Rynee akhirnya mengganti namanya menjadi Choi Cha Soo setelah ia dikeluarkan dari sekolahnya di Amerika dan memilih untuk pindah ke Korea Selatan. Ibu dan Ayahnya memilih berpisah dengan Raynee saat ia dikeluarkan dari sekolah. Kehidupannya berubah 180 derajat setelahh pindah. Culture Shock yang dialami dirinya terus mengganggunya selama itu tetapi Doyoung, teman barunya di Korea memilih berteman dekat dengannya bahkan mereka menjadi sahabat yang tidak pernah berpisah dan selalu satu sekolah sampai SMA sekarang ini. Tiba-tiba ada anak baru di sekolah Rynee yang sekaligus pelatih wushu baru di asramanya. Penyesalan Rynee begitu besar setelah mengenal anak baru itu. Perkenalan mereka justru membawa bencana dan membuat Doyoung begitu membenci anak baru itu.
View MoreSeorang perempuan muda menyusuri selasar rumah sakit dengan senyum semringah dan hati yang berbunga-bunga. Kabar gembira yang ingin disampaikan pada sang suami telah membuatnya lupa kalau ia sedang menyusuri lorong remang.
Aktifitas pelayanan masyarakat sudah ditutup setengah jam yang lalu. Beberapa orang karyawan dan nakes yang ia lewati bersiap-siap pulang ke rumah. Bahkan beberapa lampu telah dimatikan. Sambil bertegur sapa, ia terus melangkah hingga sampai di muka pintu kantor suaminya yang menjabat sebagai direktur di satu rumah sakit itu. Sebelum memegang gagang pintu, terlebih dahulu ia menghirup oksigen kuat-kuat, berharap bisa membuat suaminya terkejut dengan kedatangannya.
“Surprise!!” teriaknya.
Namun siapa sangka, sebuah pemandangan yang telah membuatnya seperti mendadak kehilangan roh. Matanya membelalak selebar mungkin, seakan bola di dalamnya ingin keluar. Sepasang manusia tersentak, lalu saling salah tingkah sambil merapikan pakaian mereka. Sang laki-laki berdiri mendekatinya.
"Wahda, kenapa ke sini? Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya? Ingin memberi kejutan ya? Wah aku benar-benar terkejut," seru Bagus panik sambil meraih tangan istrinya.
Mata Wahda mengejap, matanya masih tak beralih dari seorang perempuan yang ia kenal sebelumnya.
Wahda menarik tangannya. Seketika matanya memerah nanar. "Apa yang kalian lakukan di sini?"
"Bukan begitu, Wahda. Kami cuma membicarakan tentang pekerjaan," jawab Bagus terbata-bata. "Iya kan, Angel?"
"Iya, Wahda. Kami cuma membicarakan pekerjaan. Jangan salah paham," jawab Angel sedikit gugup.
Wahda menatap wajah perempuan cantik yang tidak memperlihatkan rasa berdosa. Meski hanya tangkapannya beberapa detik, ia yakin dengan penglihatannya.
"Jangan salah paham? Siapa yang salah paham? Aku belum bilang apa-apa. Kalian saja yang menuduhku begitu."
Bagus bernapas lega. Ia kembali berusaha menarik tangan Wahda, tetapi kembali gagal.
"Perkataan dan sikap kalian semakin menjelaskan bahwa apa yang kulihat tadi tidak salah," tukas Wahda.
Bagus tersentak, tetapi ia berusaha tenang. "Wahda, aku tidak mengerti apa maksudmu?"
"Jangan mengelak lagi. Penglihatanku tidak salah, ucapan kalian menguatkannya. Kalian telah tertangkap basah. Jujur saja, kalian telah berbuat khianat di belakangku, iya kan?" tuding Wahda dengan diusahakan datar, padahal dalam dadanya bergemuruh hebat.
Emosi Bagus mulai terpantik. "Jadi kamu ke sini tanpa pemberitahuan hanya untuk memata-mataiku? Oke, memang benar. Apa yang kamu lihat itu benar. Sekarang puas?!"
Wahda tertawa ngilu. "Bukannya merasa bersalah, kamu malah menuduhku. Asal kamu tahu, aku ke sini untuk kasih kejutan, tapi apa yang kudapatkan?!" ucap Wahda mulai bergetar. Pertahanan dirinya hampir roboh.
Sekilas Bagus terlihat rasa bersalah, tetapi egonya terlanjur tinggi.
Wahda menghela napasnya. "Ini pertama kalinya kamu membentakku. Jadi inilah wajah aslimu?”
Ia menundukkan pandangannya, sambil menghalau cairan yang mau tumpah di kelopak matanya. “Jadi selama ini kamu menyembunyikan wajah aslimu dariku?”
Bagus tergagap. “Tapi bukankah selama ini aku telah bersikap baik padamu? Apakah itu tidak cukup?”
“Cukup, andai sekarang aku tidak melihat kenyataan pahit ini,” sahut Wahda dengan sekuat tenaga menahan gejolak yang hampir meledak.
“Wahda, aku ….” Bagus merasakan mulutnya bungkam. Apapun perkataannya, pasti terlihat buruk akibat kelengahan sesaat.
“Semua telah terjadi. Kamu tidak mungkin menggabungkan kami keduanya 'kan?”
Angel merangsek maju. “Wahda, ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku tidak bermaksud untuk menghancurkan rumah tanggamu.”
“Lalu kamu mau seumur hidup tanpa status?” telak Wahda.
Angel membuka mulutnya, tetapi tidak ada suara yang keluar.
“Gus, sekarang ambillah keputusan. Kamu pilih aku atau dia?”
Bagus meraih tangan Wahda. “Wahda, mari kita pulang. Kita bicarakan baik-baik, dengan kepala dingin.”
Wahda menarik tangannnya. “Kepala dingin bagaimana? Hasilnya tetap sama kan? Kamu tidak sanggup melepaskannya. Meski sekadar membohongiku saja di depannya kamu tidak sanggup, karena itu akan menyakitinya. Iya kan?”
“Wahda? Oke, aku salah. Beri kesempatan satu kali lagi, ya,” bujuk Bagus.
Wahda menyungging sebelah bibirnya. “Lima tahun kita bersama, kamu masih tidak sanggup berpaling darinya. Lalu aku harus memberimu waktu berapa tahun lagi? Enam, tujuh atau sepuluh tahun?” Wahda tertawa. “Tidak mungkin aku menyiakan-nyiakan waktuku untuk sesuatu yang tidak pasti. Kalau begitu, bebaskan saja aku.”
“Wahda, please, kita harus pikirkan ini baik-baik, oke.”
Angel mendeham. “Kalau begitu aku keluar dulu. Kuharap kalian bisa baikan lagi.”
“Tunggu, jangan beranjak sedikitpun dari sini!” titah Wahda dengan tatapan tajam. Angel terdiam. Wahda beralih ke arah Bagus.
“Pikirkan bagaimana lagi? Begini saja, sekarang aku minta, tinggalkan dia, berhenti dari pekerjaan ini. Kamu cukup praktek di rumah saja. Gimana?” tawar Wahda.
“Bagaimana mungkin. Wahda, kuharap kamu mengerti keadaanku. Aku baru saja menaiki jabatan ini. Jabatan impian banyak dokter, bagaimana mungkin kamu menyuruhku berhenti begitu saja?!”
“Kalau begitu, ceraikan saja aku!” tukas Wahda.
Bagus tersentak. Seketika darahnya kembali mendidih. “Mengapa? Mengapa kamu seperti tidak memahamiku? Kamu tahu bagaimana perjuanganku sampai di titik ini, dan sekarang menyuruhku berhenti begitu saja. Mengapa kamu memojokkanku seperti ini?"
“Jadi aku harus bagaimana? Membiarkan kalian terus berhubungan di sini?’
Cha Soo membuka matanya. Ia segera bangun dan mengambil ponselnya yang bergetar itu. Terlihat pesan masuk dari Dokter Cha.~Soo-ah, bisakah kau membantuku? Katakan pada Chenle jika aku tidak bisa datang untuk konsultasi hari ini, aku ada pertemuan penting dan sangat mendadak.~Cha Soo menutup kedua matanya, ia menghela napas panjang.~Kenapa aku harus melakukannya? Kenapa tidak kau telepon?~~Dia tidak meneleponku tadi malam, aku juga lupa menaruh nomornya di mana, buku pasienku tertinggal di kantor Rumah sakit.~Cha Soo memasang wajah kesal saat membalas pesan dari Dokter Cha itu.~Kalau begitu kau bisa mengambilnya.~Cha Soo menaruh ponselnya dengan keras, ia menggigit bibir bawahnya."Kenapa ada-ada saja di pagi hari. Aishh aku tidak ingin berangkat sekolah," kesal Cha Soo sambil menendang-nendang selimutnya lalu ponselnya bergetar lagi. Ia pun membuka pesan dari Dokter Cha itu.~Aku hari ini tidak ke Rumah sakit, aku
Chenle, Jiar, dan Ji Sung sedang bersantai malam-malam di salah satu tempat asrama yang biasa digunakan untuk beristirahat setelah latihan. Mereka membicarakan banyak hal sembari meminum cola dan mereka juga menunggu pesanan pizza datang. Ji Sung terlihat sangat fokus dengan gamenya."Kau bisa mendaftar sebagai atlet E-sport Ji Sung-ah," ucap Jiar sembari mengambil kaleng colanya."Aku harus menjadi atlet wushu terbaik di Korea Selatan," sahut Ji Sung sambil terus bermain. Jiar terkekeh mendengar juniornya itu. Chenle masih sibuk dengan ponselnya. Ia terlihat mencari sebuah alamat seseorang."Ahh tidak!!" sahut Ji Sung tiba-tiba hingga membuat Jiar dan Chenle sontak menatap ke arahnya."Ada apa?" tanya Chenle sambil melihat ke arah ponsel Ji Sung."Aku ada telepon," jawabnya dengan nada kesal karena ada telepon masuk di tengah permainan gamenya."Ternyata Pizzanya sudah datang," ucapnya sambil mengangkat ponselnya yang terlihat nomor restora
"Kau hanya kelelahan, apa kau belum sarapan sebelumnya?" tanya seorang dokter umum pada Cha Soo di ruangan konsultasi dokter."Tapi aku sudah makan siang sebelumnya," jawab Cha Soo."Kau bahkan memiliki maag. Kelihatannya aku perlu memberimu vitamin dan obat sakit maag," ujar dokter itu sambil mencatat sebuah resep obat. Cha Soo mengangguk mendengarnya."Apa Dokter Cha ada disini?" tanya Cha Soo pada dokter itu dengan penasaran."Tentu saja. Dia baru saja pulang setelah dinas di Pulau Jeju," Cha Soo tersenyum mendengarnya. Beberapa selang kemudian, seseorang masuk ke ruang konsultasi dokter umum itu. Guru Jang, ia datang dengan tergesa-gesa."Bagaimana keadaanya?" tanya Guru Jang setelah datang itu."Dia hanya kelelahan, aku akan memberinya resep obat dan beberapa vitamin," jawab dokter itu sambil tersenyum pada Guru Jang."Syukurlah kalau begitu," ujar Guru Jang sembari merapikan jassnya, ia terlihat berantakan karena sehabis berlari
"Kenapa ini?" gumam Cha Soo lirih. Matanya mulai terbuka secara perlahan, ia melihat langit ruangan beserta lampu yang menyala. Pandangannya yang awalnya buram perlahan menjadi jelas."Soo-ah, Cha Soo-ah," panggil Doyeon. Cha Soo melihat ke samping kanan dan kiri terlihat Heejung, Naeyeon, Seohyun, dan Doyeon mengitarinya."Soo-ah, kau mendengarku?" tanya Seohyun. Cha Soo yang perlahan sadar itu mulai terbelalak terkejut dan refleks bangun dari baringannya yang membuat teman-temannya ikut terkejut."Hei! Kenapa aku di sini?" tanya Cha Soo bingung."Kau tadi pingsan," jawab Naeyeon."Apa?!!" kaget Cha Soo dengan nada tinggi dan membuat teman-temannya tersentak."Berapa lama?" tanyanya."Sekitar 50 menit, kami juga sudah membawa barang-barangmu ke sini," jawab Doyeon. Cha Soo menganga, ia melihat ke arah kursi yang ditempati tasnya itu. Teman-temannya bingung melihat tingkah Cha Soo yang setelah sadar dari pingsan di lapangan itu.
Chenle memasukkan bukunya ke dalam laci meja. Ia hendak bersiap-siap untuk pelajaran olahraga. Setelah itu, munculah Jeno dan kawan-kawannya. Mereka sudah berpakaian olahraga. Jeno dan teman-temannya selalu membuat keramaian, kali ini mereka saling melempar baju seragam. Kelas begitu berantakan saat mereka datang. Pada saat itu juga, ponsel Chenle berdering, ia mendapat pesan masuk dari pamannya.~ Ku kirim lokasi Rs. Hansung, jangan lupa ke sana setelah pulang sekolah, dan temui Dokter Cha Sae Rim, ia dokter di Departemen Bedah Jantung.~
Chenle dan Cha Soo masih berlari mengitari komplek dan senja mulai terlihat, semua murid sudah selesai latihan. Jihyo juga sudah pulang setelah sebelumya menghampiri Cha Soo yang sedang berlari itu."Apa kau sering dihukum?" tanya Chenle di sela-sela berlari."Kenapa kau bertanya?" balas Cha Soo sambil menyeka keringatnya.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments