah waktunya memperbarui kontrak dengan Toro Atmaja.

Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu yang menyebabkan anak perusahaan Hadinata Group yang bergerak di bidang kuliner mengalami perkembangan yang signifikan sejak mendapat pasokan bahan pangan dari perusahaan milik Toro Atmaja.

Khusus kontrak yang penting dan fundamental memang masih dalam lingkup yang dihandle oleh Peter Hadinata. Marven yang menyadari itu adalah ranah ayahnya, memutuskan untuk segera berangkat ke perusahaan.

Kiara yang disambut dengan hangat kemudian disuguhi makan siang dengan pemandangan taman sejuk dibelakang rumah milik keluarga Hadinata. Pantas saja rumah mereka tak terjamah, bak istana didalamnya tentu saja tidak bisa sembarang orang masuk ke dalam rumahnya.

Kiara tidak boleh lengah untuk mengetahui tiap detail mengenai keluarga Hadinata. Hal itu ia lakukan untuk mengetahui celah keluarga Hadinata.

Rumah keluarga Hadinata sangat megah, tiap sentuhan interior yang ada disana memberikan kesan mewah sejauh apapun mata memandang. Kiara melewati lorong menuju ke kamar mandi. 

Ia memilih untuk menyusuri lorong itu dengan langkah yang perlahan, melihat lukisan yang terpampang disebelah kanan dan kirinya.

Saat sedang berjalan Kiara tanpa sengaja melihat pintu ruangan yang terbuka dengan lebar. Ketika melihat kedalam, Kiara bisa dengan tahu pasti itu adalah ruang perpustakaan pribadi.

Seorang gadis kecil berusia sekitar 10 tahun duduk menggunakan kursi roda. Ia berusaha menggapai salah satu buku di rak bagian atas.

"Halo, mau yang mana? Biar aku bantu," Kiara tersenyum dan bertanya ramah.

"Kau bisa melihatku?"

"Hah?" Kiara terkesiap mendengar pertanyaan balik itu.

Rumah Hadinata memang besar namun sama sekali tidak ada dalam benak Kiara jika dibalik megahnya rumah itu tersimpan misteri menakutkan.

Jangan-jangan satu-satunya alasan mengapa Keluarga Hadinata tidak pernah membiarkan ada wartawan yang masuk karena rumah itu berhantu? Dan mereka ternyata sedang menyembunyikan sesuatu?

Untuk sepersekian detik Kiara berpikir untuk kabur dari sana, peduli setan dengan celah keluarga Hadinata. Kiara paling tidak bisa berhadapan dengan makhluk tak kasat mata.

Beberapa detik Kiara terpaku, kini hatinya mendadak tenang ketika mendengar gadis kecil itu tertawa terbahak-bahak.

Bukannya Kiara gampang untuk ditipu, tetapi ini pertama kalinya ia pergi kesana dan sama sekali tidak tahu apapun mengenai bahaya yang mengancamnya disana.

"Haha Kakak takut?" kata gadis kecil itu.

Wajahnya begitu manis dan menggemaskan, untuk anak seusianya Kiara rasa gadis kecil itu memiliki daya tarik tersendiri. Rambutnya yang ikal bergelombang serta matanya yang bulat.

Kiara mengerjapkan mata, "Tidak, hanya berpura-pura."

Gadis kecil itu terkekeh lagi. Oh tidak, kini mungkin Kiara sudah tampak seperti badut yang berbohong dihadapan anak kecil.

"Boleh minta tolong ambilkan buku berwarna merah yang disana?" Gadis itu bertanya sembari menunjuk salah satu buku.

Kiara tahu buku itu, salah satu buku cerita untuk anak yang sering dibacakan oleh ibunya. Bahkan buku serupa yang didapatkannya dari ayah pada kado ulang tahunnya dulu masih ada di rak buku rumahnya.

"The Suitcase Kid? Kau suka buku ini?" Kiara melihat lagi sampul buku itu setelah sekian lama.

Gadis itu tersenyum lebar, "Sangat suka, kata kakakku aku harus sadar bahwa diluar sana tidak ada yang seberuntung aku. Orang-orang yang tidak memiliki orangtua juga memiliki kesedihan dalam hidupnya."

Kiara tidak terlalu mempedulikan perihal apa yang kakak dari gadis kecil itu katakan, hanya saja terdengar lucu bagi Kiara. Orang yang tidak memiliki orangtua juga bisa menjalani kehidupannya, bahkan meraih apapun yang mereka inginkan jika mereka mau.

"Sepertinya aku tambahkan poinnya, orang yang tidak memiliki orangtua bukanlah orang yang tidak beruntung. Mereka diberikan kekuatan untuk berdiri diatas kakinya sendiri dan berjuang dalam hidupnya lebih keras daripada yang lainnya," tandas Kiara tampak berusaha meyakinkan.

Gadis kecil itu terlihat tidak senang ada yang tidak sependapat dengan kakaknya, "Tapi kakakku benar, mereka terlihat kesepian sekali."

Kiara mengangguk, paham dengan apa yang gadis itu coba katakan.

"Tidak ada yang menyalahkan kakakmu, tapi hidup mereka bukan hanya tentang meratapi kesepian dan kesedihan. Akan aku bawakan buku lain yang serupa dengan itu. Kisah tentang anak tanpa orangtua yang berhasil membuat dunia berada dibawah kakinya." Kiara mengingat salah satu buku yang membuatnya kuat hingga saat ini dan mampu melewati kesedihan pasca ditinggalkan oleh kedua orangtuanya.

"Kakak janji?" Gadis kecil itu terlihat setengah tidak percaya atas yang dikatakan perempuan dihadapannya.

Namun yang pasti, ia sangat tidak suka jika ada yang tidak sependapat dengan kakaknya. Menurut gadis kecil itu, kakaknya adalah orang yang paling hebat.

Kiara menyambut uluran jari kelingking gadis kecil itu. Meski terlihat kesal ada yang tidak setuju dengan pendapat dari kakaknya, namun sepertinya gadis kecil itu juga penasaran tentang buku yang akan dikenalkan oleh Kiara.

"Nona, maafkan saya. Tadi sedikit lebih lama di toilet, apa ada yang diperlukan?" ucap seseorang yang memakai pakaian berbeda dari pelayan yang lain. 

Sepertinya pakaian itu khusus digunakan untuk orang yang dekat dengan gadis kecil itu.

"Kiara, apa yang membuatmu lama nak? Tidak menemukan toilet?" suara lembut milik Giani menyusul masuk ke dalam ruangan perpustakaan itu.

Gadis kecil itu melihat Giani penuh tanda tanya seakan meminta penjelasan mengapa Giani berbicara kepada Kiara.

"Ah, kalian sudah bertemu. Perkenalkan Kiara, ini anak bungsu Tante Giani. Namanya Elena Hadinata, adik Marven. Elena, ini cucu Kakek Toro. Elena ingat Kakek Toro?" Giani memperkenalkan Elena dengan bangga sembari mengelus lembut punggung gadis kecil itu.

Elena mengangguk pelan sambil memandangi Kiara dari atas hingga bawah. Kiara yang sedang merasa sedang diperhatikan tiap sudut pakaiannya memilih untuk mengulurkan tangan.

"Salam kenal, Elena. Sesuai janji kita tadi, aku akan bawakan buku itu besok" Kiara memastikan Elena tidak akan menganggapnya berbohong.

Sebab Kiara sangat ingin memberikan buku itu kepada Elena. Elena penyandang disabilitas, salah satu cara untuk memahamkan Elena tentang betapa berharganya dirinya bukan dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang kurang beruntung.

Namun fokus pada apa yang membuatnya senang dan kelebihan yang dimiliki, Kiara berpendapat bahwa itu akan lebih membuat Elena membuka mata tentang betapa hebatnya gadis kecil itu meski kondisinya berbeda dari kebanyakan orang.

Satu lagi mengenai keluarga Hadinata yang Kiara ketahui, Elena Hadinata. Ia tidak sabar untuk membuka hal-hal lain tentang Hadinata. Mulai saat itu, Kiara memutuskan mengisi jurnal perjalanannya memecahkan kasus keterlibatan Hadinata dan semua kisah yang seakan mereka sembunyikan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status