Share

Rumah Megah Hadinata

Langkah Kiara terasa lebih cepat daripada biasanya, terpaan angin menyapa lembut surainya berikut dengan rambut panjangnya yang dibiarkan menjuntai. Hari ini ia harus lebih cepat sampai di kantor sebab hal penting mengenai penyelidikan kasus Jiwabraga mengalami perkembangan.

Kini kasus itu telah dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Penyelidikan sebelumnya adalah proses menganalisa suatu perkara apakah termasuk perkara pidana, sedangkan penyidikan sudah dapat dipastikan perkara itu merupakan suatu tindak pidana lalu sedang dicari bukti yang lebih banyak untuk mencari tersangka sehingga mampu dinaikkan ke proses penuntutan di Kejaksaan.

Semua hal itu tidak asing lagi bagi Kiara, ia mendapatkan gelar sarjana hukumnya dengan hasil yang sangat memuaskan. Lulusan terbaik yang saat itu dengan predikat cumlaude diraih Kiara tanpa menemui kesulitan yang berarti.

Berkuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri terbaik di suatu negara, tidak pernah membuat Kiara berbangga hati. Sebaliknya, ia seringkali aktif sebagai perwakilan kampus dalam mengikuti berbagai kompetisi. Melompat dari kejuaraan yang satu kepada kejuaraan yang lainnya, membuat nama Kiara dikenal bukan hanya sebagai gadis yang memiliki paras cantik namun juga cerdas.

"Jadi hari ini, kita sudah mendapatkan laporan dari kepolisian bahwa kemungkinan salah satu keluarga Hadinata akan dipanggil untuk menjadi saksi kasus Jiwabraga. Kiara, Diska dan Samuel ke rumah Hadinata, sebisa mungkin dapatkan komentar mengenai pernyataan dari kepolisian ini" perintah Adeline, seorang Redaktur Pelaksana.

Instruksi tersebut cukup jelas, namun setelah mereka tiba di kediaman Hadinata ternyata perusahaan pers tempat Kiara bekerja tidak dibiarkan menjadi wakil pers sendirian. Ada cukup banyak wartawan yang lain juga menunggu didepan rumah Hadinata. 

Pagar hitam tinggi dengan ukiran bergaya Eropa ditambah warna keemasan pada setiap detailnya tampak glamor. Namun di depan pagar itu, tidak terlihat rumah Hadinata. Jalan panjang setelah masuk pagar dan tanaman disamping kanan dan kiri jalan itu menyadarkan bahwa bentuk kediaman Hadinata seperti jalan menuju istana diujung sana. 

"Kita tidak bisa masuk sepertinya," ucap Samuel setelah berusaha bertanya pada salah satu Security disana.

Meskipun Kiara sendiri tidak begitu yakin mengapa ada Security yang mengenakan pakaian jas khusus hitam dan putih. Mereka semua tampak seperti bodyguard dimata Kiara.

Diska melihat setiap orang yang ada disekelilingnya, "Itulah alasan mengapa mereka semua hanya berdiam diri disini, kan?"

"Aku bertanya pada security hanya untuk memastikan, kenapa kita tidak boleh masuk." Samuel sepertinya mulai jengah dengan ucapan Diska.

Kiara mendecakkan lidah lalu bertanya, "Alasannya?"

"Mereka tidak mau menemui seorang wartawanpun dirumahnya," jawab Samuel cepat.

Akhirnya mereka memilih duduk bertiga dan menganalisis lagi pernyataan dari kepolisian bahwa ada kemungkinan keluarga Hadinata akan dipanggil untuk diperiksa. Semua saksi yang akan diperiksa disebutkan dengan jelas oleh Kepolisian, terkecuali keluarga Hadinata. 

Sepertinya Kiara harus menelepon salah satu polisi yang memberikan pernyataan kemarin dan menanyakan ulang kelanjutan dari makna 'kemungkinan'. Ketika berbicara mengenai kemungkinan artinya tidak ada kepastian absolut.

Sepertinya Kiara enggan untuk berhadapan dengan hal-hal seperti itu. Dan semakin Kiara dihadapkan dengan ketidakpastian dari narasumbernya maka nalurinya sebagai seorang jurnalis semakin tajam untuk mendapatkan jawaban yang pasti.

Beberapa orang berlindung dalam setiap kemungkinan yang ada, sederhana saja mereka takut dimintai pertanggungjawaban atas segala hal yang telah diungkapkannya. Namun bukankah resiko akan selalu melekat sepandai apapun kita menghindar dari banyak pilihan?

Setelah dua jam menunggu, mobil berwarna hitam legam muncul dari arah seberang. Kisaran harganya bisa dipastikan miliaran rupiah, dulu sewaktu kuliah Kiara sering menemani kakeknya untuk melihat-lihat pameran mobil.

Kiara tidak bisa melihat siapa yang ada dimobil itu, namun ketika mobil itu datang pintu gerbang dibuka dan penjagaan ketat oleh security yang lebih mirip bodyguard mafia eksklusif menurut Kiara itu menjalankan tugas mereka dan membungkuk hormat.

Tanpa Kiara sadari, dari dalam mobil ada seseorang yang tidak sengaja melihatnya. Marven langsung mengingat perintahnya kemarin kepada seseorang, "Kiara? Mengapa gadis itu ada disini?"

"Tuan Marven, Kiara Atmaja bekerja sebagai salah satu jurnalis atau wartawan di perusahaan pers INews," tatapan pria itu masih fokus pada menyetir mobil.

Marven memilih diam sejenak berpikir, "Salah satu bidang bisnis di anak perusahaan Global Media Corp?"

"Betul, Tuan Marven. Laporan yang kemarin diminta telah saya letakkan di meja Tuan Marven." 

Marven tidak menanggapi jawaban itu karena ia lebih penasaran terhadap detail informasi yang telah didapatkan tentang Kiara. Tibalah Marven diruang kerjanya yang luas dengan dominasi warna hitam yang menenangkan, dibuat senyaman mungkin oleh ibunya. Giani Hadinata tahu betul bahwa anak sulungnya itu lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kerja.

Setiap informasi dari Kiara membuat Marven semakin penasaran dengan wanita itu, mengapa ia memilih semuanya dari bawah dan menjadi jurnalis? Jurnalis bukanlah pekerjaan yang diremehkan oleh Marven, namun dengan anak perusahaan yang ditinggalkan oleh ayah dan ibu dari Kiara sepertinya tidak sulit baginya untuk bisa berhasil.

Anak perusahaan milik Toro kini dikendalikan oleh Yordan, salah satu anak dari Toro Atmaja. Bukankah seharusnya Kiara yang mengambil alih dan meneruskan apa yang telah dibangun oleh ayahnya? Dan baru saja Marven melihat Kiara sedang berpanas-panasan di luar pagar rumahnya menggunakan nametag khas jurnalis. 

Ia terlihat lebih mencolok memang dibandingkan jurnalis lainnya, entah karena parasnya yang manis itu atau posisinya yang paling depan tadi untuk memastikan siapa yang ada di dalam mobil agar bisa dimintai keterangan. Entahlah yang pasti kini Marven sedang berpikir keras dan sibuk menerka apa yang ada dalam pikiran Kiara.

Masuk akal sekarang bagi Marven mengapa gadis itu menanyakan sesuatu mengenai Jiwabraga kepadanya. Namun tidak pernah ada berita yang menyangkutpautkan kasus itu dengan keluarga Hadinata. Legal officer dan lawyer khusus perusahaannya telah memastikan tidak akan ada berita buruk mengenai keluarga Hadinata.

Dalam dunia bisnis, rumor yang belum pasti akan mempengaruhi persepsi dan pandangan dari investor terhadap saham yang dimilikinya. Perkembangan informasi yang beredar dan belum tentu kebenarannya ini pernah membuat harga saham milik perusahaan keluarga Hadinata turun di titik yang paling rendah selama perusahaan mereka berdiri. 

"Marven, ada apa banyak wartawan diluar?" Giani masuk ke dalam ruangan.

Langkahnya sama sekali tidak terdengar oleh Marven karena terlalu fokus pada informasi yang didapat tentang latar belakang Kiara.

Marven tersenyum, "Jangan khawatir, Ma. Its all under control."

Giani selalu percaya apa yang dikatakan oleh anaknya, "Hari ini ada kursus musik Elena, kalau kamu tidak sibuk boleh temani dia? Katanya dia rindu kakaknya yang sibuk cari jodoh ini," ucap Giani sembari tersenyum menggoda Marven.

"Sibuk bekerja, Ma." Marven mengoreksi.

Giani meninggalkan Marven setelah terkekeh melihat anaknya yang mulai kesal saat digoda mengenai jodoh. Kertas yang memuat informasi tentang Kiara masih ada di mejanya, Marven membacanya kembali untuk menemukan titik terang. Gadis itu masih diluar tapi mampu membiarkan Marven meraba segala sesuatu tentangnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status